Internasional

Kronologi Adanya Mutan Corona Baru di Jepang & Pernyataan WHO

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
12 January 2021 16:25
A station passageway is crowded with commuters wearing face mask during a rush hour Tuesday, May 26, 2020, in Tokyo.  Japanese Prime Minister Shinzo Abe lifted a coronavirus state of emergency in Tokyo and four other remaining prefectures on Monday, May 25, ending the declaration that began nearly eight weeks ago. (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Foto: Suasana Stasiun jepang Saat Status Darurat Dicabut (AP/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mutasi baru corona ditemukan di Jepang. Ini bermula sejak 2 Januari lalu.

Saat itu, empat turis asal Brasil tiba di Bandara Haneda Tokyo. Tiga dari turis menunjukkan gejala Covid-19 sementara satu tak bergejala.

Seorang pria 40 tahun mengalami masalah pernafasan, seorang wanita 30 tahun mengalami sakit kepada dan tenggorokan. Sementara seorang remaja laki-laki mengalami demam dan seorang remaja perempuan tak menunjukkan gejala.

Mereka pun segera dibawa ke pusat karantina bandara. Dari sanalah diketahui keempatnya menderita strain baru corona.

Institut Penyakit Menular Nasional Jepang (NIID) mendeteksi varian baru di empat turis tersebut, yang termasuk dalam jenis B.1.1.248. Varian baru ini memiliki kesamaan dengan mutasi yang ditemukan di Afrika Selatan dan Inggris.

Meski demikian The Japan Times menulis, NIID masih melakukan penelitian lebih lanjut. "Belum ada bukti yang menunjukkan varian ini memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi," tegas Kepala NIID, Takaji Wakita , sebagaimana dikutip Reuters.

Kementerian Kesehatan Brasil mengaku telah diberi tahu otoritas Jepang. Namun, kesaksian yang diberikan sedikit berbeda. Mereka menyebut ada potensi penularan virus yang lebih tinggi.

Hal ini kemudian mengundang komentar Badan Kesehatan Dunia (WHO). Lembaga PBB itu memperingatkan soal mutasi baru yang lebih ganas daripada strain corona di awal.

WHO bahkan menyebutnya "sangat bermasalah". WHO juga menyebut kasus rawat inap bakal meledak jika tak segera ditekan.

"Semakin banyak virus menyebar, semakin tinggi kemungkinan perubahan baru pada virus," kata Tedros di kantor pusat WHO di Jenewa dilansir dari CNBC International.

"Ini dapat mendorong lonjakan kasus dan rawat inap, yang sangat bermasalah bagi petugas kesehatan dan rumah sakit yang sudah hampir mencapai titik puncak. Ini terutama benar ketika kesehatan masyarakat dan tindakan sosial telah gagal."

Ia meminta pembatasan penularan corona massif dilakukan. Termasuk penekanan kembali dengan panduan kesehatan yang saat ini seperti memakai penutup wajah, menjaga jarak secara fisik dan mencuci tangan.

"Membatasi penularan akan mencegah mutasi meningkat," tegasnya seraya meminta semua orang patuh memakai masker dan menjaga jarak serta menekankan distribusi vaksin merata ke seluruh dunia.

Senada dengan Tedros, komentar serupa juga dikatakan Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO, Mike Ryan. Ia menyamakan mutasi dengan memasuki dengan pertandingan sepak bola paruh kedua, meskipun tidak mengubah aturan main, hal itu memberikan "energi baru bagi virus".

"Itu menambah tantangan yang Anda hadapi karena oposisi membawa beberapa pemain baru ke lapangan," kata Ryan.

"Itu tidak mengubah apa yang perlu kita lakukan untuk menang. Itu hanya mengubah kekuatan lawan dan, dalam pengertian itu, kita harus mengambil tindakan menggandakan upaya kita."

Sebelumnya, mutasi baru corona B.11.7, yang menyebar 70% lebih cepat ditemukan di Inggris 14 Desember 2020. Mutasi baru ini telah ditemukan setidaknya di 31 negara dunia, berdasar laporan per 30 Desember 2020.

Melansir Universitas Johns Hopkins, corona sudah menginfeksi 90,4 juta orang di seluruh dunia dan menewaskan 1,9 juta orang.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jepang Temukan Mutasi Baru Corona, Beda dari Inggris & Afsel?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular