Terpopuler Pekan Ini

Melihat Fenomena Ojol Baru Bonceng, Bakal Sikat Gojek-Grab?

Tirta Widi Gilang Citradi, CNBC Indonesia
02 November 2019 07:06
Melihat Fenomena Ojol Baru Bonceng, Bakal Sikat Gojek-Grab?
Foto: Ojek Online Bonceng (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Akhir-akhir ini bermunculan penantang baru Gojek dan Grab. Namun, untuk menumbangkan kekuasaan duopoli ojek online (Gojek dan Grab) ini bukanlah jalan yang mudah untuk ditempuh.

Sebenarnya para "penantang" sudah banyak bermunculan sejak dulu, tetapi sayangnya mereka harus rela tumbang karena tak mampu bersaing. Sebut saja Call Jack, Ojekkoe, Topjek, OjekAgro, Taxi Motor, Ladyjek, Bangjek, Bluejek, dan Smartjek.

Walau korban yang berjatuhan banyak, penantang terus saja bermunculan. Perkenalkan mereka ini adalah Bonceng, Anterin, Beujek, Gaspol, Cyberjek dan Bitcar yang siap menggeser hegemoni Grab dan Gojek.

Sekarang yang jadi pertanyaan adalah, mampukah mereka (para penantang baru) menyaingi Gojek dan Grab?

Well, kalau membahas tentang persaingan sebenarnya mereka "para penantang" baru ini tidak bisa dibilang penantang langsung Gojek dan Grab, karena keduanya telah menjelma menjadi on demand apps bahkan super apps.

Gojek dan Grab tidak hanya menyediakan layanan transportasi point to point, tapi juga layanan pesan antar makanan, layanan antar barang hingga transaksi melalui uang digital seperti Gopay dan OVO.

Bahkan Gojek sudah dinobatkan sebagai super apps yang menunjukkan eksistensi dan positioning Gojek sebagai piranti serba bisa. Gojek menawarkan berbagai layanan yang dapat memudahkan hidup sehari-hari mulai dari layanan servis kendaraan hingga layanan perawatan tubuh dan kecantikan.

Mengusung tag line "Pasti Ada Jalan" dan "Aplikasi untuk Semua", Gojek dan Grab telah sukses menjadi pionir dalam membangun ekosistem digital di kawasan Asia Tenggara.

Memilih untuk berkonfrontasi dengan Gojek dan Grab berarti harus siap bersaing dengan ekosistem digital yang juga mereka bangun. Menantang entitas bisnis dengan ekosistem digital yang solid tentu bukan perkara mudah.

Misalnya Gojek dengan adanya Gopay dan fitur Pay Later, pengguna layanan dimudahkan dalam bertransaksi mengingat tren yang terjadi saat ini menuju ke cashless.

Untuk bisa membangun ekosistem digital yang mengintegrasikan ride hailing service dengan fintech butuh sumber daya manusia yang unggul, investasi pada infrastruktur digital hingga pendanaan yang mencukupi.

Itu adalah tantangan pertama yang dihadapi oleh Bonceng dkk. Selain model bisnis, tantangan yang dihadapi oleh para ojol baru ini adalah tren perilaku pengguna aplikasi.

[Gambas:Video CNBC]

Menurut studi yang dilakukan oleh lembaga riset Spire Research and Consulting terhadap 280 responden, brand Gojek dan Grab merupakan merek yang sangat populer. Keduanya telah menjelma menjadi aplikasi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari penggunanya.

Responden yang menggunakan ojek ride hailing 1-2 kali dalam sehari mencapai 58% (Grab Bike) dan 64% (GoJek). Sedangkan penggunaan ride hailing mobil 1-2 kali dalam seminggu 25% (Go-Car).

Tren juga menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi penggunaan aplikasi adalah harga dan promo. Dengan adanya perang harga yang terjadi antara kedua perusahaan rintisan tersebut secara tidak langsung membuat pengguna memiliki karakteristik yang price sensitive.

Pengguna akan memilih aplikasi yang menawarkan harga termurah dan promo terbesar. Itulah yang membuat pengguna cenderung tidak loyal terhadap satu brand.

Menurut studi Spire Research and Consulting, terdapat 50% pengguna GoJek yang loyal (hanya menggunakan GoJek, tidak aplikasi lain), dan terdapat 66% user Grab yang loyal (hanya menggunakan Grab, tidak aplikasi lain).

Untuk bisa masuk menyaingi mereka berdua tentu harus siap dengan back up pendanaan yang besar dan kuat.

Seperti kita ketahui bersama bahwa kedua perusahaan rintisan Gojek dan Grab didanai oleh investor strategis seperti Google, Temasek, KKR dll yang membuat mereka berdua menyandang gelar decacorn alias bisnis dengan valuasi mencapai US$ 10 miliar atau Rp. 140 Triliun (asumsi kurs rupiah 14.000/USD).

Artinya perang harga dan promo yang lebih dikenal dengan istilah bakar uang tadi bukan level playing field bagi ojol baru dengan modal kecil dan tidak memiliki akses pendanaan ke investor strategis.

Berat memang kalau mau menyaingi hegemoni Gojek dan Grab. Namun, jangan khawatir bahwa peluang masih ada.

Kalau dilihat dari tipe pengguna/pelanggan yang cenderung kurang loyal terhadap satu brand, hal itu bisa dimanfaatkan untuk menggaet pelanggan. Tentu dengan racikan strategi diferensiasi dan model bisnis yang jelas.

Strategi diferensiasi dapat dilakukan dengan fokus pada customer experience. Hal ini dapat ditempuh dengan berbagai cara mulai dari model transaksi, dimensi layanan hingga model dari platform.

Ojek online baru juga bisa memanfaatkan daerah-daerah urban dengan tingkat adopsi teknologi digital yang tinggi, namun penetrasi Gojek dan Grab belum optimal. Strategi ini dalam pemasaran disebut sebagai flanking strategy. Selain itu kolaborasi dengan berbagai pihak sepanjang rantai nilai bisnis untuk mendukung eksistensi bisnis juga mutlak diperlukan.




TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular