Bencana Terburuk Mengancam Manusia, Bumi Memasuki Fase Kritis
Jakarta, CNBC Indonesia - Perubahan iklim yang saat ini terjadi memasuki fase kritis. Salah satunya rencana menjaga suhu global di bawah 1,5 derajat celcius akan gagal tercapai.
Hal ini diungkapkan Program Lingkungan PBB (UN Environment Programme/Unep). Analisis itu juga mengatakan Bumi terus menghangat di sekitar 2,7 derajat celcius dengan dampak sangat merusak, dikutip BBC, Jumat (29/10/2021).
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal PBB, Antonia Guterres mengatakan temuan tersebut menjadi pengingat sangat besar.
BBC melaporkan telah memiliki studi dari WMO atau World Meteorological Organization yang menyebut gas pemanasan ada di titik tertinggi tahun lalu meskipun ada pandemi.
Sementara itu sekarang laporan Emissions Gap di tahun ke-12 menganalisa kontribusi yang ditentukan secara nasional (NDC) atau rencana memotong karbon yang diajukan ke PBB sebelum COP (Konferensi Perubahan Iklim PBB).
Komitmen itu berlaku hingga 2030 dan diajukan oleh 120 negara. Unep juga mempertimbangkan komitmen lain untuk memotong gas pemanasan yang belum secara formal masuk ke NDC.
Laporan menyebutkan jika digabungkan semua rencana akan mengurangi gas rumah kaca sekitar 7,5% tahun 2030. Namun para ilmuwan yang menyusun penelitian menyebut tidak akan cukup menjaga ambang suhu 1,5 derajat celcius.
Dibutuhkan pemotongan yang jauh lebih besar untuk bisa memenuhinya yakni 55% atau 7 kali lipat dari komitmen saat ini.
Direktur Eksekutif Unep, Inger Andersen mengatakan semua orang butuh waktu delapan tahun mengurangi hampir setengah emisi gas rumah kaca. Waktu terus berputar, ungkapnya.
"Untuk memiliki peluang batas pemanasan global 1,5 derajat celcius, kita punya delapan tahun untuk mengurangi separuh emisi gas rumah kaca: delapan tahun untuk membuat rencana, menempatkannya pada aturan, implementasi dan mencapai pengurangan," kata dia.
Menurut para penulis laporan, komitmen saat ini akan membuat dunia bahkan memanas 2,7 derajat abad ini. Skenario yang disebut Antonio Guterres sebagai 'bencana iklim'.
Dia mengatakan laporan itu menyoroti kegagalan para pemimpin. "Kesenjangan emisi adalah hasil kesenjangan kepemimpinan," ujar Antonio Guterres.
(roy/roy)