Kiamat (ATM) Sudah Dekat?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
24 August 2022 11:25
Suasana tukar ATM Chip Bank BCA. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Suasana tukar ATM Chip Bank BCA. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Penetrasi digital di Indonesia telah menemukan momentum dalam beberapa tahun terakhir, termasuk kondisi pandemi yang mempercepat transformasi digital, khususnya terkait alat pembayaran. Gelombang transformasi pembayaran digital dipandu oleh pembayaran non-tunai yang diperkenalkan Bank Indonesia tahun 2019 lalu, Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS).

Terbaru Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, nilai transaksi uang elektronik pada Juli 2022 tumbuh 39,76% (year on year/yoy) mencapai Rp 35,5 triliun dan nilai transaksi digital banking meningkat 27,82% (yoy) menjadi Rp 4.359,7 triliun sejalan dengan normalisasi mobilitas masyarakat.

Sementara itu, nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit, mengalami peningkatan 34,87% (yoy) menjadi Rp 739,4 triliun. Meski pertumbuhannya lebih lambat dari uang elektronik, dari segi nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM masih memimpin.

Transaksi Uang Elektronik Melesat 10 Tahun Terakhir

Sebelum QRIS diperkenalkan oleh BI, penetrasi dompet digital memang sudah mulai berlangsung, namun transaksinya relatif terbatas karena terkendala beberapa hal. Salah satu yang paling utama adalah kode QR yang tidak sesuai dan bukan merupakan milik penyedia dompet digital yang dimiliki oleh pengguna.

Saat ini permasalahan tersebut telah terselesaikan dan mampu meningkatkan jumlah transaksi uang elektronik secara signifikan.

QR Code merupakan salah satu shared delivery channel dalam transaksi pembayaran. Kanal bersama lain untuk pembayaran termasuk ATM dan mesin EDC, yang pembayarannya dilakukan menggunakan kartu.

Dalam sepuluh tahun terakhir, transaksi uang elektronik meningkat tajam dari hanya Rp 2 triliun (kurang dari 1% total transaksi digital) pada tahun 2012, kini melonjak naik menjadi Rp 786 triliun (9% dari total transaksi digital) pada tahun 2021.

Akan tetapi transaksi digital masih secara masif dikuasai oleh Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Transaksi menggunakan ATM dan ATM+Debit secara nominal tercatat meningkat 150% dalam kurun waktu yang sama menjadi Rp 7.677 triliun. Akan tetapi porsinya berkurang dari semula 94% kini menjadi 88%.

Terakhir ada transaksi kartu kredit yang semakin tertekan, bahkan saat penetrasinya dapat dikatakan masih sangat rendah.

Transaksi kartu kredit malah tercatat berkurang 6,5% dari semula Rp 262 triliun tahun 2012 hingga menjadi Rp 245 triliun saja pada 2021. Puncak transaksi dicatatkan pada tahun 2019, sebelum pandemi membatasi akses penggunaan APMK, khususnya kartu kredit karena masyarakat membatasi pengeluaran konsumsi.

Top up dan belanja onilne jadi bahan bakar pertumbuhan uang elektronik

Tahun ini, hingga bulan Mei saja transaksi uang elektronik telah mencapai 50% capaian tahun lalu, dengan pertumbuhan (CAGR) 2,50% dalam lima bulan. Artinya hingga akhir tahun ini, transaksi uang elektronik di Indonesia dapat tembus Rp 1.000 triliun untuk pertama kalinya.

Pertumbuhan utama uang elektronik adalah untuk belanja dan top up yang nyaris mencapai 90% dari total transaksi. Sedangkan sisanya berupa transfer antar uang elektronik, transaksi pengisian pertama, penarikan tunai uang elektronik dan redeem.

EDC Tumbuh Signifikan, ATM Mampu Bertahan

Meski jangkauan QRIS kian meluas, jumlah mesin EDC tercatat malah ikut meningkat. Hal ini karena keberadaan QRIS dan mesin EDC nyatanya saling melengkapi demi memenuhi kebutuhan konsumen. Salah satunya terkait batasan pembayaran menggunakan QRIS yang meski telah naik dua kali tapi masih dipatok maksimal Rp 10 juta per transaksi.

Hingga akhir tahun 2021 jumlah mesin EDC mencapai 1,8 juta, sementara QRIS yang baru hadir tahun 2019 telah memiliki 17,2 juta merchant per 3 November 2021, menurut pengakuan pejabat Bank Indonesia.

Meskipun masih dapat dikatakan relatif stabil, ATM sendiri tercatat berada dalam tren penurunan. Hingga akhir tahun lalu jumlah ATM tercatat sebanyak 98,9 ribu unit atau berkurang 7,5% dari posisi puncaknya tahun 2018 dengan jumlah 106,9 ribu unit. Penurunan tersebut terjadi secara perlahan dalam tiga tahun terakhir.

Terbaru berdasarkan data Statistik Sistem Pembayaran Dan Infrastruktur Pasar Keuangan (SPIP) bulan Juli, Bank Indonesia mencatat jumlah mesin ATM di Indonesia sebanyak 98.588 unit atau hanya berkurang 265 unit dari akhir tahun lalu.

Keberadaan mesin ATM memang mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir akibat tingginya penetrasi uang elektronik, akan tetapi hingga saat ini keberadaannya masih sangat vital bagi banyak elemen masyarakat. Artinya mesin ATM tidak akan punah dalam waktu dekat, hanya saja saat ini mungkin akan sedikit lebih susah ditemui.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Kiamat' ATM Makin Nyata, Tak Lagi Bisa Ambil Uang di ATM?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular