
Jangan Tenang Dulu, Baru 2,2% Orang di Bumi Divaksin Covid-19

Melansir tulisan yang dipublikasikan di situs Infectious Disease Advisor, efficacy vaksin Pfizer/BioNTech mencapai 92,6%. Untuk vaksin mRNA yang dikembangkan oleh Moderna, tingkat keampuhan teoritisnya mencapai 92,1%.
Berbicara soal keampuhan vaksin berdasarkan hasil uji klinis memang bisa beragam karena faktor yang mempengaruhi juga banyak. Mulai dari lokasi uji klinis, ras, gender, usia, bahkan hingga populasi sampel.
Lagipula uji klinis adalah sebuah eksperimen yang cenderung terkontrol sehingga dalam kondisi riil keampuhannya bisa lebih rendah dari hasil uji yang dilakukan. Hal ini seharusnya tidak membuat bingung. Selagi tingkat keampuhannya masih di atas standard WHO yaitu 50% maka masih bisa digunakan.
Sebagai informasi tingkat keampuhan 50% berarti kelompok yang divaksin berpotensi terinfeksi Covid-19 50% lebih rendah dari kelompok yang tidak divaksinasi. Untuk kasus vaksin Oxford/AstraZeneca tingkat efficacy-nya juga beragam.
Analisis eksplorasi menunjukkan bahwa efikasi vaksin terhadap gejala primer Covid-19 adalah 55,1% dengan selang waktu kurang dari 6 minggu dan 81,3% dengan interval setidaknya 12 minggu.
Khasiat melawan infeksi tanpa gejala di Inggris menunjukkan hasil yang serupa, dengan peningkatan khasiat yang berkorelasi dengan peningkatan interval.Dosis standar tunggal vaksin terbukti mempertahankan efektivitas 76% terhadap gejala primer Covid-19 dalam 3 bulan pertama setelah vaksinasi.
Berbeda lagi dengan Sinovac, tingkat efficacy di berbagai negara uji cenderung menunjukkan hasil yang berbeda signifikan. Di Turki misalnya tingkat keampuhannya disebut mencapai 91%. Di Indonesia khasiatnya mencapai 65% sementara di Brasil hanya 50%.
Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta urgensi untuk mengembalikan roda perekonomian global, pengembangan vaksin cenderung terjadi secepat kilat. Apabila pada kondisi normal butuh 5-12 tahun untuk vaksin bisa sampai ke publik, akibat Covid-19 waktu yang dibutuhkan pun menjadi sangat singkat.
Hanya butuh satu tahun saja vaksin Covid-19 yang dikembangkan sudah mulai disuntikkan ke masyarakat. Tentu saja kondisi ini ada plus dan minusnya. Namun tetap saja perkembangan yang pesat tidak berarti program vaksinasi harus digeber dengan gegabah.
Bagaimanapun juga dampak vaksin terhadap setiap orang bisa berbeda, sehingga terus dimonitor. Ada yang dampaknya ringan tetapi ada juga di beberapa kasus bisa mengancam nyawa.
Selain pasokan yang masih belum mencukupi, aksesibilitas yang tidak merata, dominansi vaksin tertentu hingga perbedaan khasiatnya, ada faktor lain yang juga harus menjadi perhatian khusus.
Sebenarnya faktor ini juga masih terkait dengan aksesibilitas vaksin. Kendati produksi masih terbatas, untuk meningkatkan output bisa dilakukan dengan memberikan izin kepada negara atau perusahaan lain untuk ikut serta memproduksi vaksin yang sudah terbilang 'dijagokan'.
Namun hal ini dirasa masih tabu. Dalam sebuah tulisan opini oleh Achal Prabhala dan Chee Yoke Ling yang dimuat di The New York Times, negara-negara barat disebut masih enggan memberikan lisensi atau izin bagi negara-negara non-barat untuk memproduksi vaksin yang mereka kembangkan.
Bahkan beberapa negara-negara kaya sampai menolak proposal yang diajukan oleh India dan Afrika Selatan. Hal ini berbeda dengan pengembang vaksin dari China dan Rusia yang selama ini produknya diragukan oleh publik.
Sinovac disebut telah menandatangani kesepakatan untuk mengekspor lebih dari 350 juta dosis vaksinnya ke 12 negara tahun ini. Rekannya yang juga dari China yaitu Sinopharm sepakat untuk mengekspor sekitar 194 juta dosis ke 11 negara. Sementara untuk Sputnik V dari Rusia sekitar 400 juta dosis ke 17 negara.
Ketiga produsen telah menyatakan secara terbuka bahwa mereka akan memiliki kapasitas untuk memproduksi masing-masing hingga 1 miliar dosis pada tahun 2021. Dan ketiganya telah melisensikan vaksin mereka ke produsen lokal di beberapa negara.
Terakhir, laju vaksinasi Covid-19 secara global pun terbilang rendah. Sudah hampir 3 bulan berjalan dosis yang sudah disuntikkan baru 345,3 juta. Padahal populasi manusia di muka bumi mencapai 7,79 miliar. Artinya butuh setidaknya 16 miliar dosis, dengan begitu cakupan vaksinasi yang sekarang sudah dilakukan baru 2,2% saja.
Sampai detik ini vaksin Covid-19 adalah barang langka yang dibutuhkan oleh semua orang. Jika melihat kondisi sekarang fakta-fakta yang sudah dipaparkan di atas memang bikin 'geleng-geleng' karena sangatlah kompleks dan butuh kerjasama serta komitmen yang kuat secara global. Tanpa itu rasanya mustahil hidup normal akan segera terwujud.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)