Spekulasi OVO-DANA Gabung, GoPay Dalam Bahaya?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
21 April 2021 04:10
Head of Strategy & Innovation Lab OVO (PT Visionet Internasional) Abraham Viktor dalam acara peluncuran OVO Paylate
Foto: Head of Strategy & Innovation Lab OVO (PT Visionet Internasional) Abraham Viktor dalam acara peluncuran OVO Paylate (CNBC Indonesia/Bernhart Farras)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku pasar berspekulasi bahwa dompet digital DANA bakal bergabung dengan OVO setelah Grab memutuskan untuk suntik modal PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang sebelumnya induk DANA melalui H-Holdings. 

Meskipun dalam keterbukaan yang disampaikan di situs resmi bursa pihak perusahaan menegaskan bahwa tidak ada hubungan antara suntik modal dengan spekulasi liar di pasar, tetapi kabar ini tetap menarik untuk ditelisik lebih jauh. 

Pasalnya belum lama ini perusahaan rintisan (start up) decacorn RI Gojek memutuskan untuk merger degan unicorn e-commerce Tanah Air Tokopedia. Penggabungan kedua start up tersebut memunculkan satu start up raksasa dengan valuasi hampir mencapai US$ 20 miliar atau setara dengan Rp 290 triliun (asumsi kurs Rp 14.500.US$).

Bisnis startup digital memang sangat dinamis dan seru. Sebelumnya Gojek dikabarkan bakal merger dengan Grab. Namun karena satu dan lain hal seperti permasalahan persaingan usaha, isu tersebut pun hanya menjadi kabar burung. 

Namun ketika aksi penggabunga Gojek dengan Tokopedia terjadi dan bertransformasi menjadi GoTo, banyak yang bertanya. Bagaimana nasib OVO? Sebelumnya OVO menempel di Tokopedia dan digunakan sebagai alat pembayaran ketika berbelanja online. 

Baik Grab maupun Tokopedia sama-sama memiliki saham di dompet digital yang sebelumnya dimiliki oleh Group Lippo ini.

Grab tak mau kalah, walau suntikan modal ke EMTK hanya membuatnya memegang kurang dari 5% saham perusahaan konglomerat media dan teknologi tersebut setidaknya ini menjadi salah satu langkah mempertahankan posisi untuk melawan hegemoni GoPay yang selama ini masih menjadi yang terpopuler dan banyak digunakan.

Tak hanya punya OVO, Grab juga menyuntik modal uang digital lain yaitu LinkAja yang sahamnya dikuasai perusahaan-perusahaan pelat merah (BUMN). Setelahnya giliran Gojek yang menyuntik LinkAja. Ini adalah persaingan memperebutkan pasar yang besar.

Bisnis uang elektronik terus bertumbuh dalam lima tahun terakhir seiring dengan semakin tingginya adopsi teknologi digital di kalangan masyarakat Tanah Air. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) sejak 2016-2020 nilai transaksi menggunakan uang elektronik tumbuh 7x dari US$ 2 miliar menjadi US$ 14 miliar. 

Tahun ini nilai transaksinya diperkirakan bakal tumbuh 32% dibanding tahun lalu menjadi US$ 18,5 miliar atau setara dengan Rp 267,8 triliun. Dari sebegitu besar nilai transaksinya, selama ini didominasi oleh empat uang digital tadi yakni GoPay, OVO, DANA dan LinkAja mendominasi penggunaan dompet digital di Tanah Air.

Dilihat dari engagement untuk download di platform Google PlayStore GoPay masih unggul. Maklum karena GoPay berada di dalam Gojek. Berdasarkan studi yang dipublikasikan oleh iPrice, GoPay juga masih yang paling banyak pengguna aktifnya.

Sejak kuartal kedua tahun 2019 hingga paruh pertama tahun lalu GoPay konsisten menduduki peringkat satu dilihat dari pengguna aktif bulanan. Di posisi kedua dan ketiga diduduki oleh OVO dan DANA. Menyusul mereka ada LinkAja di peringkat empat. Namun dari sisi rating DANA yang paling unggul.

Kini bisa dibilang baik Gojek maupun Grab sudah bisa dikatakan menguasai keempat dompet digital yang mendominasi transaksi. Gojek memegang GoPay dan LinkAja. Sementara kendaraan Grab adalah OVO dan DANA jika mengacu pada spekulasi yang beredar di khalayak umum. 

Ini layaknya fase konsolidasi awal untuk membentuk hegemoni di tengah pesatnya pertumbuhan dan mantapnya ekosistem digital domestik. Salah satu kunci kemenangan dalam persaingan bisnis uang digital ini adalah bagaimana para pemain mengintegrasikannya ke dalam ekosistem yang sudah dibangun. 

Untuk kasus Gojek dengan GoPay bisa digunakan untuk bertransaksi baik di lapaknya sendiri maupun untuk berbelanja online di Tokopedia yang memiliki lebih dari 10 juta merchant dan puluhan juta pengguna aktif setiap bulan dengan gross merchant value (GMV) mencapai lebih dari Rp 200 triliun. 

Belum lagi Gojek juga punya bank lewat aksi akuisisi 23% saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) untuk dijadikan bank digital. Ekosistem digital menjadi semakin mantap ditopang dengan bisnis logistik lewat Gojek sendiri, bisnis keuangan lewat GoPay dan Bank Jago serta bisnis commerce lewat Tokopedia. 

Sementara Grab dengan Grabike dan GrabFood-nya ditopang juga oleh OVO. Kalau memang suatu saat nanti OVO dan DANA benar-benar berduet lewat merger maka akses Grab ke e-commerce bisa melalui Bukalapak karena di platform ini DANA digunakan sebagai alat pembayaran layaknya GoPay di Gojek dan OVO di Tokopedia sebelumnya. 

Lantas terkait dengan investasi duo startup decacorn Asia Tenggara ke LinkAja bagaimana? Eksposur LinkAja ke ekosistem BUMN tentu saja besar karena di dalamnya ada empat bank pelat merah tebesar, Telkom hingga Pertamina. 

Bayangkan jika ekosistem yang terbentuk semakin optimal maka ekosistem BUMN juga tak bisa disepelekan. Bayar tagihan listrik dengan uang digital. Bayar bensin juga dengan uang digital. Bayar jalan tol juga hanya perlu keluarkan smartphone lewat QR code. 

Ending dari persaingan ini belum bisa dilihat dari sekarang karena baru masuk fase panas-panasnya. Namun persaingan jelas mengerucut ke dua pemain besar yang selama ini terus berkompetisi dengan sengit. Gojek vs Grab dan investor di belakangnya yang saling terkait. 

Jalan masih panjang. Peta persaingan bakal lebih dinamis lagi karena tidak hanya kompetisi saja yang menonjol tetapi kolaborasi membangun ekosistem yang juga semakin kental. 

Sebagai penonton mari kita nantikan dan saksikan saja gebrakan selanjutnya dari para startup yang membuat dunia bisnis Tanah Air semakin dinamis, menggairahkan dan seru ini. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular