BI & The Fed Beri Warning Soal Bitcoin, Apa Bahayanya?

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
16 April 2021 04:20
FILE PHOTO: Representations of the Ripple, Bitcoin, Etherum and Litecoin virtual currencies are seen on a PC motherboard in this illustration picture, February 13, 2018. Picture is taken February 13, 2018. REUTERS/Dado Ruvic/File Photo
Foto: REUTERS/Dado Ruvic

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan harga cryptocurrency sejak awal tahun menjadi perhatian Bank Indonesia (BI) dan Federal Reserve (The Fed). Kedua bank sentral ini pun mengingatkan masyarakat soal bahaya berinvestasi di mata uang digital itu.

Gubernur Federal Reserve Jerome Powell mengatakan sebagian besar cryptocurrency dipakai sebagai taruhan pada kenaikan harganya dan belum mencapai status mekanisme pembayaran.

"Cryptocurrency benar-benar kendaraan spekulasi," ujar Jerome Powell kepada The Economic Club of New York dalam wawancara virtual dengan David Rubenstein, salah satu pendiri Carlyle Group. "Mereka tidak benar-benar digunakan secara aktif sebagai pembayaran."

Powell pun membandingkan cryptocurrency dengan emas. "Selama ribuan tahun, manusia telah memberikan emas nilai khusus yang tidak didapatkannya dari industri logam" ujar Jerome Powell seperti dikutip dari CNBC International, Jumat (16/4/2021).

BI juga memberikan peringatan kepada masyarakat dalam menggunakan cryptocurrency. Mata uang digital ini tidak bisa dijadikan alat pembayaran resmi karena hanya rupiah yang diakui sebagai satu-satunya alat pembayaran resmi di Indonesia. Bagi investor BI juga meminta untuk berhati-hati.

"Sebagai otoritas sistem pembayaran, kita masih melarang penggunaan cryptocurrency sebagai pembayaran. Tapi untuk investasi, bukan dengan kita (pengawasannya). Kita sudah mewanti-wanti risikonya, karena tidak ada underlying asset (aset dasar)," Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono.

Sementara itu dalam berinvestasi, ada dua hal yang harusnya diperhatikan yakni return (imbal hasil) dan resiko. Asisten Gubernur & Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Filianingsih Hendarta mengatakan semuanya bergantung pada kemampuan menyerap resiko yang dilakukan para investor.

Menurutnya hal-hal inilah yang harus dimitigasi. Saat berinvestasi orang akan melihat likuiditas dari alat investasinya.

"Jadi kita harus memitigasi itu. Kalau investasi biasanya orang juga melihat ke-likuid-an dari alat investasinya, seberapa likuid. Kalau dibutuhkan, apakah dengan cepat (bisa dicairkan), itu juga mempengaruhi," jelasnya.


(roy/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Bitcoin Tembus Rp 252 Juta, Cuan Rp 20,7 Juta Semalam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular