Terungkap! Server Fintech Lending Ilegal Ada di Luar Negeri
Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
31 October 2019 19:29
Jakarta, CNBC Indonesia - Sebagian besar server fintech ilegal berasal dari luar negeri. Mereka menggunakan IP dynamic sehingga tidak bisa dipastikan sumber negaranya secara pasti.
Kasubdit Jaksi dan Kompol Silvester Simamora dari Direktorat Siber Polri mengatakan dalam penyelidikan, terkadang ada yang dideteksi server berasal Amerika Serikat (AS), kemudian berubah dari China, dan Eropa karena sifatnya yang dinamis.
"Tapi bisa telusuri kalau mereka melakukan dari payment gateway," kata Silvester, Kamis (31/10/2019).
Menurut dia yang sulit adalah ketika ada pengaduan, dan pihak satgas menyelidikinya namun fintech tersebut sudah tutup. Sehingga yang berjalan hanya penagihan dari tunggakan konsumen yang belum lunas, dengan cara-cara yang tidak sesuai etika.
Dia meminta masyarakat waspada, karena fintech lending biasanya berbasis aplikasi. Ketika pertama instal aplikasi tersebut biasanya mereka meminta akses, yang biasanya langsung disetujui oleh masyarakat. Hal ini memungkinkan fintech ilegal mengakses data pribadi peminjam.
Sementara Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Tobing mengatakan pada fintech legal tidak semua akses data diminta. Untuk fintech legal, hanya meminta akses suara, kamera, dan lokasi.
Sebelumnya, Satgas Waspada Investasi menyatakan jumlah fintech ilegal yang ditutup sejak 2018 sebanyak 1.733 fintech ilegal, sementara yang legal dan terdaftar OJK hanya 127 fintech.
Tongam mengatakan mengatakan kemajuan teknologi telah membuat banyak orang dengan mudah membuat aplikasi dan situs web. Bahkan kini fintech ilegal juga menggunakan modus media sosial hingga SMS yang menawarkan pinjaman dengan bunga tinggi.
(roy/roy) Next Article Modus Debt Collector Fintech: Ancam Sebar Data Porno Korban
Kasubdit Jaksi dan Kompol Silvester Simamora dari Direktorat Siber Polri mengatakan dalam penyelidikan, terkadang ada yang dideteksi server berasal Amerika Serikat (AS), kemudian berubah dari China, dan Eropa karena sifatnya yang dinamis.
"Tapi bisa telusuri kalau mereka melakukan dari payment gateway," kata Silvester, Kamis (31/10/2019).
Dia meminta masyarakat waspada, karena fintech lending biasanya berbasis aplikasi. Ketika pertama instal aplikasi tersebut biasanya mereka meminta akses, yang biasanya langsung disetujui oleh masyarakat. Hal ini memungkinkan fintech ilegal mengakses data pribadi peminjam.
Sementara Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Tobing mengatakan pada fintech legal tidak semua akses data diminta. Untuk fintech legal, hanya meminta akses suara, kamera, dan lokasi.
Sebelumnya, Satgas Waspada Investasi menyatakan jumlah fintech ilegal yang ditutup sejak 2018 sebanyak 1.733 fintech ilegal, sementara yang legal dan terdaftar OJK hanya 127 fintech.
Tongam mengatakan mengatakan kemajuan teknologi telah membuat banyak orang dengan mudah membuat aplikasi dan situs web. Bahkan kini fintech ilegal juga menggunakan modus media sosial hingga SMS yang menawarkan pinjaman dengan bunga tinggi.
(roy/roy) Next Article Modus Debt Collector Fintech: Ancam Sebar Data Porno Korban
Most Popular