Resesi Goyang Apple, iPhone 14 Bisa Ga Laku & Produksi Mandek

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
29 September 2022 15:25
Apple Logo
Foto: Doc CNBC

Jakarta, CNBC Indonesia - Apple juga jadi salah satu korban pada krisis ekonomi global. Inflasi Amerika Serikat (AS) yang menyentuh 8,6% membuat raksasa teknologi asal Cupertino itu berbenah.

Apple harus menghadapi peningkatan biaya logistik global serta kenaikan gaji karyawan. Ada juga kemungkinan para konsumen menunda membeli iPhone terbaru untuk upgrade, sebab daya beli yang menurun.

Belum lagi, Apple harus menghadapi kendala pasokan karena China menjalankan kebijakan lockdown di sejumlah wilayah akibat Covid-19.

"Dari sudut pandang inflasi, kami melihat inflasi," kata CEO Apple Tim Cook kepada investor dalam diskusi dengan investor pada April, dikutip dari CNBC Internasional.

"Ini terbukti dalam margin kotor kami kuartal terakhir dan di OpEx kuartal terakhir kami. Jadi kita pasti melihat beberapa tingkat inflasi yang saya pikir semua orang lihat."

Pada kuartal tersebut, Apple mencatatkan margin kotor 3,7%. Ini lebih tinggi dari yang diharapkan analis tetapi turun sedikit dari yang didapatkan pada kuartal Desember lalu.

Dalam periode yang sama, biaya operasional mencapai US$12,58 miliar. Angka tersebut meningkat 19% dari tahun ke tahun, dan diakui Tim Cook pengiriman sebagai tantangan besar.

"Pengiriman adalah tantangan besar," kata Cook pada bulan April. "Dari sudut pandang inflasi dan dari sudut pandang ketersediaan."

Kenaikan biaya lainnya terkait dengan kekurangan silikon. Ini didorong karena lockdown di China selama paruh pertama 2022.

Begitu juga kenaikan terjadi akibat adanya kelangkaan keseluruhan chip yang diperlukan untuk produknya. Menurut Tim Cook, bagaimanapun beberapa komponen menjadi lebih murah.

Kondisi pasar juga memaksa Apple meningkatkan biaya tenaga kerja. Perusahaan menaikkan gaji karyawan korporat dan ritel, mengekor para raksasa teknologi lain seperti Google, Amazon, dan Microsoft yang membuat kebijakan terkait kompensasi karyawan awal tahun ini.

Apple juga harus menghadapi kenyataan kemungkinan permintaan pada produk Apple yang tertekan. Teorinya, selama resesi konsumen akan menunda membeli barang termasuk elektronik.

Artinya kemungkinan konsumen tidak akan meningkatkan ke model iPhone 14 yang baru diluncurkan baru-baru ini. Untuk tujuan menunda pengeluaran hingga kondisi ekonomi yang lebih baik.

"Terkadang Anda hanya berhati-hati dan menunda pembelian. Menunggu dan melihat adalah strategi keuangan yang sangat masuk akal," ungkap Jim Wilcox, ekonom University of California Berkeley.

Pada bulan April lalu, permintaan pada produk Apple masih tinggi dan belum ada tanda-tanda yang buruk. Namun belum jelas bagaimana nasib iPhone 14.

Apple sendiri meluncurkan empat model iPhone 14. Harga jual di Amerika Serikat (AS) dan China juga tidak naik dari pendahulunya iPhone 13, meski sempat diperkirakan naik oleh beberapa rumor sebelumnya.

Di AS, harga iPhone 14 dijual mulai dari US$799 (Rp 11,8 juta) dan harga tertinggi iPhone 14 Pro Max dari US$1.099 (Rp 16,3 juta).

Sementara di China, Apple juga tetap menjaga harganya. iPhone 14 dibanderol 5.899 yuan (Rp 12,6 juta) dan model Pro Max 8.999 yuan (Rp 19,2 juta).

Namun di beberapa wilayah lain termasuk Eropa, harga iPhone 14 tetap naik. Berikut informasinya:

Inggris

iPhone 13: 779 poundsterling (Rp 13,3 juta)
iPhone 14: 849 poundsterling (Rp 14,5 juta)
iPhone 14 Pro Max dilaporkan naik 150 pounsterling (Rp 2,5 juta) dari model tahun lalu.

Australia

iPhone 13: 1.349 dolar Australia (Rp 13,6 juta)
iPhone 14: 1.399 dolar Australia (Rp 14,1 juta)

Jepang

iPhone 13: 98.800 yen Jepang (Rp 10,2 juta)
iPhone 14: 119.800 yen Jepang (Rp 12,3 juta)

Jerman

iPhone 13: 899 euro (Rp 13,4 juta)
iPhone 14: 999 euro (Rp 14,9 juta)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular