
Awas! Harbolnas Bisa Jadi Biang Kerok Banjir Produk Impor
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
12 December 2019 14:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Tanggal 12 Desember ditetapkan sebagai hari belanja online nasional (harbolnas). Sejak awal diinisiasi tahun 2012 nilai transaksi dan jumlah penjual yang terlibat aktivitas ini terus meningkat.
Hari Belanja Online Nasional adalah festival belanja online terbesar di Indonesia yang akan berlangsung 1 hari di 12 Desember 2019, di mana konsumen dapat memperoleh berbagai macam promo dari e-commerce yang berpartisipasi.
Awalnya harbolnas diinisiasi oleh enam e-commerce Indonesia Lazada Indonesia, Zalora, Blanja, PinkEmma, Berrybenka dan Bukalapak pada 2012. Awalnya hanya 22 e-commerce saja yang berpartisipasi.
Namun seiring dengan berjalannya waktu dalam 7 tahun terakhir jumlah e-commerce yang berpartisipasi semakin banyak. Rata-rata pertumbuhan tahunan e-commerce yang berpartisipasi mencapai 51,4% (CAGR).
E-commerce yang terlibat tidak hanya yang model bisnisnya berupa marketplace saja seperti Shopee, Bukalapak dan Lazada. Namun e-commerce yang model binisnya inventory based seperi Alfacart dan ACE online juga ikut berpartisipasi.
Artinya produk yang ditawarkan pada harbolnas sangatlah beragam mulai dari makanan dan minuman hingga produk elektronik. Di harbolnas tahun ini jumlah e-commerce yang berpartisipasi mencapai 265. Nilai transaksi ditargetkan mencapai Rp 8 T, naik Rp 1,2 T dari capaian tahun 2018.
Nilai transaksi aktivitas harbolnas juga naik signifikan. Sejak awal diinisiasi nilainya hanya Rp 740 miliar. Itu pun sudah tergolong nilai yang besar. Jika target transaksi harbolnas tahun ini tercapai maka, pertumbuhan transaksi rata-rata tahunan mencapai 48,7% (CAGR).
Dengan nilai sefantastis itu dan produk yang ditawarkan sebanyak itu serta beragam promo yang menarik, apa alasan konsumen tidak tertartik untuk membeli? Jika nilai transaksi harbolnas terus meningkat dengan laju secepat itu, maka ajang ini semakin punya peran dalam mendongkrak perekonomian.
Namun harus tetap waspada! Dengan beragam produk yang ditawarkan saat ini tidak menutup kemungkinan harbolnas jadi pintu gerbang masuknya produk impor.
Pasalnya beberapa platform e-commerce terbesar di Indonesia seperti Lazada dan Shopee juga menyediakan layanan pembelian barang dari luar negeri dengan harga yang sangat kompetitif
Barang-barang impor dari luar negeri sekarang ini sudah banyak dijumpai di berbagai toko daring dalam negeri seperti Shopee, Tokopedia dan Lazada. Barang impor yang dijual mulai dari pakaian dan produk fashion hingga barang elektronik seperti handphone dan kamera.
Sebagai contoh CNBC Indonesia mencoba mengunjungi Koleksi Taobao Official Online Store di e-commerce Lazada. Di sana terdapat jaket seharga Rp 168.900 per piece. Di sana disebutkan barang dikirim dari luar negeri.
Ongkos kirimnya Rp 8.000-Rp 10.000 dengan waktu pengiriman 8-17 hari. Bila ingin lebih cepat bisa membayar ongkos kirim Rp 13.072 per peice dengan waktu pengiriman 4-10 hari. Toko tersebut juga memberikan pengumuman harga yang tertera sudah termasuk pajak dan bea cukai.
CNBC Indonesia juga mengunjungi e-commerce Shopee. Sebuah smart watch seharga Rp 109.000 dikirim dari luar negeri. Biaya pengirimannya gratis. Bandingkan dengan ongkos kirim untuk barang yang dikirim dalam negeri.
Contohnya, kaos seharga Rp 45.500 per piece dari toko di Jawa Barat. Ongkos kirimnya Rp 6.100 dengan jangka waktu pengiriman 1-5 hari. Perbedaan ongkos kirim ini tentu mengherankan. Pasalnya, jarak Jawa Barat ke Jakarta lebih dekat ketimbang dari China ke Jakarta. Tetapi ongkos kirim hanya selisih Rp 1.900.
Indonesia mengimpor banyak produk dari China. Barang yang paling banyak diimpor dari China adalah barang elektronik (HS 85) dan barang-barang mesin (HS 84).
