
Duh! GrabFood CS "Berdarah-darah" di Myanmar

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak akses internet di Myanmar dibatasi bahkan diputusĀ oleh pihak penguasa junta militer, banyak bisnis dengan layanan digital dirugikan. Salah satu bisnis yang terdampak paling parah adalah bisnis jasa layanan antar makanan.
Bahkan beberapa pengemudi dalam jasa pengiriman makanan harus rela untuk berhenti bekerja. Salah satunya dialami oleh jasa layanan antar makanan Foodpanda, di mana beberapa pengemudi harus menganggur dalam dua bulan terakhir.
"Kami bahkan berjuang mencari uang untuk makan tiga kali sehari. Kami harus terus meminta maaf kepada tuan tanah karena menunda pembayaran sewa, "kata salah seorang pengemudi Foodpanda Ko Myo Myint Maung sebagaimana dilaporkan The Irrawaddy, Selasa (20/4/2021).
Saat ini,Ko Myo Myint Maung pun merasa sangat kesulitan untuk membeli obat yang dibutuhkan ibunya atau suplemen untuk putrinya yang berusia dua bulan.
Tak hanya Myint Maung, Ma Malar Htun, seorang wanita pengendara Foodpanda di Kotapraja Sanchaung Yangon juga menyatakan hal yang sama. Ia mengatakan bahwa banyak orang kehilangan pekerjaannya karena hal ini
"Sebagian besar dari kami kehilangan pekerjaan sejak pertengahan Februari karena layanan internet sering mati-matian."
Selain akibat layanan internet yang mati, para pengemudi juga mengeluhkan mengenai banyaknya militer junta yang berjaga. Bahkan terlihat mencuri beberapa makanan dari para pengemudi yang masih beroperasi.
"Pasukan keamanan ada di mana-mana di Yangon. Ini sama sekali tidak aman bagi mereka juga," ujar salah satu petinggi bisnis layanan antar makanan.
Layanan pesan-antar makanan seperti Food2u, Yangon Door2Door, Foodpanda, Hi-So Mall, dan Grabfood menjadi jauh lebih populer di Myanmar pada tahun 2019, seiring dengan semakin meluasnya layanan smartphone dan internet.
Di era pandemi, aplikasi ini semakin meningkatkan permintaan pengiriman makanan dari karena orang-orang berusaha menghindari pergi ke tempat-tempat umum. Industri pengiriman makanan yang berkembang mempekerjakan ribuan anak muda di kota-kota besar, terutama di Yangon, ibu kota komersial
Namun sejak pengambilalihan militer, rezim telah memerintahkan serangkaian penutupan internet nasional setelah protes anti-kudeta nasional mendapat dukungan kuat di media sosial. Pada pertengahan Februari, junta memblokir akses internet dari pukul 01.00 hingga 09.00 setiap hari.
Tetapi dengan pengunjuk rasa yang masih memosting gambar tindakan brutal terhadap pendukung pro-demokrasi, junta semakin membatasi komunikasi dengan memblokir layanan internet seluler pada akhir Maret. Pada 2 April, rezim memerintahkan penutupan semua layanan broadband nirkabel hingga pemberitahuan lebih lanjut.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Resmi! Militer Myanmar Dilarang Gunakan Facebook & Instagram
