Ketika Matahari Mati, Bagaimana Nasib Manusia dan Bumi?

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
21 September 2021 06:55
In this photo provided by NASA, a partial solar eclipse is seen as the sun rises to the left of the U.S. Capitol in Washington, Thursday, June 10, 2021, as seen from Arlington, Va. (Bill Ingalls/NASA via AP)
Foto: Gerhana matahari cincin saat matahari terbit di sebelah kiri US Capitol di Washington, Kamis, 10 Juni 2021. (Bill Ingalls/NASA via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Matahari diperkirakan berusia 4,6 miliar tahun. Perhitungan tersebut berdasarkan umur obyek lain yang berada di Tata Surya dengan waktu yang sama.

Sedangkan para astronom memperkirakan Matahari akan hidup hingga 10 miliar tahun lagi. Jawaban tersebut berasal dari pengamatan bintang lain, dikutip Science Alert, Selasa (14/9/2021).

Hingga kematiannya nanti, Matahari akan mengalami perubahan. Misalnya lima miliar tahun lagi, bintang besar itu menjadi raksasa merah dan inti Matahari mengalami penyusutan.

Sementara bagian luar akan meluas hingga orbit Mars. Dalam waktu tersebut, Bumi akan 'dimakan' Matahari jika tempat tinggal kita masih ada hingga saat itu.

Menurut Science Alert, kehidupan manusia saat itu terjadi sudah tidak ada. Menurut fakta, kehidupan manusia memiliki satu miliar tahun lagi kecuali memiliki jalan keluar.

Ini disebabkan karena kecerahan Matahari terus meningkat 10% per miliar tahun. Jumlah itu tidak besar namun memiliki dampak untuk mengakhiri kehidupan di Bumi sebab akan membuat lautan menguap dan permukaan menjadi panas untuk membentuk air.

Berdasarkan studi tahun 2018, dengan pemodelan komputer menemukan Matahari akan menyusut menjadi katai putih dan menjadi planet Nebula. Ini juga terjadi pada 90% bintang lain.

"Saat bintang mati, akan mengeluarkan massa gas dan debu, dikenal sebagai selubung, ke luar angkasa. Itu bisa mencapai setengah massa bintang. Ini mengungkapkan inti bintang, yang pada titik ini kehidupan bintang sedang berjalan kehabisan bahan bakar, menjadi padam dan sebelum akhirnya mati," jelas Albert Ziljstra, astrofisikasi Universitas Manchester Inggris dan penulis studi ini.

"Baru pada saat itu inti panas membuat selubung yang dikeluarkan bersinar terang selama 10 ribu tahun, periode singkat dalam astronomi. Inilah yang membuat planet nebula terlihat. Beberapa sangat terang hingga bisa dilihat dari jarak sangat jauh hingga puluhan juta tahun cahaya, dimana bintang itu sendiri terlalu redup untuk dilihat".

Model data itu sebenarnya memprediksi siklus kehidupan dari berbagai bintang, dengan begitu dapat menemukan kecerahan Nebula yang terkait dengan perbedaan masa bintang.

Nebula memang cukup umum di alam semesta yang dapat diamati. Beberapa diantaranya Helix Nebula, Cat's Eye Nebula, Ring Nebula dan Bubble Nebula.

Penamaan tersebut bukan karena terhubung dengan planet. Namun saat ditemukan oleh William Hershel pertama kalinya pada akhir abad ke-18, seluruh obyek itu mirip planet saat diamat melalui teleskop.

Sementara, 30 tahun lalu para astronom mengamati Nebula paling terang di galaksi lain dengan tingkat kecerahan hampir sama. Secara teoritis maka astronom dapat menghitung seberapa jauh jaraknya.

Zijlstra menjelaskan bintang tua dengan massa rendah membuat Nebula jadi jauh lebih redup. Hal tersebut sudah menjadi sumber konflik selama 25 tahun terakhir, ungkapnya.

"Data menyebut Anda bisa mendapatkan nebula terang pada bintang dengan massa rendah seperti Matahari, model mengatakan itu tidak mungkin, apapun yang kurang dari sekitar dua kali massa Matahari akan membuat nebula terlalu redup untuk dilihat," jelasnya.


(roy/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Matahari Bakal Mati, Apa yang Terjadi Pada Bumi dan Manusia?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular