
Jokowi Minta Warga Berobat Online, Siapkah Infrastruktur RI?

Di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau lockdown parsial yang dijalankan di Indonesia, kebutuhan masyarakat akan layanan internet pun meningkat sebagai konsekuensi dari kebijakan social distancing dan working from home (WFH).
Telkomsel, penguasa 50% pasar layanan seluler nasional, melaporkan kenaikan lalu-lintas data layanan broadband hingga 16% selama lockdown berlangsung. Jika dilihat berdasarkan kontributor, telemedicine memang belum terlihat.
Anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) ini mencatat lonjakan trafik broadband didominasi aplikasi belajar online (teleducation) yang melesat 5.404%, disusul layanan meeting conference yang naik 443%, komunikasi media sosial (meroket 40%), dan game (melonjak 34%).
Mengacu pada buku putih Advantech berjudul “Six Essential Components for Building a Sucessful Telehealth Infrastructure”, infrastruktur penunjang aplikasi telemedicine tidak berbeda jauh dari infrastruktur penunjang aplikasi lain seperti teleducaton dan teleconference.
Infrastruktur yang dimaksud adalah perangkat keras (hardware) dan piranti lunak (software) yang mendukung kinerja tim medis daring, dan layanan broadband yang cukup untuk menghubungkan mereka dengan para pasien secara online.
“Atribusi pertama adalah teknologi yang harus tersedia di mana layanan kesehatan diperlukan, dan kedua dia harus bisa diandalkan (reliable),” demikian tulis perusahaan pengembang teknologi 4.0 berbasis di Taiwan tersebut.
Layanan broadband yang kencang mutlak diperlukan untuk menopang layanan berobat daring ini. Jika kecepatan internet masih naik-turun hingga berujung pada buffering yang lemot, maka berobat online bakal menjadi penderitaan kedua bagi pasien, di samping derita akibat penyakit.
Di titik ini, internet Indonesia secara umum bisa lah untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Namun jika bicara skala nasional di mana mayoritas dari 260 juta warga Nusantara memakai layanan tersebut, lalu lintas internet berpeluang besar down karena kecepatan internet Indonesia yang masih buruk.
Mengacu pada data Ookla Speedtest Global Index, peringkat kecepatan internet Indonesia baik yang berbasis data seluler maupun pita lebar (broadband) untuk rumah masih terbelakang jika dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya.
Kecepatan internet broadband Singapura (posisi 1 dunia) adalah 197,26 megabit per detik (Mbs) dan Indonesia (peringkat 113) hanya 20,13 Mbs. Untuk data seluler, Singapura (posisi 11 dunia) kecepatan internetnya 54,37 Mbs, sedangkan Indonesia (peringkat 118 dunia) hanya 14,05 Mbs.
Menyakitkan, bukan? Jadi jangankan telemedicine, mereka yang WFH pun terkadang mengeluhkan kecepatan akses internet berbasis data seluler yang melambat. Karenanya, anjuran presiden mutlak harus diikuti dengan perbaikan layanan internet nasional. Masa sih kecepatan internet kita kalah sama Myanmar?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
