
Soal PP Postelsiar, Apa Sih yang Jadi Sorotan?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Postelsiar) sebagai regulasi lanjutan dari UU nomor 11/2020 tentang Cipta kerja.
Ada hal yang cukup ramai disorot, pertama soal perusahaan asing Over The Top (OTT)
CNN Indonesia menulis, menurut pakar hukum telekomunikasi Ahmad Redi menilai kompleksnya masalah di sektor telekomunikasi dengan perusahaan digital asing di tanah air bisa diselesaikan secara komprehensif.
Redi memberikan contoh, kerja sama antara perusahaan over the top (OTT) asing seperti Netflix dkk dengan operator telekomunikasi harus diatur secara rinci dalam RPM turunan dari PP Postelsiar. Dalam hal ini Redi meminta Kominfo agar meminta masukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk membuat RPM yang atur perizinan OTT Asing.
"Buat RPM, Kominfo harus gaet Kemenkeu, Tujuannya agar Indonesia dapat menikmati keuntungan dari industri digital, khususnya soal pajak penghasilan dari OTT Asing atau perusahaan digital asing," kata Redi.
Sementara hal yang jadi sorotan kedua adalah kewajiban pengembalian pita frekuensi pada negara yang coba dihilangkan. Hal ini dikhawatirkan akan berujung pada jual beli frekuensi.
Banyak yang berpandangan, pita frekuensi ini harusnya dikembalikan lagi kepada negara jika ada aksi koprorasi. Aturan PP tersebut menjadi lebih longgar.
"Harus tetap dikembalikan pada negara dulu untuk frekuensi bila ada aksi korporasi, walaupun lama urusannya. Karena ini sensitif di era bisnis data. Jadi bisnis data ini yang masih memberikan semangat para operator untuk berbisnis," ungkap Pengamat dan Pemerhati Kebijakan Publik Agus Pambagio akhir pekan lalu.
Dia mengatakan ini yang harus dilakukan bila terjadi merger PT Indosat Ooredoo Tbk (ISAT) dan PT Hutchinson 3 Indonesia (Tri), pemegang saham pengendali di kedua operator itu telah melakukan perjanjian untuk menfinalisasi kerja sama baru di antara keduanya paling lambat akhir April 2021.
"Frekuensi jangan dikasih ke dua-duanya. Seharusnya dikembalikan dulu lalu dievaluasi kinerja mereka. Apakah benar tidak ada masalah atau sebagainya?," katanya.
Kemenkominfo harusnya terlebih dahulu melakukan penilaian dan evaluasi yang objektif dan bebas dari kepentingan politik terhadap operator telekomunikasi sebelum menyetujui pengalihan frekuensi. Evaluasi yang harus dilakukan termasuk menagih janji investasi dan pembangunan jaringan yang telah disampaikan operator telekomunikasi ketika mendapatkan izin.
"Saya meminta Menkominfo dapat lebih tegas kepada operator telekomunikasi. Tagih saja janji-janji mereka sewaktu ketika mengajukan izin. Komitmen pembangunan merupakan kewajiban operator telekomunikasi ketika mereka mendapatkan izin. Saat ini kebutuhan akan layanan data sangat tinggi. Seharusnya itu menguntungkan investor asing pemilik operator telekomunikasi tersebut," terangnya.
(dru)
[Gambas:Video CNBC]