Ancaman Ngeri di Tengah Covid Makan Korban Lagi: India!
Jakarta, CNBC Indonesia - Faizuddin masih trauma akan sambaran petir yang menewaskan ketiga temannya saat berfoto selfie di atas benteng berusia 400 tahun di India, di mana perubahan iklim (climate change) membuat serangan mematikan itu lebih sering terjadi.
Puluhan orang telah menemukan tragedi yang sama di negara bagian gurun barat Rajasthan, di mana kematian yang disebabkan badai petir dulu jarang terjadi.
"Saya disambar tiga petir, satu demi satu," ujar Fauzuddin dengan suara bergetar dan berbaring terbungkus selimut di rumahnya yang sederhana di Jaipur.
Dia dan tiga teman masa kecilnya telah menaiki ratusan anak tangga ke menara pengawas di Benteng Amer pada Juli lalu. Di bulan itu Badai Juli telah merenggut nyawa delapan orang lainnya.
"Suaranya memekakkan telinga, rasanya seperti ledakan bom besar. Celana dan sepatu saya terbakar, anggota badan saya menjadi kaku dan saya tidak bisa bergerak," ujar pria 21 tahun itu kepada AFP, dan dikutip CNBC Indonesia, Jumat (3/9/2021).
Berdasarkan data pemerintah, sekitar 2.500 orang tewas setiap tahunnya di India karena sambaran petir. Bandingkan dengan Amerika Serikat (AS) yang hanya 45 orang.
Halilintar mengandung listrik sebanyak satu miliar volt dan dapat menyebabkan kerusakan besar pada bangunan saat dihantam. Sanjay Srivastava dari Kampanye India Tangguh Petir mengungkapkan pemanasan global mendorong peningkatan badai petir.
"Karena perubahan iklim dan pemanasan lokal di permukaan bumi, dan lebih banyak kelembapan, tiba-tiba terjadi gelombang petir yang sangat besar," katanya.
(roy/roy)