Mengenal Web3 yang Disebut Sebagai Masa Depan Internet

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
Rabu, 20/04/2022 14:20 WIB
Foto: CNBC

Jakarta, CNBC Indonesia - Istilah Web3 sudah sering terdengar sejak beberapa waktu terakhir, dan disebut sebagai masa depan internet. Namun apa sebenarnya Web3?

Web3 disebut para pendukungnya sebagai versi internet yang terdesentralisasi, tidak didominasi oleh pemain kelas dunia seperti Amazon, Microsoft, dan Google. Istilah itu berkembang dari dua periode sebelumnya.

Pada awalnya ada Web1, yakni mulainya ide internet terbuka dan terdesentralisasi. Di versi perdana internet ini, infrastruktur dan kontennya disediakan oleh korporasi bermodal besar. Peran pengguna internet sebatas sebagai penikmat konten di situs web statis.


Kemudian muncul Web2, internet yang dikenal saat ini, ditandai dengan kemunculan media sosial. Pada era sekarang, pengguna punya peran lebih banyak sebagai pengisi konten meskipun platform tempat mereka berkreasi masih dimiliki oleh perusahaan teknologi besar yang memiliki pengaruh besar di dunia maya.

Kini, internet berevolusi ke generasi ke-3 atau Web3.

Istilah Web3 sendiri dikemukakan oleh Gavin Wood yang merupakan ilmuwan komputer pada tahun 2014. Dia menjelaskan soal Web3 dalam sebuah episode podcast Beyond the Valley di CNBC Internasional.

"Masalah besar dengan [kondisi saat] ini adalah, semacam hal yang sama seperti menempatkan semua telur pada satu keranjang, jika ada yang tidak beres dengan salah satu layanan, Anda tahu, tiba-tiba tidak tersedia untuk banyak orang," kata Gavin Wood, dikutip Rabu (20/4/2022).

"Selain itu, kata kuncinya adalah kepercayaan. Kami harus percaya orang-orang di balik layanan tersebut. Kami harus mempercayai pemilik perusahaan yang menjalankan layanan tersebut. Dan kami berhasil merancang sendiri ke dalam ini, agak seperti versi distopia dari apa yang dunia bisa."

Menurut Wood, dalam Web3, semua benar-benar terdesentralisasi. Ini bakal jadi versi paling demokratis dari internet yang tersedia sekarang.

Dia menjelaskan, di Web3, layanan yang digunakan tidak di-host oleh satu perusahaan penyedia layanan. Namun, bertumpu pada algoritme murni dan semua orang berkontribusi pada layanan utama.

"Tidak ada yang benar-benar memiliki profit lebih dari orang lain, tidak dalam arti yang sama, setidaknya seperti pergi ke Amazon atau eBay atau Facebook, tempat perusahaan di belakang layanan memiliki kekuatan mutlak atas apa yang mereka lakukan memberikan layanan," kata dia.

Wood mencontohkan Twitter versi Web3. Pengguna punya kontrol pada unggahannya dan bisa memverifikasi identitas lebih mudah.

"Jadi lebih sulit untuk seseorang menyukai, memalsukan identitas saya, karena kami memiliki bukti berbasis kriptografi bahwa saya telah melakukan ini dan hanya saya yang mungkin melakukan ini," ujarnya.

Namun, Web3 ini bukan menjadi akhir raksasa teknologi, mengingat perusahaan seperti Microsoft dan Twitter juga berinvestasi di dalamnya. Wood menyamakan potensinya dengan Microsoft di akhir 2000-an dan tahun mendatang.

"Tidak masalah Anda menjalankan sistem operasi Windows, atau membuat dokumen Anda di Microsoft Word. Kami menggunakan web sebagai platform dan web bisa digunakan pada sistem operasi apapun," jelas Wood.


(npb)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Investasi Jaringan Internet, Swasta Minta Insentif ke Prabowo

Pages