Ini Alasan Kenapa Covid-19 di Malaysia Terus Meledak

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
25 August 2021 07:25
Kasus Covid-19 di Malaysia Tembus 20 Ribu Kasus(CNBC Indonesia TV)
Foto: Kasus Covid-19 di Malaysia Tembus 20 Ribu Kasus(CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus Covid-19 di Malaysia masih terus melonjak. Negara tersebut mencatat kasus aktif sebanyak 260.700 kasus saat ini.

Meski begitu dalam catatan kasus baru per Senin (23/8/2021), memang ada angka penurunan. Tercatat ada 17.672 kasus baru setelah pada akhir pekan mencapai rekor tertinggi sebanyak 23.564 orang.

Seorang analis politik asal Kuala Lumpur, Malaysia bernama James Chai mengungkapkan analisa penyebab kasus di negeri jiran itu terus meledak. Bahkan saat pemerintah juga telah melakukan segala upaya agar dapat menekan kasus.

Analisa Chai terungkap dalam kolomnya di media Al-Jazeera dan terbit 3 Agustus lalu. Berikut rangkuman catatan Chai dalam artikel berjudul 'Malaysia: From Covid Role Model to a Mini-India' tersebut, dikutip Rabu (25/8/2021):

Terbuai Pujian

Tahun lalu, Malaysia pernah mendapatkan pujian setinggi langit karena keberhasilannya menekan transmisi lokal hingga nol kasus selama beberapa hari. Pemerintah setempat dinilai terbuai pada pujian karena bisa mencatatkan nol kasus dalam beberapa hari pada transmisi lokal Covid-19.

Pujian itu banyak datang dari para ahli asing, akademisi hingga WHO. "Setahun yang lalu, Malaysia merayakan diri sebagai negara dengan transmisi lokal Covid-19 mencapai nol selama beberapa hari, meraih banyak pujian dari para ahli asing, akademisi, dan organisasi seperti WHO," kata Chai.

"Tindakan cepat pemerintah Malaysia untuk menerapkan penguncian skala penuh, berinvestasi dalam pengujian dan fasilitas medis, dan menyebarkan komunikasi proaktif dengan publik menghasilkan lebih sedikit kasus daripada di seluruh Asia Tenggara," kata Chai.

Namun pujian itu ternyata berbuah hal buruk. Chai mengatakan Malaysia dinilai terlalu cepat memberi selamat pada diri sendiri karena Capaian itu.

"Ini adalah pembalikan nasib yang dramatis bagi sebuah negara yang pernah dianggap sebagai panutan dalam menangani pandemi," tambahnya.

Menggelar Pemilu

Karena terlalu berpuas diri, menjadi serangan balik bagi pemerintah Malaysia. Mereka merasa keadaan sudah aman dan terlalu percaya diri dengan rinakan pada anti pandemi di tahun lalu.

Lalu pada Agustus 2020, Malaysia memutuskan menggelar pemilihan umum (Pemilu) di seluruh wilayah. Termasuk wilayah bagian termiskin di negara itu, Sabah.

Masa kampanye membuat maskapai meningkatkan freknsi penerbangan untuk membawa para politisi dan pendukung mereka masuk serta keluar sebuah wilayah.

Selain itu ada 257 aksi unjuk rasa yang disetujui. Banyak dari acara tersebut dilakukan dengan sedikit jarak sosial, penggunaan masker atau mematuhi pedoman kesehatan. Sementara saat hari pemilu ada 1,1 juta masyarakat yang langsung datang ke tempat pemungutan suara.

Pemilu Sabah menyumbang 70% kasus di negara bagian itu sendiri dan sekitar 64% di wilayah lain, kata peneliti dari National University of Singapore.

Namun pemerintah masih melakukan penolakan dengan mengatakan situasi 'masih dapat dikendalikan' dan 'terkendali'.

Pemerintah melonggarkan akses mobilitas masyarakat saat pemilu dlakukan. Chai mengatakan perjalanan Antarnegara bagian diizinkan dan pelonggaran pembatasan di bulan Desember, padahal kasus sedang meningkat tajam.

"Perjalanan antarnegara bagian diizinkan dan pembatasan dilonggarkan pada bulan Desember, meskipun negara itu mengalami peningkatan hampir sepuluh kali lipat dalam kasus kumulatif dari Oktober hingga Desember," jelasnya.

Para profesional medis telah berusaha untuk mengingatkan pemerintah mengenai bencana itu. Pada Januari 2021, mereka menulis surat terbuka pada Perdana Menteri saat itu yang kini sudah mengundurkan diri, Muhyiddin Yassin.

Surat itu berisi mengenai akan ada bencana di rumah sakit jika penularan Covid-19 tidak dikenalikan. Namun sekali lagi kepuasan pemerintah menjadikan aksi yang dilakukan saat minim untuk mencegah pandemi.

Kebijakan pembatasan dilakukan setengah hati dan tidak ilmiah. Lockdown nasional yang dilakukan pada Juni dinilai sudah terlambat dan tidak bisa menghentikan angka infeksi.

Sebagai informasi, angka infeksi Malaysia mendekati 1 juta orang. Padahal negara itu hanya memiliki penduduk 32 juta orang saja.

Tidak Ada Rantai Komando Satu Arah

Selain itu penyebab kasus yang melonjak karena tidak ada kesatuan pada rantai komando di pemerintah Muhyiddin. Kabinet saat iu terdiri dari menteri dari berbagai partai yang bersaing di politik dan membuat tidak bisa dipercaya dan tidak kooperatif saat melakukan kerja sama.

Partai perdana menteri, Partai Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu) dan Partai Organisasi Persatuan Melayu Nasional (UMNO) yang merupakan partai terbesar di pemerintah terlibat pertengkaran di publik. Masalah ini membuat keputusan yang kontradiktif dan kebijakan yang membingungkan.

UMNO akhirnya memutuskan menarik diri dari koalisi sebab menilai Muhyiddin gagal menangani pandemi. Pada Mei lalu saat krsi kesehatan makin cepat, Presiden UMNO Zahid Hamidi meminta publik tidak mengaitkan partainya dengan kegagalan Muhyidi. Meski UMNO menjadi anggota koalisi pemerintah.

"Memang benar bahwa [kami] adalah bagian dari [koalisi pemerintah] ... [tetapi] sebagian besar pandangan dan saran kami tentang Covid-19 tidak mendapat banyak perhatian," kata Zahid saat itu.

Legitimasi pemerintah makin berkurang dan mengakibatkan kepatuhan masyarakat pada langkah antipandemi rendah menambah masalah dalam penanganan pandemi di Malaysia.

Klaim standar ganda juga terlihat saat para menteri dan pejabat terpilih terus melakukan pelanggaran aturan Covid-19. Para menteri dibebankan dari masa karantina wajib 14 hari setelah kembali dari luar negeri dan anggota parlemen diizinkan untuk ke luat negeri dengan bebas.

Pejabat juga dilaporkan tidak mematuhi pembatasan penguncian, termasuk laporan menteri yang makan di restoran saat tidak diiiznkan.

Saat para pejabat tertangkap tangan melanggar aturan itu, hukuman yang dijatuhkan poun lebih ringan dibandingkan masyarakat biasa.

Kejadian itu membuat marah masyarakat dan banyak dari mereka yang menolak mematuhi aturan. Misalnya mereka mengabaikan larangan perjalanan antarkabupaten dan negara
bagian.

Barikade yang didirikan polisi dibakar oleh publik sebagai bentuk pembangkanan. Kemarahan tersebut semakin memuncak saat ratusan masyarakat yang sebagian besar anak muda turun ke jalan menuntut perdana menteri mengundurkan diri.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular