
Jadi Vaksin Corona RI, Pakai Cara Lama atau Baru Nih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kandidat vaksin Covid-19 yang dikembangkan saat ini ada yang dengan platform lama atau konvensional ada juga yang baru. RI tengah mengembangkan vaksin dengan kedua platform tersebut.
Dalam pengembangan vaksin, Bio Farma menggandeng perusahaan farmasi asal China bernama Sinovac. Kandidat vaksin Sinovac yang diberi nama CoronaVac saat ini sedang menjalani tahap uji klinis tahap akhir di Indonesia.
CoronaVac menggunakan platform teknologi gaya lama karena kandidat vaksin ini adalah virus SARS-CoV-2 yang telah diinaktifkan. Ketika virus diinaktifkan, maka kemampuannya untuk menginfeksi menjadi tidak ada tetapi masih mampu memicu respons kekebalan tubuh.
Selain Bio Farma, ada juga konsorsium vaksin lokal yang dipimpin oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Konsorsium ini juga melibatkan perusahaan farmasi pelat merah Bio Farma. Hanya saja proyek pengembangan vaksinnya berbeda.
Selain proyeknya berbeda, platform yang digunakan untuk kandidat vaksinnya pun berbeda. Konsorsium vaksin LBM Eijkman menggunakan pendekatan protein rekombinan untuk membuat vaksin yang diberi nama Merah Putih itu.
Artinya jika kandidat vaksin Sinovac menggunakan virus utuh, maka kandidat vaksin Merah Putih menggunakan bagian dari virus saja yang disebut antigen. Hal ini pun diungkapkan oleh Profesor Amin Soebandrio dari LBM Eijkman.
"Perbedaan utamanya adalah platformnya. Kalau Sinovac menggunakan satu virus kemudian diperbanyak di lab lalu virus itu dipisahkan dan dilakukan inaktivasi (inactivated vaccine) setelah itu diformulasikan agar aman bagi manusia. Jadi vaksin yang diberikan adalah keseluruhan virus," kata Direktur LBME, Prof Amin Soebandrio, dalam webinar yang diselenggarakan Society of Indonesian Science Journalist, Minggu (8/8/2020), mengutip detikcom.
"Kalau Merah Putih adalah sub unitnya. Tidak seluruh virusnya, hanya bagian-bagian tertentu dari virus yang dianggap penting kemudian diperbanyak dan dijadikan antigen," tuturnya.
Vaksin Merah Putih sendiri dijadwalkan bisa menyelesaikan uji coba pada hewan di akhir tahun 2020. Setelah uji hewan efektif, bibit dari vaksin ini nantinya akan diserahkan ke Bio Farma untuk dilakukan uji praklinis dan klinis.
Bio Farma sebagai perusahaan manufaktur vaksin dalam negeri menargetkan produksi vaksin Merah Putih akan rampung pada 2022. Bio Farma memiliki kemampuan ntuk memproduksi vaksin dengan teknologi protein rekombinan.
Hal ini dibuktikan dengan produksi vaksin Hepatitis B generasi kedua yang menggunakan platform tersebut. Vaksin ini hasil jerih payah konsorsium Hepatitis nasional yang terdiri dari Bio Farma, Lembaga Eijkman, Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT, and ITB.
Meski menggunakan platform yang berbeda, kedua kandidat vaksin ini masih tergolong ke dalam platform yang konvensional menurut van Riel dan de Wit dalam ulasannya yang dipublikasikan di jurnal Nature.
![]() |
Selain Bio Farma dan LBM Eijkman, sektor swasta yang juga menggarap pengembangan vaksin dari Tanah Air ada PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe). Raksasa farmasi domestik itu bergabung dengan konsorsium pengembangan vaksin Covid-19 yang diberi nama Genexine.
Genexine sendiri merupakan perusahaan bioteknologi publik Korea Selatan yang bermarkas di Seongnam-si. Bersama konsorsium ini vaksin yang dikembangkan oleh Kalbe adalah vaksin dengan platform DNA yang diberi nama GX-19.
Berbeda dengan kandidat vaksin yang dikembangkan Bio Farma dan LBM Eijkman, GX-19 tergolong kandidat dengan platform yang modern. Jadi sampai saat ini portofolio kandidat vaksin yang dikembangkan RI lengkap karena ada yang menggunakan cara 'lama' dan yang 'modern'.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Simak! Vaksin yang Paling Ampuh Lawan Corona
