Rasio Kredit Macet TaniFund Memburuk, Ini Penyebabnya

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
26 September 2022 17:35
Hari yang cerah para petani mulai bekerja memetik daun teh di kawasan Pasir Jambu, Bandung, Jawa Barat. Teh merupakan satu dari 15 komoditas utama dan unggulan perkebunan Indonesia.



Jawa Barat merupakan produsen teh terbesar di Indonesia. Sekitar 70% produksi teh nasional berasal dari provinsi ini.


Jawa Barat menjadi lokasi pengembangan perkebunan teh karena daerahnya yang subur, udaranya sejuk, dan topografinya yang bergunung-gunung yang sangat cocok untuk tanaman teh.



Kebun teh dikawasan ini tak hanya dikelola badan usahan namun terdapat juga kebun teh rakyat. Kebun teh rakyat merupakan budidaya yang diusahakan secara mandiri oleh masyarakat tanpa berbentuk badan usaha. 


Setiap pagi para petani sudah sibuk beraktivitas untuk memetik dan dikumpulkan di wadah yang  dipikul sambil menggunting daun-daun teh terbaik di perkebunan tersebut.


Menurut mereka dalam sehari mereka dapat memetik sebanyak 1 kwintal dari perkebunan teh rakyat ini dan dibawa ke pabrik untuk diolah



Disela sela aktivitas memetiknya, para petani tersebut berkumpul untuk beristirahat diselingi canda gurau untuk menghilangkan letihnya.


Produksi teh dalam negeri beberapa tahun terakhir cenderung melandai karena penyusutan areal perkebunan. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, produksi daun teh kering dalam negeri bergerak fluktuatif dalam 5 tahun terakhir. Produksi tertinggi daun teh kering sebanyak 154.369 ton yang terjadi pada 2014.

Dalam kurun 18 tahun terakhir, jumlah ekspor teh berkurang lebih dari separuh. Dari 105.581 ton pada 2000 menjadi 49.038 ton pada 2018.



Peringkat Indonesia sebagai negara pengekspor teh turun cukup banyak dari urutan ke-5 di dunia pada 2004 menjadi peringkat ke-12 pada 2018.

(CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: Perkebunan teh di Kawasan Pasir Jambu, Bandung, Jawa Barat (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Peningkatan nilai pinjaman macet di industri peer-to-peer lending membuat sektor fintech tengah disorot. Salah satu fintech yang melaporkan kinerja pengembalian pinjaman kurang baik adalah TaniFund.

Di situs web TaniFund, perusahaan melaporkan indikator kredit macet yang rendah, yaitu rasio TKB90 58,56%.

TKB90 adalah tingkat keberhasilan penyelenggara P2P Lending dalam memfasilitasi penyelesaian kewajiban pinjam meminjam dalam jangka waktu hingga 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal jatuh tempo.

TKB90 hari dihitung dari 100% dikurangi nilai TKW90, yaitu tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban di atas 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal jatuh tempo.

Pihak TaniFund telah buka suara terkait penurunan TKB90 yang dilaporkan perusahaan. Head of TaniFund, Edwin Setiawan menjelaskan hal ini terjadi karena pihaknya tengah melakukan perbaikan dan mengurangi disbursement atau pencairan pinjaman.

"Kalau bagian pembagi [total outstanding] mengecil sedangkan penyebut tetap, otomatis nilai rasionya akan makin membesar," jelas Edwin kepada CNBC Indonesia.

Penurunan TKB90 ini, lanjutnya, juga tidak terkait dengan keputusan TaniFund menyetop produk pinjaman mikro yang sempat mereka tawarkan. 

Edwin mengatakan pihaknya memang pernah mengeluarkan produk pinjaman UMKM yakni sebesar Rp 1-3 juta. Namun, ternyata setelah satu bulan, calon peminjam yang lolos credit scoring sangat kecil, sehingga perusahaan memutuskan menghentikan penawaran produk tersebut.

"Tidak berhubungan, namun benar kami pernah mengeluarkan produk pinjaman UMKM, setelah berjalan 1 bulan persentase yang berhasil lolos dari credit scoring kami sangatlah kecil, tidak sesuai dengan effort yang telah kami lakukan, maka dari itu kami memutuskan untuk menghentikan penyaluran kepada UMKM," kata Edwin.

Penurunan angka TKB90 TaniFund terjadi di saat data OJK menunjukkan peningkatan jumlah pinjaman macet di industri P2P Lending.

Dalam Statistik Fintech Lending Juli 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mencatat pinjaman macet lebih dari 90 hari pada Juli 2022 mencapai Rp 1,21 triliun. Ini terbagi atas perseorangan Rp 1,10 triliun dan badan usaha Rp 118 miliar.

Jumlah itu naik dari Rp 892,2 miliar pada April 2022, Mei 2022 berjumlah Rp 917,4 miliar dan Juni 1,11 triliun.

Sementara itu, statistik yang sama mencatat pinjaman tidak lancar (30-90 hari) pada bulan Juli adalah Rp 3,2 triliun. Jumlah itu terbagi atas perseorangan 2,93 triliun dan badan usaha Rp 281,03 miliar.

Pada bulan April 2022, pinjaman tidak lancar sebanyak Rp 2,3 triliun. Mei 2022 naik menjadi Rp 2,6 triliun dan Juni mencapai Rp 2,4 triliun.


(dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aplikasi TaniFund Lenyap dari Play Store, Ini Penjelasannya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular