Cetak Rekor Tertinggi Lalu Ambrol 14%, Bitcoin Kok Gitu Sih?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 November 2020 19:00
topik bitcoin thumbnail
Foto: topik/topik bitcoin thumbnail/Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Bitcoin sekali lagi mencuri perhatian para investor di tahun ini, harganya terus menanjak hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah di pekan ini. Mata uang kripto ini menyusul harga emas dunia yang mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada 7 Agustus lalu. Bitcoin pun semakin digadang-dagang akan menjadi emas digital.

Tetapi, bitcoin sekali lagi menunjukkan karakternya yang sangat volatil, artinya pergerakan besar bisa terjadi dalam waktu singkat. Tingginya volatilitas tersebut tentunya menjadi risiko yang harus dihadapi pelaku pasar yang berinvestasi bitcoin.

Berdasarkan data Refinitiv, pada perdagangan Rabu (25/11/2020), bitcoin mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 19.510/BTC, sebelum mengakhiri perdagangan di level 18.870.47/BTC. Sebelum tahun ini, rekor tertinggi berada di US$ 19.458,19/BTC yang dicapai pada 18 Desember 2017.

Kamis kemarin, atau sehari setelah mencetak rekor tertinggi sepanjang masa, harga bitcoin langsung ambrol hingga 14,13% ke US$ 16.203,25/BTC, sebelum mengakhiri perdagangan di US$ 17.058,13/BTC atau merosot 9,6%.

Sepanjang tahun ini hingga mencapai rekor tertinggi tersebut, bitcoin membukukan penguatan jumbo, 172,57%. Maka aksi ambil untung (profit taking) tentunya marak terjadi yang membuat harganya langsung ambrol kemarin.

Sementara pada perdagangan hari ini, Jumat (27/11/2020), pukul 17:57 WIB, bitcoin kembali turun 1,13% ke US$ 16.864,94/BTC, setelah sempat naik 2,5% pagi tadi. Sekali lagi, pergerakan hari ini menunjukkan bagaimana tingginya volatilitas bitcoin.

Ada banyak faktor yang membuat bitcoin bergerak dengan volatilitas tinggi, yang paling menonjol tentunya adalah aksi spekulan. Apalagi dengan kapitalisasi pasar yang terbilang kecil dibandingkan dengan aset tradisional lainnya seperti saham. Kapitalisasi pasar yang kecil menjadi lebih rentan terkena aksi spekulasi, para pemain besar bisa menggerakkan harga bitcoin dengan signifikan.

Berdasarkan data dari Coin Market Cap, kapitalisasi pasar bitcoin saat ini mencapai US$ 312 miliar, sementara kapitalisasi pasar seluruh mata uang kripto sebesar US$ 503 miliar.
Nilai tersebut sangat jauh dibandingkan dengan kapitalisasi pasar bursa saham global yang mencapai US$ 91,22 triliun, berdasarkan data Trading Hours.

Total kapitalisasi pasar seluruh mata uang kripto juga kalah jauh dibandingkan kapitalisasi pasar Facebook yang lebih dari US$ 700 miliar.

Oleh karena itu, bitcoin sangat rentan akan aksi spekulasi yang membuat harganya sangat volatil.

Volatilitas bitcoin ke depannya diperkirkan akan semakin menurun, sebab investor institusional mulai masuk ke pasar mata uang kripto.

BlackRock, salah satu perusahaan asset management terbesar di dunia, juga sudah mulai melirik bitcoin. Chief investment officer Blackrock, Rick Rider dalam acara Squawk Box CNBC International Jumat (20/11/2020) mengatakan bitcoin "akan diterima" sebab banyak millenial yang menggunakannya.

"Saya pikir mata uang kripto akan diterima. Saya pikir itu akan tahan lama, dan anda sudah lihat bank sentral sudah membicarakan mata uang digital," kata Rider.

Saya pikir mata uang digital dan penerimaan (di kalangan millenial) teknologinya serta mata uang kripto adalah nyata. Pembayaran digital adalah nyata, jadi saya pikir bitcoin akan diterima," tambahnya.

Rider bahkan mengatakan suatu saat nanti bitcoin bisa menggantikan emas secara luas.

"Apakah saya berfikir mekanisme bitcoin dapat menggantikan emas secara luas? Ya, saya berfikir demikian, karena mekanisme ini lebih fungsional ketimbang mentransfer emas batangan," katanya.


Sebelum BlackRock, investor-investor kawakan, seperti Paul Tudor Jones, dan Stanley Druckenmillier juga mulai berinvetsasi di bitcon.

Dalam acara "Squak Box" CNBC International pada bulan Mei lalu, Jones mengatakan bitcoin merupakan "spekulasi yang sangat bagus", dan ada sekitar 2% bitcoin dalam portofolio investasinya.

"Lebih dari 1% aset saya saat ini adalah bitcon, mungkin hampir 2%, dan itu terlihat sebagai angka yang tepat untuk saat ini," kata Jones sebagaimana dilansir CNBC International.

Bagi investor pada umumnya, investasi Jones di bitcoin menjadi sesuatu yang tidak biasa. Tetapi menurut Jones, bitcoin lebih baik ketimbang uang tunai, seperti dolar Amerika Serikat (AS).

"Jika anda memegang uang tunai, ada tahu bank sentral memiliki tujuan mendepresiasi nilai tukar sebesar 2% per tahun. Jadi pada dasarnya memegang uang tunai sama dengan membuat aset anda dengan percuma," katanya.

Kemudian Stanley Druckenmillier, melihat inflasi di AS akan terus naik dalam 5 sampai 6 tahun ke depan akibat stimulus moneter dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), dan ia menyukai emas dan bitcoin sebagai lindung nilai terhadap risiko kenaikan inflasi.

Sementara itu CEO Galaxy Digital, Mike Novogratz, kenaikan bitcoin kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2017 misalnya, saat mencetak rekor tertiggi sepanjang masa, kemudian malah ambrol nyaris 80% setahun berselang.

Menurut Novogratz saat itu penguatan bitcoin dipicu aksi spekulatif dari investor ritel, sementara saat ini investor institusional mulai masuk ke bitcoin.

"Anda tidak bisa membeli bitcoin di Citibank atau Bank of Amerika, tetapi ahli strategi mereka membicarakan tentang ini. Kita melihat institusi mulai membeli bitcoin, kita melihat investor kaya raya membeli ini, dan di luar negeri mulai diadopsi oleh institusi," kata Novogratz sebagaimana dilansir CNBC International.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular