
Uji Klinis Obat Covid-19 Unair, TNI & BIN Bermasalah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ternyata menemukan beberapa masalah dalam uji klinis obat Covid-19.
Obat tersebut dikembangkan Universitas Airlangga (Unair) bersama TNI AD dan BIN.
Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito menjelaskan setelah dilakukan inspeksi pertama, pada proses uji klinis obat tersebut tak sesuai dengan prosedur uji klinis obat pada umumnya.
"Inspeksi pertama kita 28 Juli, menemukan critical finding dalam hal randomisation. Suatu riset kan harus acak supaya merepresentasikan masyarakat Indonesia, jadi subjek uji klinis harus acak," kata Penny dalam siaran Youtube BPOM, Rabu (19/8/2020).
Penny menjelaskan uji klinis obat harus dilakukan secara acak kepada pasien dengan gejala ringan, sedang, dan berat. Selain itu, uji klinis juga dilakukan di beberapa daerah, tak hanya pada satu kelompok masyarakat tertentu.
"Subjek pasien yang dipilih itu belum merepresentasikan randomisation sesuai protokol yang ada, dari demografi, derajat keparahan. Kita kan melakukan uji klinis untuk derajat keparahan, sedang, ringan, berat, tapi subjek obat ini tidak merepresentasikan itu," ujarnya.
Penny menyebut dalam uji klinis obat yang dikembangkan untuk pasien Covid-19 Unair, pasien konfirmasi positif tanpa gejala (OTG) turut dilibatkan dalam penelitian. Padahal dalam ketentuan uji klinis, pasien OTG tak diberikan obat.
"Kemudian juga ada OTG yang diberikan terapi obat, padahal kan tidak perlu diberikan obat. Kita mengarah pada pasien penyakit ringan, sedang, berat," katanya.
Menurutnya, berdasarkan hasil validitas obat yang telah diberikan kepada subjek uji klinis, belum menunjukkan perbedaan dengan terapi Covid-19 lainnya. Sementara untuk bisa menjadi temuan baru, sebuah obat harus bisa memberikan dampak yang signifikan kepada pasien positig Covid-19.
"Kemudian dari hasil validitas, suatu riset harus menunjukkan bahwa suatu yang baru tersebut memberikan hasil berbeda dibandingkan terapi standar, itu signifikannya tidak terlalu besar, jadi perlu kita tindak lanjuti," ujarnya.
Lebih lanjut, Penny mengatakan pihaknya telah memberikan hasil inspeksi pertama BPOM kepada tim peneliti obat Unair bersama TNI AD dan BIN. Namun, ia masih menunggu respon dari tim peneliti obat tersebut terkait perbaikan yang perlu dilakukan.
Pengembangan obat untuk pasien positif Covid-19 dilakukan Unair, TNI AD, dan BIN. Mereka menggunakan tiga kombinasi obat. Pertama, Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.
Obat yang dikembangkan tim peneliti Unair, TNI AD, dan BIN itu diberikan kepada 1.308 pasien di Secapa AD, Jawa Barat. BIN menyebut sebanyak 85 persen pasien positif Covid-19 telah sembuh.
Artikel ini telah terbit di CNN Indonesia : SumberĀ BPOM Temukan Masalah Uji Klinis Obat Covid-19 dari Unair
(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Viral, Molnupiravir 'Obat' Baru yang Bisa Sikat Covid-19