Jangan Kaget! Ini Prediksi Ahli Soal Puncak Corona Indonesia

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
29 October 2020 10:19
Petugas melakukan pengecekann tiket dan surat bebas covid-19 penumpang sebelum memasuki ruang tunggu keberangkatan di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Rabu (28/10/2020). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Petugas melakukan pengecekann tiket dan surat bebas covid-19 penumpang sebelum memasuki ruang tunggu keberangkatan di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Rabu (28/10/2020). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia masih berada dalam gelombang pertama pandemi virus corona Covid-19 ketika beberapa negara malah sudah mulai hadapi gelombang kedua. Lantas kapan puncak corona di Indonesia?

Gelombang kasus Covid-19 diperkirakan masih akan terus naik hingga tahun depan. Bahkan Indonesia masih berada pada gelombang pertama yang belum meunjukan tanda penurunan kasus, dan berpotensi tetap naik hingga tahun depan jika tidak ada perubahan dalam penanganannya.

"Kami memprediksi Indonesia sudah berhasil mencegah gelombang kedua, karena gelombang pertama belum dilewati. Trennya masih meningkat sampai akhir tahun, kalau tidak ada perubahan bisa sampai tahun depan, jadi memang konsistensi penangan pandmei kita tidak bisa setengah," ujar Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono kepada CNBC Indonesia, Rabu (29/10/2020).

Dia mengatakan kegiatan ekonomi tetap harus dilakukan, namun tetap harus dibarengi dengan protokol kesehatan yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak untuk mengurangi risiko penularan. Dari sisi pemerintah harus memperkuat jumlah tes untuk mencari pasien yang positif, tracing, dan perawatan bagi mereka yang sakit (test, trace, treat/3T).

"Dua kombinasi itu kita bisa menekan penularan, tetapi keduanya kan tidak terjadi. Perilaku penduduk masih rendah memakai maskar ini contoh sulitnya mengendalikan pandemi Covid-19," katanya.

Pandu juga menyayangkan selama ini himbauan dari pemerintah masih di atas kertas, dan masih banyak kontradiktif, serta banyak masyarakat yang tidak patuh. Dia mencontohkan kebijakan cuti bersama yang dilakukan pekan ini. Padahal dengan adanya libur panjang, masyarakat terdorong untuk berpergian sehingga dapat meningkatkan penularan.

"Masih banyak yang tidak peduli dan merasa tidak berisiko, masyarakat sudah capek karena selamam ini dilarang ini dan itu. Kelihatannya masyarakat sudah bosan dan tidak punya harapaan kapan pandemi ini berakhir. Apakah mereka kan meningkatkan penularan, mungkin saja seperti itu," tambahnya.

Jika masyarakat bergerak ke suatu wilayah kalau mereka tidak patuh pada protokol kesehatan maka potensi penularan dimungkinkan terjadi. Dia menyayangkan libur panjang kali ini merupakan pilihan pemerintah dengan cuti bersama.

Hal ini merupakan upaya mendorong perekonomian untuk mengatasi dampak pandemi, padahal untuk mencegah penularan kegiatan masyarakat harus dibatasi. Inilah yang menurut Pandu, merupakan kontradiksi antara pemulihan ekonomi dengan penanganan pandemi Covid-19. Apalagi banyak diskon dan paket-paket perjalanan yang disediakan untuk menarik orang berpergian.

"Betul sekali (masih kontradiktif) membuat yang mengamati pandemi ini bingung, kita mau mengatasi pandemi atau mendorong pandemi Covid-19 berlangsung," ujarnya.


(roy/roy) Next Article Ketika Ahli Kesehatan Bingung Prediksi Puncak Corona di RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular