Ironi Raksasa Teknologi China: Investor Kaya, UMKM Terjepit
Jakarta, CNBC Indonesia - China mungkin terkenal dengan sejumlah perusahaan teknologi besar mulai dari yang bergerak di layanan pesan antar makanan hingga e-Commerce. Namun ternyata ada ironi di balik kejayaan tersebut. Perusahaan bikin investor kaya, tetapi pengusaha UMKM menjerit.
Investor kaya karena kenaikan harga saham yang tinggi. Sebagian ekonomi baru, saham teknologi banyak diburu para investor karena dianggap sebagai ekonomi masa depan.
Namun di balik itu, pengusaha UMKM yang bergabung dengan perusahaan teknologi tak sepenuhnya senang. Salah satu seorang pemilik restoran di Beijing yang mengaku mendapat beban keuangan tambahan setelah bergabung dengan platform digital untuk menawarkan produknya. Ia meminta namanya anonim karena takut ada tindakan balasan dari penyedia layanan pengiriman makanan online.
"Ini mungkin terdengar seperti platform internet memberi kami lebih banyak peluang, namun juga memberi lebih banyak beban keuangan pada kami," kata dia, dikutip dari CNBC Internasional, Kamis (12/8/2021).
Ceritanya pada 2019, ia mendaftarkan restorannya pada salah satu platform pengiriman makan terbesar di China, Meituan. Saat itu dia ditarik komisi 18% dari setiap penjualan makanan dan staf perusahaan mengklaim ini sebagai biaya terendah dibandingkan pesaing. Ia juga dilarang mendaftarkan restorannya ke pengiriman makanan lain.
Namun dia mendaftarkan restorannya pada platform pengiriman lain yakni Ele.me milik Alibaba. Ini sebagai upaya untuk bertahan dalam pandemi Covid-19 ketika pendapatan turun dari pengunjung restoran.
Keputusannya itu memicu amarah dari staf Meituan, dia juga diharuskan membayar komisi 25% lebih tinggi jika tidak menghapus Ele.me. Namun akhirnya dia memutuskan keluar dari Meituan.
CNBC Internasional menyatakan Meituan menolak mengomentari kasus bisnis individu.
Pemerintah China sendiri sejak getol mengejar penyelidikan pada perusahaan teknologi termasuk soal penegakan aturan anti monopoli. Menurut Yang Guang, yang memiliki toko serba ada di apartemen Beijing bersama istrinya, aturan itu adalah hal yang baik.
"Jika semua (kebutuhan) sehari-hari ini dikuasai oleh satu atau dua perusahaan, bagaimana kita bisa memiliki bargaining power (posisi tawar)," kata dia.
Yang Guang juga mengaku tak ingin mendaftarkan tokonya ke platform layanan pengiriman seperti Meituan dan Ele.me. Sebab keduanya meminta komisi 15%-25%.
Sebagai gantinya, dia dan istrinya mengirimkan sendiri ke pelanggan terdekat. Dia juga menggunakan aplikasi pesan WeChat untuk berkomunikasi dengan para pembeli.
Masalah perusahaan teknologi China juga bukan hanya soal ketidakadilan pada UMKM, namun juga orang-orang yang bekerja di dalamnya.
Tahun lalu, perusahaan dikecam karena dituding membayar kurang dari 9,5 juta pengendara pengiriman yang dilaporkan menghadapi resiko tinggi cedera atau kematian. Pengendara itu harus buru-buru melakukan pengiriman untuk membuat waktu pengiriman yang dihitung dalam algoritma.
Masalah lain juga menimpa raksasa e-commerce Pinduoduo. Dua karyawannya meninggal diduga karena kerja berlebihan. Satu kematian dikonfirmasi oleh perusahaan dalam sebuah pernyataan, namun satu kasus lainnya tidak segera dikomentari oleh seorang perwakilan perusahaan.
Sementara itu, perusahaan video pendek Kuaishou dan induk usaha Tiktok, ByteDance disebutkan menghentikan kebijakan meminta karyawan bekerja teratur saat akhir pekan.
(roy/roy)