Pantas Jokowi Kesal Fintech Tanpa Aturan, Begini Risikonya!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
19 November 2021 17:35
Fintech
Foto: CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kekesalan mengenai perkembangan financial technology (fintech) di tanah air. Fintech berkembang pesat sementara regulasinya belum ada. 

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menyoroti pentingnya aturan tersebut direalisasikan dalam waktu cepat. Termasuk untuk mengintegrasikan fintech dengan perbankan. 

"Ini menghindari fintech itu tumbuh tanpa aturan. Supaya dealing dengan sektor keuangan perbankan yang secara tertata dengan aturan," jelas Dody dalam webinar bertema Sinergi Pemerintah, BI, dan OJK dalam Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional, Jumat (19/11/2021).

Terhubungnya fintech dengan perbankan, kata Dody juga agar masyarakat terhindar dari shadow banking. BI menyebut, praktik shadow banking menjadi salah satu risiko dari penggunaan layanan fintech pembayaran yang terus meningkat.

"Pengalaman di China, Alibaba, Tencent membentuk shadow banking dan mengganggu sistem stabilitas keuangan," ujarnya.

Hal lainnya yang juga harus diperhatikan oleh otoritas di tengah meningkatnya digital ekonomi adalah, infrastruktur elektronik payment atau e-payment yang harus terhubung satu sama lain.

"E-payment yang lain dengan e-payment lain punya platform sendiri-sendiri. Sehingga membentuk silo-silo. Sehingga satu holder cukup sulit menggunakan piranti yang lain kalau tidak ada intervensi dan probabilitas," jelas Dody lagi.

Aturan-aturan yang reform dan aturan yang market practice, kata Dody juga harus didahulukan. Itu semua semata-mata untuk melakukan perlindungan kepada konsumen, dan agar tetap dalam pengawasan otoritas.

Sebagai gambaran, dalam publikasi IMF berjudul "Shadow Banking: Out of the Eyes of Regulator", shadow banking melambangkan salah satu dari banyak kegagalan sistem keuangan yang mengarah pada krisis keuangan global.

Istilah shadow banking diciptakan oleh ekonom Paul McCulley dalam pidato 2007 di simposium keuangan tahunan yang diselenggarakan oleh Federal Reserve Kansas City di Jackson Hole, Wyoming.

Hingga Oktober 2021,jumlah penyelenggara pinjaman online (pinjol) berizin dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencapai 104 platform. Namun ternyata jumlah itu menurun sejak awal Januari lalu.

Saat 2017 lalu jumlah penyelenggara pinjol sebanyak 29 platform. Lalu berselang satu tahun kemudian bertambah menjadi 88 penyelenggara.

Jumlah itu kian bertambah hingga Oktober 2020 mencapai 164 penyelenggara, lalu dilakukan moratorium pada awal 2020 dan menghentikan pendaftaran.

Tahun ini penyaluran pinjaman dari pinjaman online hingga September 2021 mencapai Rp 107,03 triliun atau naik 126,75%.

Sementara untuk akumulasinya adalah Rp 262,93 triliun. Dengan nilai outstanding nya adalah Rp 27,48 triliun.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wah! Valuasi Unicorn Raksasa Dunia Anjlok Rp 488 Triliun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular