
Belanja Online Sedang Ngetren, Kok Telkom Tutup Blanja.com?

Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran virus Corona (covid-19) berdampak buruk bagi seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Covid-19 tidak hanya mengancam kesehatan manusia, tapi perekonomian dibuat luluh lantak.
Hampir semua sektor penopang perekonomian tertekan akibat pandemi ini. Meski demikian, pandemi covid-19 juga membawa berkah bagi sektor digital atau penjualan serta transaksi yang berbasis online.
Meski demikian, tidak semua perusahaan dagang online atau e-commerce bisa bertahan. Hal ini dialami oleh PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk yang resmi menutup platform ecommerce, Blanja.com, mulai 1 September 2020 lalu. Blanja.com berusia 6 tahun dan tidak tampak heboh seperti ecommerce lainnya.
Dalam pengumumannya, manajemen mengatakan akan menghentikan semua kegiatan pembelian di Blanja.com mulai 1 September 2020. Alasan penghentian ini karena adanya perubahan strategi.
Ketua Asosiasi E-commerce Indonesia (iDEA) Ignatius Untung menduga penutupan Blanja.com karena persaingan bisnis yang keras di e-commerce. Selama ini para pemain utama e-commerce cukup agresif menerapkan strategi bakar uang untuk memenangkan persaingan.
"Penutupan Blanja.com murni karena persaingan bisnis yang mungkin shareholder berhitung lagi untuk bersaing membutuhkan dana berapa dan tidak masuk dalam hitungan mereka sehingga layanan harus ditutup atau diganti dengan layanan yang baik," ujar Ignatius Untung kepada CNBC Indonesia.
Ignatius Untung mengungkapkan selama ini e-commerce di Indonesia banyak mendirikan perusahaan tanpa memikirkan profit. Mereka memikirkan cara untuk mendapatkan pendanaan. Dengan pendanaan ini diterapkan strategi bakar uang.
Para e-commerce ini membakar uang dengan memberikan diskon, cashback, atau gratis ongkos kirim untuk menarik pelanggan dan menguasai pasar. Model bisnis ini kemudian diterapkan oleh e-commerce lain yang sebenarnya tidak ingin menjalankan cara tersebut.
"Masalahnya siklus sudah dimulai. Mereka yang tidak ikut bakar uang akan berpotensi kehilangan pelanggan dan ditutup. Jadi mereka membakar uang karena ada peluang untuk bertahan di pasar," terang Ignatius Untung.
Masalahnya, aksi bakar uang ini bisa berdampak buruk. Pertama, mendidik konsumen untuk selain mencari diskon. Kedua, tidak jelas kapan akan berakhir dan kapan perusahaan bisa mencetak profit. Mereka yang memutuskan menghentikan bakar uang ketika kompetitor masih melakukannya dianggap sebagai aksi bunuh diri.
"Inilah dulu yang kami dikritisi. Pertumbuhan bisnis penting, tetapi lebih penting lagi pertumbuhan yang sehat. Untuk itu pelaku e-commerce harus cerdik menemukan keunikan dari layanannya," terangnya.
Namun menemukan keunikan ini cukup sulit. E-commerce tidak memproduksi barang. Mereka hanya tempat mempertemukan penjual dan pembeli. Soal layanan yang ditawarkan juga hampir sama saja. Selain itu, siklus bakar uang sudah terjadi.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Good Bye Blanja.com Tutup, Ini Kata Telkom