
Kapan Badai Matahari Terjadi? Ini Prediksi Astronom!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada November lalu, badai geomagnetik akibat rangkaian ledakan dari Matahari. Menurut para ahli, ini jadi peringatan sebelum kejadian yang sama terjadi lagi tahun 2025 mendatang.
"Beberapa tahun terakhir, kita memiliki aktivitas yang sangat sedikit, seperti yang terjadi selama minimum Matahari," ungkap koordinator program di Pusat Prediksi Cuaca Luar Angkasa (SPWC) dari Administrasi Kelautan dan Atmosfer Luar Angkasa (NOAA), Bill Murtagh pada November lalu, dikutip dari Daily Star, Senin (31/1/2022).
"Namun sekarang meningkat dan meningkat cukup cepat ke maksimum siklus Matahari berikutnya yang kami harapkan pada tahun 2025".
Menurutnya telah melihat peningkatan aktivitas yang diharapkan pada kenaikan siklus Matahari. "Ini semacam fase kebangkitan".
Badai yang terjadi November lalu menunjukkan aktivitas Matahari bisa mempengaruhi lebih dari Matahari itu sendiri. Saat badai capai Bumi, akan menyebabkan sejumlah fenomena yang disebut cuaca antariksa.
Cuaca antariksa ini disebut memiliki beberapa dampak. Mulai dari kerusakan satelit hingga hadirnya fenomena aurora.
Bada geomagnetik saat itu adalah berasal dari serangkaian lontaran massa korona. ini adalah gelembung materi Matahari yang kadang bisa dikeluarkan oleh Matahari.
Murtagh menjelaskan coronal mass ejection (CME) adalah awan miliaran ton gas plasma dengan medan magnet. "Jadi Matahari menembakkan magnet ke antariksa dan magnet melakukan perjalanan sejauh 93 juta mil dari Matahari ke Bumi," jelasnya.
Bumi juga punya medan magnet sendiri. Pada akhirnya medan magnet yang bercampur di luar angkasa itu akan membuat badai yang tidak menyenangkan.
"Kedua magnet akan bersatu dan akan menciptakan badai geomagnetik," kata Murtagh.
(npb/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Badai Matahari Diprediksi Makin Sering, Dampaknya ke Bumi?