Pada 2018 impor barang elektronik dari China nilainya mencapai US$ 10 miliar. Artinya dengan asumsi kurs Rp 14.000/US$ maka nilai tersebut setara dengan Rp 140 triliun. Nilai tersebut setara dengan 22% total nilai Impor dari China.
Pada periode yang sama impor barang-barang mesin dari China nilainya mencapai US$ 9,87 miliar atau setara dengan Rp 138,2 triliun. Impor barang-barang mesin menyumbang sekitar 21,6% dari total nilai impor produk/barang China.
Barang elektronik yang banyak diimpor dari China adalah handphone dan perangkatnya (HS 8517). Pada 2018 nilai impor barang ini mencapai US$ 3,7 miliar atau Rp 52 triliun atau hampir 40% dari total nilai impor barang elektronik dari China. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir nilai tersebut melonjak dengan laju yang fantastis yaitu 51,5% secara point to point.
Banjirnya produk elektronik dari China di tanah air tercermin dari peningkatan pangsa pasar produk handphone China di pasar Indonesia. Dari tahun ke tahun produk handphone dari China dengan merek Xiaomi, OPPO, Vivo dan Realme semakin mendapat tempat di pasar Indonesia. Bahkan pangsa pasar OPPO dan Vivo sudah berhasil menyalip Samsung di kuartal III tahun ini.
Memang produk elektronik seperti handphone ini Indonesia masih banyak mengimpor dari berbagai negara. Namun jika platform e-commerce tersebut dapat menyediakan barang-barang lain selain produk elektronik dengan harga yang sangat murah, bahkan lebih murah dibanding produk lokal, maka habislah sudah.
Salah satu produk China lain yang sudah membanjiri Indonesia adalah tekstil dan produk tekstil (TPT). Hal ini disampaikan oleh Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Syarif Hidayat.
"70% barang impor ini berasal dari China. Kain, benang, dan tekstil lainnya terbanyak memang China," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (11/11/2019).
Jika tidak direspon dengan bijak maka bukan tidak mungkin keran impor yang terbuka lebar ini membuat Indonesia kebanjiran impor dari China. Hal ini semakin membuat defisit neraca dagang Indonesia dengan China makin melebar.
Tim Riset CNBC Indonesia mencatat defisit neraca perdagangan Indonesia dengan China pada 2016 mencapai US$ 14 miliar. Defisit tersebut membengkak menjadi US$ 18,4 miliar.
Hal ini harus jadi perhatian khusus dari pemerintah agar industri tanah air tidak gulung tikar dan Indonesia hanya dijadikan “pasar” saja.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/roy) Next Article Jangan Lewatkan! Ini Dia Rangkaian Promo Puncak Shopee 12.12
Hari Belanja Online Nasional adalah festival belanja online terbesar di Indonesia yang akan berlangsung 1 hari di 12 Desember 2019, di mana konsumen dapat memperoleh berbagai macam promo dari e-commerce yang berpartisipasi.
Awalnya harbolnas diinisiasi oleh enam e-commerce Indonesia Lazada Indonesia, Zalora, Blanja, PinkEmma, Berrybenka dan Bukalapak pada 2012. Awalnya hanya 22 e-commerce saja yang berpartisipasi.
E-commerce yang terlibat tidak hanya yang model bisnisnya berupa marketplace saja seperti Shopee, Bukalapak dan Lazada. Namun e-commerce yang model binisnya inventory based seperi Alfacart dan ACE online juga ikut berpartisipasi.
Artinya produk yang ditawarkan pada harbolnas sangatlah beragam mulai dari makanan dan minuman hingga produk elektronik. Di harbolnas tahun ini jumlah e-commerce yang berpartisipasi mencapai 265. Nilai transaksi ditargetkan mencapai Rp 8 T, naik Rp 1,2 T dari capaian tahun 2018.
Nilai transaksi aktivitas harbolnas juga naik signifikan. Sejak awal diinisiasi nilainya hanya Rp 740 miliar. Itu pun sudah tergolong nilai yang besar. Jika target transaksi harbolnas tahun ini tercapai maka, pertumbuhan transaksi rata-rata tahunan mencapai 48,7% (CAGR).
Dengan nilai sefantastis itu dan produk yang ditawarkan sebanyak itu serta beragam promo yang menarik, apa alasan konsumen tidak tertartik untuk membeli? Jika nilai transaksi harbolnas terus meningkat dengan laju secepat itu, maka ajang ini semakin punya peran dalam mendongkrak perekonomian.
Namun harus tetap waspada! Dengan beragam produk yang ditawarkan saat ini tidak menutup kemungkinan harbolnas jadi pintu gerbang masuknya produk impor.
Pasalnya beberapa platform e-commerce terbesar di Indonesia seperti Lazada dan Shopee juga menyediakan layanan pembelian barang dari luar negeri dengan harga yang sangat kompetitif
Barang-barang impor dari luar negeri sekarang ini sudah banyak dijumpai di berbagai toko daring dalam negeri seperti Shopee, Tokopedia dan Lazada. Barang impor yang dijual mulai dari pakaian dan produk fashion hingga barang elektronik seperti handphone dan kamera.
Sebagai contoh CNBC Indonesia mencoba mengunjungi Koleksi Taobao Official Online Store di e-commerce Lazada. Di sana terdapat jaket seharga Rp 168.900 per piece. Di sana disebutkan barang dikirim dari luar negeri.
Ongkos kirimnya Rp 8.000-Rp 10.000 dengan waktu pengiriman 8-17 hari. Bila ingin lebih cepat bisa membayar ongkos kirim Rp 13.072 per peice dengan waktu pengiriman 4-10 hari. Toko tersebut juga memberikan pengumuman harga yang tertera sudah termasuk pajak dan bea cukai.
CNBC Indonesia juga mengunjungi e-commerce Shopee. Sebuah smart watch seharga Rp 109.000 dikirim dari luar negeri. Biaya pengirimannya gratis. Bandingkan dengan ongkos kirim untuk barang yang dikirim dalam negeri.
Contohnya, kaos seharga Rp 45.500 per piece dari toko di Jawa Barat. Ongkos kirimnya Rp 6.100 dengan jangka waktu pengiriman 1-5 hari. Perbedaan ongkos kirim ini tentu mengherankan. Pasalnya, jarak Jawa Barat ke Jakarta lebih dekat ketimbang dari China ke Jakarta. Tetapi ongkos kirim hanya selisih Rp 1.900.
Indonesia mengimpor banyak produk dari China. Barang yang paling banyak diimpor dari China adalah barang elektronik (HS 85) dan barang-barang mesin (HS 84).
Pada 2018 impor barang elektronik dari China nilainya mencapai US$ 10 miliar. Artinya dengan asumsi kurs Rp 14.000/US$ maka nilai tersebut setara dengan Rp 140 triliun. Nilai tersebut setara dengan 22% total nilai Impor dari China.
Pada periode yang sama impor barang-barang mesin dari China nilainya mencapai US$ 9,87 miliar atau setara dengan Rp 138,2 triliun. Impor barang-barang mesin menyumbang sekitar 21,6% dari total nilai impor produk/barang China.
Barang elektronik yang banyak diimpor dari China adalah handphone dan perangkatnya (HS 8517). Pada 2018 nilai impor barang ini mencapai US$ 3,7 miliar atau Rp 52 triliun atau hampir 40% dari total nilai impor barang elektronik dari China. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir nilai tersebut melonjak dengan laju yang fantastis yaitu 51,5% secara point to point.
Banjirnya produk elektronik dari China di tanah air tercermin dari peningkatan pangsa pasar produk handphone China di pasar Indonesia. Dari tahun ke tahun produk handphone dari China dengan merek Xiaomi, OPPO, Vivo dan Realme semakin mendapat tempat di pasar Indonesia. Bahkan pangsa pasar OPPO dan Vivo sudah berhasil menyalip Samsung di kuartal III tahun ini.
Memang produk elektronik seperti handphone ini Indonesia masih banyak mengimpor dari berbagai negara. Namun jika platform e-commerce tersebut dapat menyediakan barang-barang lain selain produk elektronik dengan harga yang sangat murah, bahkan lebih murah dibanding produk lokal, maka habislah sudah.
Salah satu produk China lain yang sudah membanjiri Indonesia adalah tekstil dan produk tekstil (TPT). Hal ini disampaikan oleh Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Syarif Hidayat.
"70% barang impor ini berasal dari China. Kain, benang, dan tekstil lainnya terbanyak memang China," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (11/11/2019).
Jika tidak direspon dengan bijak maka bukan tidak mungkin keran impor yang terbuka lebar ini membuat Indonesia kebanjiran impor dari China. Hal ini semakin membuat defisit neraca dagang Indonesia dengan China makin melebar.
Tim Riset CNBC Indonesia mencatat defisit neraca perdagangan Indonesia dengan China pada 2016 mencapai US$ 14 miliar. Defisit tersebut membengkak menjadi US$ 18,4 miliar.
Hal ini harus jadi perhatian khusus dari pemerintah agar industri tanah air tidak gulung tikar dan Indonesia hanya dijadikan “pasar” saja.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/roy) Next Article Jangan Lewatkan! Ini Dia Rangkaian Promo Puncak Shopee 12.12
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular