Kala Sri Mulyani Kutip Farel: Ojo Dibanding-bandingke
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim pemulihan ekonomi Indonesia menunjukkan kinerja yang baik dibandingkan dengan negara-negara lain.
Menurutnya, kinerja pemulihan ekonomi Indonesia termasuk dalam kategori terbaik di antara negara G20 dan Asean.
Dia pun memberikan perbandingan pertumbuhan ekonomi, inflasi, defisit fiskal hingga rasio utang RI dengan negara-negara G20 dan Asean.
"Perbandingkan ini untuk memberikan sense. Walaupun kalau menurut Farel 'ojo banding-bandingke'. Tapi melakukan ini sebagai bagian untuk memahami konteks respons policy dari sisi fiskal, moneter, dan struktural di dalam menavigasi situasi yang sungguh tidak biasa, extraordinary, 2 atau 3 tahun terakhir dan bahkan ke depan. ini spirit yang ingin terus kami tekankan di dalam APBN 2023 dengan banggar," papar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (30/8/2022).
Pada 2021, tepatnya tahun kedua pandemi, ekonomi Indonesia berhasil melewati krisis dengan PDB riil mencapai 1,6% dibandingkan tahun 2019. Bahkan, tahun 2022, PDB riil Indonesia mencapai 7,1% di atas pra-pandemi level pada 2019.
Sri Mulyani menambahkan masih banyak negara-negara yang belum kembali ke level PDB pada masa pra-pandemi, salah satunya Italia, Argentina, Jerman, Meksiko, Thailand, Belanda dan Jepang.
Kemudian, negara-negara yang sudah pulih sekalipun masih banyak yang PDB riilnya masih dikisaran 1%.
"Indonesia sudah 7,1%, hanya di atas kita China dan India," ungkapnya.
Terkait dengan indeks harga konsumen (IHK), dia menilai inflasi Indonesia yang mencapai 4,9% pada Juli 2022 dikategorikan lebih baik dari negara lain di Asean dan G20. Di sisi fiskal, Sri Mulyani menilai instrumen fiskal Indonesia relatif moderat.
Pasalnya, akumulasi defisit fiskal pada 2020 hingga 2021 hanya mencapai 10,7%. Sementara itu, Kanada, Prancis, Australia dan China berada di atas 15%.
Adapun, Inggris dan India mencapai masing-masing 23,1% dan 24,7%. "Indonesia hanya menggunakan 10% defisit fiskal 10,7% untuk kembali ke pre-covid di 7,1%. Ini menunjukkan bahwa kita hati-hati menggunakan instrumen fiskal kita," tegasnya.
Mengenai rasio utang, Sri Mulyani mengungkapkan rasio utang termasuk Indonesia paling rendah di antara negara G20 dan Asean.
"Kalau kita lihat rasio 40,7% skrg sudah terkoreksi di 37%," ujarnya.
Sri Mulyani mengklaim penurunan ini didorong pengendalian pembiayaan utang seiring dengan makin baiknya kinerja APBN. Bahkan, ketika 106 negara mendapatkan peringkat kredit dengan outlook negatif, peringkat utang Indonesia justru mengalami upgrade atau afirmasi dari Fitch, R&I dan Moody's.
(haa/haa)