Ini Alasan Kenapa Covid-19 di Malaysia Terus Meledak
Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus Covid-19 di Malaysia masih terus melonjak. Negara tersebut mencatat kasus aktif sebanyak 260.700 kasus saat ini.
Meski begitu dalam catatan kasus baru per Senin (23/8/2021), memang ada angka penurunan. Tercatat ada 17.672 kasus baru setelah pada akhir pekan mencapai rekor tertinggi sebanyak 23.564 orang.
Seorang analis politik asal Kuala Lumpur, Malaysia bernama James Chai mengungkapkan analisa penyebab kasus di negeri jiran itu terus meledak. Bahkan saat pemerintah juga telah melakukan segala upaya agar dapat menekan kasus.
Analisa Chai terungkap dalam kolomnya di media Al-Jazeera dan terbit 3 Agustus lalu. Berikut rangkuman catatan Chai dalam artikel berjudul 'Malaysia: From Covid Role Model to a Mini-India' tersebut, dikutip Rabu (25/8/2021):
Terbuai Pujian
Tahun lalu, Malaysia pernah mendapatkan pujian setinggi langit karena keberhasilannya menekan transmisi lokal hingga nol kasus selama beberapa hari. Pemerintah setempat dinilai terbuai pada pujian karena bisa mencatatkan nol kasus dalam beberapa hari pada transmisi lokal Covid-19.
Pujian itu banyak datang dari para ahli asing, akademisi hingga WHO. "Setahun yang lalu, Malaysia merayakan diri sebagai negara dengan transmisi lokal Covid-19 mencapai nol selama beberapa hari, meraih banyak pujian dari para ahli asing, akademisi, dan organisasi seperti WHO," kata Chai.
"Tindakan cepat pemerintah Malaysia untuk menerapkan penguncian skala penuh, berinvestasi dalam pengujian dan fasilitas medis, dan menyebarkan komunikasi proaktif dengan publik menghasilkan lebih sedikit kasus daripada di seluruh Asia Tenggara," kata Chai.
Namun pujian itu ternyata berbuah hal buruk. Chai mengatakan Malaysia dinilai terlalu cepat memberi selamat pada diri sendiri karena Capaian itu.
"Ini adalah pembalikan nasib yang dramatis bagi sebuah negara yang pernah dianggap sebagai panutan dalam menangani pandemi," tambahnya.
Menggelar Pemilu
Karena terlalu berpuas diri, menjadi serangan balik bagi pemerintah Malaysia. Mereka merasa keadaan sudah aman dan terlalu percaya diri dengan rinakan pada anti pandemi di tahun lalu.
Lalu pada Agustus 2020, Malaysia memutuskan menggelar pemilihan umum (Pemilu) di seluruh wilayah. Termasuk wilayah bagian termiskin di negara itu, Sabah.
Masa kampanye membuat maskapai meningkatkan freknsi penerbangan untuk membawa para politisi dan pendukung mereka masuk serta keluar sebuah wilayah.
Selain itu ada 257 aksi unjuk rasa yang disetujui. Banyak dari acara tersebut dilakukan dengan sedikit jarak sosial, penggunaan masker atau mematuhi pedoman kesehatan. Sementara saat hari pemilu ada 1,1 juta masyarakat yang langsung datang ke tempat pemungutan suara.
Pemilu Sabah menyumbang 70% kasus di negara bagian itu sendiri dan sekitar 64% di wilayah lain, kata peneliti dari National University of Singapore.
Namun pemerintah masih melakukan penolakan dengan mengatakan situasi 'masih dapat dikendalikan' dan 'terkendali'.
(roy/roy)