Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menjalankan Analog Switch Off (ASO), di mana saat ini proses migrasi TV analog ke digital sedang berlangsung. Rencananya siaran TV analog di Indonesia akan dimatikan total pada 2 November 2022.
Dalam program ASO, masyarakat yang tidak memiliki TV digital hanya perlu menambahkan set top box (STB) untuk mendapatkan siaran digital. Bantuan STB gratis TV digital pun ditawarkan bagi kelompok keluarga miskin yang tercantum pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial.
Program tersebut disalurkan dari penyelenggara multipleksing (mux) yang dibantu oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Namun pada praktiknya para muxer mengalami kendala dalam distribusi STB gratis ini.
Dalam RDPU Panja dengan Komisi I DPR, Kamis (23/6/2022), para muxer yang terdiri dari Transmedia Group, Viva Group, MNC Group, SCM group dan Media Group, menyampaikan kendala mereka di lapangan selama distribusi STB gratis.
Direktur Transmedia Group Latif Harnoko, mengatakan kendala teknis yang dirasakan selama distribusi STB ini adalah data alamat penerima yang tidak lengkap. Selain itu penerima juga menolak bantuan yang diberikan.
"Kondisinya sangat berbeda antara letak antara KTP dengan lokasi rumah. Jadi kondisi (distribusi STB) masih banyak kendala di teknis seperti ini," ujarnya.
Oleh karena itu, Transmedia mengusulkan beberapa hal yakni, migrasi ke TV digital dilakukan di wilayah dengan penetrasi set top box atau perangkat penerima TV digital lebih dari 90%. Dan dengan mempertimbangkan pengaruh pandemi Covid-19, Latif mengusulkan agar pemerintah menanggung penyediaan set top box untuk rumah tangga miskin.
Ia menyampaikan, Transmedia sendiri mendapatkan tugas menyediakan 600 ribu set top box. Sebanyak 11.971 perangkat sudah disalurkan dari total rencana 100 ribu.
Hal senada juga diungkap oleh Direktur Viva Group, Neil Tobing. Menurutnya data yang digunakan sebagai dasar distribusi STB gratis bagi rumah tangga miskin tidak akurat dan bukan data terbaru yang diberikan. Sehingga tidak sesuai lagi dengan kondisi di lapangan.
Ia juga menyebut bahwa koordinasi antara Kemkominfo dengan dinas-dinas di Pemprov belum cukup baik, sehingga pengetahuan masyarakat mengenai distribusi STB sangat rendah.
"Karena memang banyak dari mereka yang belum mengetahui program nasional ini. Sehingga perlu dilakukan koordinasi terarah sehingga semua pihak, semua stakeholder, bahwa proyek ini merupakan proyek kita bersama," tuturnya.
Sementara Direktur MNC Group Syafril Nasution, mengungkap bahwa pihaknya menemukan kasus di mana penerima STB itu tidak ingin menerima perangkat yang diberikan. Sebab hanya dia sendiri yang mendapatkannya, sedangkan tetangganya tidak. Belum lagi masalah lokasi yang tidak terjangkau sehingga distribusi sulit dilakukan.
"Ini menimbulkan kecemburuan sehingga beberapa yang kami datangi tidak menerima STB itu, ada solidaritas dengan tetangga," tuturnya.
CEO Media Group Mohammad Mirdal Akib juga meminta bantuan pemerintah terkait set top box. Sebab, perusahaan juga mengeluhkan tingginya pengadaan unit STB. Selain itu juga biaya distribusi, serta instalasi STB yang juga turut mereka tanggung.
"Kami mengusulkan agar pengadaan, distribusi, dan instalasi set top box yang belum terealisasi mendapatkan insentif dari pemerintah," kata Mirdal.
"Kalau bisa dihitung dari 704 ribu itu satu STB, (harga per unit) bisa Rp 250 ribu sampai Rp 300 ribu itu sudah hampir seperempat pendapatan Metro TV selama 1 tahun," rincinya.
Keluhan terkait biaya distribusi juga disampaikan oleh President Director PT Surya Citra Media Tbk (SCM) Sutanto Hartono. Biaya distribusi misalnya, Rp 20 ribu - Rp 50 ribu per rumah. Lalu, biaya instalasi Rp 45 ribu - Rp 70 ribu tergantung lokasi. Hal tersebut, lanjutnya juga meningkatkan biaya selain biaya untuk pembelian STB
"Ditemukan kendala kami tidak hanya mendistribusikan, kami juga menginstalasi yang artinya sampai muncul QR Code yang ada di layar TV," ungkap Sutanto.
"Kami yakin masuk ke provinsi-provinsi kepulauan ini (biaya distribusi) makin tinggi lagi, belum lagi kendala teknis sehingga instalasi memakan waktu yang cukup lama." pungkasnya.