Ternyata Ini Alasan Start Up Rela "Bakar Uang" yang Banyak

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
12 January 2020 15:21
Dalam dunia perusahaan rintisan atau Startup dan ekonomi digital, metode bakar uang adalah hal yang lumrah.
Foto: Edward Ricardo
Jakarta, CNBC Indonesia- Dalam dunia perusahaan rintisan atau Startup dan ekonomi digital, metode bakar uang adalah hal yang lumrah.
Investor tidak ragu mengucurkan uangnya meskipun kondisi keuntungan ga sebaik potensi yang diharapkan.

Menristek dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro mengatakan rata-rata perusahaan rintisan berfokus pada masa depan dan di balik startup yang sukses yang utamanya digital berbasis platform ada tambang emas. Menurutnya "tambang emas" ini dieksplor di masa depan dan seringkali tidak terlalu kelihatan.

"Tapi sebenarnya itu yang jadi tulang punggung yakni data. Dulu kalau data science dianggap hanya statistik, sekarang bicara data science adalah big data dan berasal dari kegiatan yang berasal dari digital," kata Bambang kepada CNBC Indonesia belum lama ini.

Data bisa didapatkan salah satunya dari provider telekomunikasi yang memiliki jutaan pelanggan dengan demografi yang berbeda. Big data ini bisa menggambarkan karakter konsumen.

"Ketika investor menguasai big data, ini yang akan dijadikan prospek keuntungan dia di masa depan sehingga keuntungannya jauh lebih besar, dibandingkan sekarang yang dibilang bakar uang," katanya.

Bambang menegaskan ada bisnis model yang fokus pada masa depan, dan tidak langsung menghasilkan keuntungan. Sebaliknya, disimpan dan diinvestasikan buat masa depan, yang diperkirakan akan lebih besar dan bisa menutupi aksi bakar uang diambil saat ini.

Bahkan perusahaan yang sukses menjadi unicorn, menurutnya adalah perusahaan yang berhasil mengembangkan ide yang ujungnya mengumpulkan data. Bukan hanya yang bukan hanya jumlahnya yang lebih besar tapi juga keanekaragaman dan kedalaman data, dibandingkan startup yang gagal.

"Startup adalah platform yang ujungnya menghasilkan data," kata Bambang.

Untuk menggunakan data secara aman, menurutnya data tidak boleh mengganggu privacy, dan menjadi tugas Kominfo memastikan aturan perundangan yang tepat menyangkut keamanan data.

"Dulu di Bapenas, kami sudah melakukan analisa dengan big data yang sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan statistik yang biasanya keluarnya nanti. Kalau survey terbatas pada beberapa orang, big data ga terbatas dan bisa menjadi acuan membuat analisa," ujarnya.

Dengan big data, selain untuk kepentingan komersial maka bisa digunakan untuk kebijakan tepat dan lebih cepat, tanpa harus menunggu hasil survey atau statistik tertentu.

(dob/dob) Next Article Startup Rajin 'Bakar Uang', Masih Wajar di Zaman Sekarang?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular