
China Putar Otak Menghindar dari 'Resesi Seks'

Jakarta, CNBC Indonesia - Sensus penduduk China menyoroti tren kelahiran yang menurun dan populasi menua di negara itu. Ada urgensi untuk segera di atas masalah tersebut dan nampaknya China mulai menemukan caranya.
China dilaporkan akan melonggarkan kebijakan kelahirannya karena masalah ini. Sebagai informasi, negara itu memiliki kebijakan satu anak pada akhir 1970an.
Namun pada 2016 mulai melonggarkan dan memungkinkan pasangan memiliki dua anak. Saat itu China menginginkan adanya keseimbangan populasi orang tua dengan cepat.
Sayangnya pelanggaran itu masih dirasa gagal menghentikan penurunan kelahiran. Kabarnya penduduk China tidak mau memiliki anak disebabkan dengan biaya hidup dan pendidikan yang tinggi.
Sementara itu masalah kelahiran kembali muncul. Setelah Sensus 2020 memperlihatkan populasi China bertumbuh paling lambat dalam dekade terakhir sejak 1950-an. Penyebabnya adalah kelahiran yang terus menurun serta usia penduduk di China juga makin menua.
Sejumlah lembaga akhirnya memutuskan lebih vokal menyuarakan masalah ini. Salah satunya adalah PBoC atau Bank Sentral China. Bulan lalu, PBOC menyebutkan negara itu harus 'sepenuhnya meliberalisasi dan mendorong kelahiran'. Ini dilakukan dengan harapan bisa mengimbangi dampak ekonomi.
Menurut PBOC, China harus berkaca pada masalah Jepang yang 'kehilangan 20 tahun'. "Pergeseran demografis dapat menyebabkan stagnasi ekonomi, penurunan tingkat simpanan dan deflasi harga aset, sementara sistem pensiun saat ini tidak siap untuk atasi jumlah penduduk yang menua," kata lembaga itu.
Selama 10 tahun populasi masyarakat China berusia 65 tahun meningkat dari 8,87% di tahun 2010 menjadi 13,5% pada tahun lalu.
Namun kebijakan melonggarkan pembatasan kelahiran bukannya tanpa masalah. Ada konsekuensi lain misalnya kemiskinan yang bertambah serta tekanan pada pekerjaan.
"Jika kita membebaskan kebijakan itu, orang di pedesaan bisa lebih bersedia melahirkan daripada di kota, dan mungkin ada masalah lain," kata seorang sumber kebijakan yang enggan menyebutkan namanya, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (19/5/2021).
(roy/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article China Disarankan Bayar Warga Rp 2,3 M Demi Atasi 'Resesi Sex'
