Dilema Vaksin China! Bantu Negara Miskin, tapi Tak Dipercaya

Yuni astutik, CNBC Indonesia
27 December 2020 09:20
A worker inspects vials of SARS CoV-2 Vaccine for COVID-19 produced by SinoVac at its factory in Beijing on Thursday, Sept. 24, 2020. A Chinese health official said Friday, Sept. 25, 2020, that the country's annual production capacity for coronavirus vaccines will top 1 billion doses next year, following an aggressive government support program for construction of new factories. (AP Photo/Ng Han Guan)
Foto: AP/Ng Han Guan

Jakarta, CNBC Indonesia - Saat negara-negara kaya yang menghentikan pasokan vaksin Covid-19 ke seluruh dunia, negara-negara miskin harus bergantung pada vaksin yang dikembangkan China. Namun muncul banyak keraguan soal vaksin China, apakah vaksin ini efektif dan akan berhasil menangani covid-19?

Melansir CNBC International, Minggu (27/11/2020) China memiliki sejarah skandal vaksin, dan pembuat obatnya telah mengungkapkan sedikit tentang uji coba terakhir mereka dan lebih dari 1 juta inokulasi penggunaan darurat.

Negara-negara maju telah mencadangkan sekitar 9 miliar dari 12 miliar vaksin yang sebagian besar dikembangkan oleh negara Barat yang diperkirakan akan diproduksi tahun depan. Sementara COVAX, upaya global untuk memastikan akses yang sama ke vaksin Covid-19, telah gagal memenuhi kapasitas yang dijanjikan yaitu 2 miliar dosis.

Untuk negara-negara yang belum mendapatkan vaksin, China mungkin satu-satunya solusi. China memiliki enam kandidat dalam tahap uji coba terakhir dan merupakan salah satu dari sedikit negara yang dapat memproduksi vaksin dalam skala besar.

Pejabat pemerintah China telah mengumumkan kapasitas 1 miliar dosis tahun depan, dan Presiden Xi Jinping sempat menyatakan sumpah bahwa vaksin China akan bermanfaat bagi dunia.

Potensi penggunaan vaksin China oleh jutaan orang di negara lain memberi China kesempatan untuk memperbaiki kerusakan reputasinya untuk menunjukkan kepada dunia bahwa China dapat menjadi pemain ilmiah utama.

Namun skandal di masa lalu telah merusak kepercayaan warganya sendiri terhadap vaksinnya, dengan masalah manufaktur dan rantai pasokan yang menimbulkan keraguan apakah itu benar-benar dapat menjadi penyelamat.

"Masih ada tanda tanya tentang bagaimana China dapat memastikan pengiriman vaksin yang andal," kata seorang profesor, Joy Zhang, yang mempelajari etika sains yang muncul di Universitas Kent di Inggris.

Dia mengatakan "tidak transparansi atas data ilmiah dan sejarah bermasalah dengan pengiriman vaksin China".

Bahrain pekan lalu menjadi negara kedua yang menyetujui vaksin Covid-19 China, setelah sebelumnya Uni Emirat Arab. Maroko berencana menggunakan vaksin China dalam kampanye imunisasi massal yang dijadwalkan dimulai bulan ini. Vaksin China juga menunggu persetujuan di Turki, Indonesia dan Brasil, sementara pengujian terus dilakukan di lebih dari selusin negara, termasuk Rusia, Mesir, dan Meksiko.

Di beberapa negara, vaksin China dipandang dengan kecurigaan. Presiden Brasil Jair Bolsonaro telah berulang kali menebar keraguan tentang keefektifan kandidat vaksin perusahaan China Sinovac tanpa mengutip bukti apa pun, dan mengatakan orang Brasil tidak akan digunakan sebagai "kelinci percobaan".

Meski begitu, banyak ahli memuji kemampuan vaksin China. "Studi ini tampaknya dilakukan dengan baik," kata Kepala imunologi dan penyakit menular di sekolah kedokteran Universitas Sydney, Jamie Triccas, merujuk pada hasil uji klinis yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah.

"Saya tidak akan terlalu khawatir tentang itu."

China telah membangun program imunisasinya selama lebih dari satu dekade. Ini telah menghasilkan vaksin yang berhasil dalam skala besar untuk populasinya sendiri, termasuk vaksinasi untuk campak dan hepatitis, kata seorang profesor medis di Universitas Hong Kong, Jin Dong-yan.

"Tidak ada wabah besar di China untuk penyakit ini," katanya. Artinya, vaksin itu aman dan efektif.

China telah bekerja dengan Gates Foundation dan lainnya untuk meningkatkan kualitas manufaktur dalam dekade terakhir. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mem prakualifikasi lima vaksin China non-Covid-19, yang memungkinkan badan-badan PBB untuk membelinya untuk negara lain.

Perusahaan yang produknya memenangkan prakualifikasi termasuk Sinovac dan Sinopharm milik negara, keduanya pengembang terkemuka vaksin Covid-19.

Namun, Institut Produk Biologi Wuhan, anak perusahaan Sinopharm di balik salah satu kandidat Covid-19, terjebak dalam skandal vaksin pada 2018.

Pengawas pemerintah menemukan bahwa perusahaan, yang berbasis di kota tempat virus Corona pertama kali terdeteksi tahun lalu, telah membuat ratusan ribu dosis yang tidak efektif dari vaksin kombinasi untuk difteri, tetanus dan batuk rejan karena kerusakan peralatan.

Pada tahun yang sama dilaporkan bahwa Changsheng Biotechnology Co. memalsukan data tentang vaksin rabies.

Pada 2016, media Tiongkok mengungkapkan bahwa 2 juta dosis berbagai vaksin untuk anak-anak telah disimpan dan dijual secara tidak benar di seluruh negeri selama bertahun-tahun.

Hasilnya, tingkat vaksinasi turun setelah skandal tersebut.

"Semua teman Tionghoa lokal saya, mereka kerah putih, mereka kaya, dan tidak ada dari mereka yang akan membeli obat yang dibuat di Tiongkok. Begitulah adanya, "kata mantan direktur negara dari Gates Foundation di China, Ray Yip. Dia berkata bahwa dia adalah salah satu dari sedikit yang tidak keberatan membeli obat-obatan buatan China.

China merevisi undang-undang pada 2017 dan 2019 untuk memperketat manajemen penyimpanan vaksin dan meningkatkan inspeksi dan penalti untuk vaksin yang salah.

Pengembang vaksin Covid-19 utama di negara itu telah menerbitkan beberapa temuan ilmiah di jurnal ilmiah yang telah ditinjau. Tetapi para ahli internasional mempertanyakan bagaimana China merekrut sukarelawan dan jenis pelacakan apa yang ada untuk kemungkinan efek samping. Perusahaan China dan pejabat pemerintah belum merilis detailnya.

Kini, setelah rilis data tentang efektivitas vaksin buatan Pfizer dan Moderna, para ahli menunggu hasil dari China. Regulator di UEA, tempat vaksin Sinopharm diuji, mengatakan bahwa vaksin itu 86% efektif berdasarkan data uji klinis sementara. Pada hari Kamis, pemerintah Turki mengumumkan bahwa Sinovac 91,25% efektif dari data sementara.

Sinopharm tidak menanggapi permintaan komentar tentang data kemanjuran vaksin. Sinovac dan CanSino, perusahaan vaksin China lainnya, tidak menanggapi permintaan wawancara.


(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kenapa Vaksin Corona China Diuji di RI? Ini Kata Bio Farma

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular