Era Ketidakpastian Buat Big Tech, Startup, Kripto Jadi Korban

Tim Riset, CNBC Indonesia
Selasa, 07/06/2022 10:10 WIB
Foto: Netflix (REUTERS/Lucy Nicholson)

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa bulan terakhir, gejolak perusahaan teknologi besar di dunia (Big Tech), pelambatan rantai pasokan, inflasi, dan perang Rusia-Ukraina telah menjungkirbalikkan gambaran bisnis di sektor teknologi yang sebelumnya cerah.

Perusahaan Big Tech seperti Amazon, Meta, Alphabet, Netflix, dan lainnya pun membukukan kinerja kuartal pertama tahun 2022 yang kurang baik akibat dari sentimen negatif yang mendominasi global sepanjang tahun ini.

Perusahaan-perusahaan digital besar tersebut khawatir bahwa kondisi global yang belum menentu dapat berdampak pada bisnis mereka.


Riset dari Insider Intelligence pun menjelaskan beberapa kejadian dan penyebab yang membuat perusahaan Big Tech ambruk.

Salah satunya yakni Meta Platforms, di mana pertumbuhan pendapatan iklan Facebook turun 3,2% pada tiga bulan pertama tahun 2022, dari sebelumnya tumbuh 18,3% sepanjang tahun 2021 lalu.

Tak hanya berdampak pada Meta Platform, Netflix, perusahaan streaming film juga turut berkinerja kurang baik pada kuartal I-2022, karena pertumbuhan penggunanya turun hingga 45% pada kuartal pertama tahun 2022. Netflix mengakui telah kehilangan 200.000 pelanggan. Para pengguna Netflix menyayangkan adanya kebijakan terbaru dari account sharing.

Akibatnya, Netflix melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 150 karyawan. Jumlah ini kurang dari 2% dari total karyawan sebanyak 11.000 staf dan kebanyakan karyawan di Amerika Serikat (AS).

"Seperti yang sudah Kami jelaskan dalam paparan kinerja keuangan, perlambatan pertumbuhan pendapatan perusahaan berarti kami juga harus memperlambat pertumbuhan biaya," ujar salah satu perwakilan Netflix, seperti dikutip dari CNBC International, dikutip Rabu (18/5/2022).

"Sayangnya, kami harus melepaskan sekitar 150 karyawan hari ini, sebagian besar berbasis di AS. Perubahan ini terutama didorong oleh kebutuhan bisnis daripada kinerja individu, yang membuatnya sangat sulit karena tidak ada dari kita yang ingin mengucapkan selamat tinggal kepada rekan kerja yang hebat. Kami bekerja keras untuk mendukung mereka melalui transisi yang sangat sulit ini".

Selain kinerja Meta Platform dan Netflix yang kurang baik pada kuartal I-2022, kinerja perusahaan e-commerce di AS yakni Amazon pun bernasib sama, di mana Amazon melaporkan rugi bersih dan merilis proyeksi kinerja kuartal II-2022 yang lemah.

Mengutip CNN Business, Amazon menderita kerugian US$ 3,8 miliar atau setara Rp 54,72 triliun (asumsi kurs Rp 14.400/US$). Diperkirakan kerugian itu sebagian besar berasal dari investasinya di perusahaan teknologi otomotif pembuat mobil listrik, Rivian Automotive.

Di Rivian, Amazon berinvestasi sebesar US$ 700 juta atau setara Rp 10,08 triliun pada 2019 dan sahamnya anjlok lebih dari 75% sejak IPO yang dilakukan pada November 2021.

Kerugian Amazon ini juga terjadi sehari setelah Ford, investor lainnya di Rivian, menarik dana sebelum pajak sebesar US$ 5,4 miliar atau setara Rp 77,76 triliun terkait dari investasinya, yang mengakibatkan Ford mengalami kerugian bersih US$ 3,1 miliar Rp 44,64 triliun di kuartal pertama.

Banyak penyebab yang membuat perusahaan Big Tech berkinerja kurang baik pada kuartal pertama di tahun ini. Salah satunya yakni adanya disrupsi rantai pasok.

Sumber: Insider Intelligence
Disrupsi Rantai Pasokan

Di AS, nilai impor dari China turun 55% pada April 2022, turun jauh dari tahun 2018 yang saat itu masih mencapai 66%. Hal ini membuat 41,1% dari total konsumen di AS terpaksa beralih ke brand private karena barang yang sama dengan brand lokal atau nasional tidak tersedia.


Saksikan video di bawah ini:

Video: Strategi Bikin Bisnis Cloud - Keamanan Siber Kian Lincah & Cuan

Pages