
Bos Tesla Elon Musk Mau Garap Energy Storage System di RI?
Anisatul Umah, CNBC Indonesia
27 December 2020 18:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Pembicaraan telepon antara Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang didampingi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan dengan CEO Tesla Elon Musk pada Jumat (11/12/2020) masih menyisakan cerita.
Selain membicarakan industri mobil listrik dan komponen utama baterai listrik serta wacana launching pad Space X di Tanah Air, pembicaraan juga menyasar energy storage system.
Demikian diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Investasi Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto dalam wawancara bersama CNBC Indonesia TV seperti ditulis Minggu (27/12/2020).
Seto bilang, keberadaan energy storage system ini menjadi kunci dalam renewable energy atau energi terbarukan. Misalnya saja pada solar energy di mana energi matahari hanya bisa dinikmati pada siang hari.
"Kalau misalnya kita lihat di solar yang menggunakan tenaga matahari itu kan kalau matahari hilang nggak bisa dipakai. Tapi dengan adanya teknologi baterai ini kelebihan produksi di siang hari bisa disimpan," ungkapnya.
Dia menjelaskan, energi yang disimpan ini bisa dinikmati pada malam hari. Sehingga energy storage system menjadi krusial.
"Ini adalah komplemen dari renewable energy yang akan dikembangkan," kata Seto.
Lebih lanjut, dia mengatakan jika hal ini adalah sesuatu yang baru. Karena selama ini masih berfokus pada electric vehicle (EV).
"Sebenarnya baru kita melihatnya, ini masih cukup baru ya, karena fokusnya selama ini pada EV. Tapi energy storage system kemarin dalam pembicaraan antara Bapak Presiden, Bapak Luhut, dan Elon Musk juga sempat dibahas mengenai energy storage system," paparnya.
Melihat hal ini, Seto berpandangan jika ini akan menjadi tren peningkatan pada permintaan baterai lithium di dunia, tidak hanya dari EV.
Lebih lanjut, Seto menegaskan investasi di sektor pertambangan nikel baik asing maupun dalam negeri akan didorong ke jalur hilirisasi, seperti baterai lithium dan besi baja.
"Saya rasa sudah berjalan sangat baik sejauh ini dan kita pun juga susah memperbaiki tata niaga perdagangan nikel. Sehingga saya pikir pihak penambang juga sudah mendapatkan harga yang lebih baik," ujarnya.
Hilirisasi di sektor besi baja, lanjut Seto, juga berkontribusi signifikan pada pengurangan defisit transaksi berjalan. Data sampai November 2020, ekspor besi baja nilainya sudah mencapai sekitar US$ 9,6 miliar, naik sekitar 8 kali lipat dari tahun 2014 saat pemerintah mulai gencar melakukan hilirisasi di sektor ini.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ditelpon Jokowi, Bos Tesla Bakal Kirim Tim ke Indonesia
Most Popular