
Resmi! Quick Count Pilpres Harus Rilis Mulai Pukul 15.00 WIB
Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
16 April 2019 14:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi menolak gugatan waktu publikasi hitung cepat (quick count) yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). MK menegaskan waktu publikasi hitung cepat tetap dibatasi dua jam setelah penghitungan suara di Indonesia bagian barat.
"Mengadili, menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa (16/4), seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Gugatan perihal waktu publikasi hitung cepat dilayangkan oleh Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) dan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI). Mereka keberatan dengan ketentuan pasal 449 ayat (2) yang mengatur larangan pengumuman hasil survei di masa tenang.
Mereka juga keberatan dengan ayat (5) dan (6) tentang penghitungan cepat pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat dua jam setelah pemungutan suara selesai di wilayah Indonesia bagian barat. Bagi pihak yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenai hukuman pidana.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan mengumumkan hasil survei di masa tenang sama dengan membenarkan kampanye di masa tenang.
"Jika dibiarkan kondisi tersebut akan mempengaruhi kemurnian suara rakyat sehingga tidak terwujud pemilu yang jujur dan adil," kata hakim.
Serupa, pembatasan waktu pengumuman hasil hitung cepat dua jam setelah penghitungan suara di Indonesia bagian barat dinilai hakim tetap diperlukan untuk menjaga kemurnian suara.
Hal itu dipengaruhi perbedaan tiga zona waktu yang ada di Indonesia. Menurut hakim, tak menutup kemungkinan pengumuman hitung cepat di Indonesia bagian timur sudah diumumkan ketika proses pemungutan suara di Indonesia bagian barat belum selesai.
"Karena kemajuan teknologi informasi, hasil hitung cepat dapat dengan mudah disiarkan sehingga berpotensi memengaruhi pilihan sebagian pemilih dengan motivasi psikologis ingin menjadi bagian dari pemenang pemilu," kata hakim.
Selain dapat mempengaruhi kemurnian suara, pembatasan waktu pengumuman hitung cepat perlu dilakukan terlebih ada sinyalemen surveyor dibayar kontestan pemilu dan tidak independen.
Di sisi lain, hakim menilai hitung cepat merupakan bentuk partisipasi masyarakat yang belum tentu akurat. Ini karena masih ada rentang kesalahan atau margin of error.
Hakim menyampaikan keputusan menunda pengumuman hitung cepat hingga dua jam setelah pemungutan suara tidak berarti menghilangkan hak konstitusi atas informasi karena sifatnya hanya menunda sesaat. Selain itu, secara metodologi hitung cepat dinilai bukan model yang sepenuhnya akurat karena masih rentan kesalahan.
Ditemui selepas sidang, perwakilan ATVSI yang juga Komisaris Transmedia Ishadi SK memberikan tanggapan terhadap putusan MK.
"Secara prinsip ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia) dan penyiaran televisi menerima putusan tersebut. Namun ada beberapa hal yang mengganjal karena dua kali keputusan seperti ini disahkan MK," ujar Ishadi.
MK diketahui pernah memutus gugatan serupa pada 2009 dan 2014. Saat itu, MK mengabulkan gugatan pemohon dan tak membatasi waktu pengumuman hasil hitung cepat dalam pelaksanaan pemilu.
"Dengan keputusan ini kami akan pertimbangkan. Kami akan bahas terlebih dulu secara internal sebelum menyiapkan langkah-langkah berikutnya," kata Ishadi menjelaskan.
Kuasa hukum AROPI Veri Junaidi mempertanyakan alasan MK menolak gugatan tersebut. Menurut Veri, MK tak memiliki bukti apakah hasil hitung cepat selama ini benar memengaruhi pemilih atau tidak. Padahal alasan tersebut dijelaskan dalam pertimbangan MK.
"MK memang boleh mengubah (putusan) sesuai kondisi. Tapi apakah ada perbedaan kondisi itu tidak dijelaskan. Kemudian memengaruhi pilihan pemilih juga tidak ada riset yang menunjukkan itu," katanya.
Simak video pelaksanaan terkait Pemilu 2019 di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/hps) Next Article MK Gelar Sidang Pilpres, WhatsApp Cs Bakal Down Lagi?
"Mengadili, menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa (16/4), seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Gugatan perihal waktu publikasi hitung cepat dilayangkan oleh Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) dan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI). Mereka keberatan dengan ketentuan pasal 449 ayat (2) yang mengatur larangan pengumuman hasil survei di masa tenang.
![]() |
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan mengumumkan hasil survei di masa tenang sama dengan membenarkan kampanye di masa tenang.
"Jika dibiarkan kondisi tersebut akan mempengaruhi kemurnian suara rakyat sehingga tidak terwujud pemilu yang jujur dan adil," kata hakim.
Serupa, pembatasan waktu pengumuman hasil hitung cepat dua jam setelah penghitungan suara di Indonesia bagian barat dinilai hakim tetap diperlukan untuk menjaga kemurnian suara.
Hal itu dipengaruhi perbedaan tiga zona waktu yang ada di Indonesia. Menurut hakim, tak menutup kemungkinan pengumuman hitung cepat di Indonesia bagian timur sudah diumumkan ketika proses pemungutan suara di Indonesia bagian barat belum selesai.
"Karena kemajuan teknologi informasi, hasil hitung cepat dapat dengan mudah disiarkan sehingga berpotensi memengaruhi pilihan sebagian pemilih dengan motivasi psikologis ingin menjadi bagian dari pemenang pemilu," kata hakim.
Selain dapat mempengaruhi kemurnian suara, pembatasan waktu pengumuman hitung cepat perlu dilakukan terlebih ada sinyalemen surveyor dibayar kontestan pemilu dan tidak independen.
Di sisi lain, hakim menilai hitung cepat merupakan bentuk partisipasi masyarakat yang belum tentu akurat. Ini karena masih ada rentang kesalahan atau margin of error.
Hakim menyampaikan keputusan menunda pengumuman hitung cepat hingga dua jam setelah pemungutan suara tidak berarti menghilangkan hak konstitusi atas informasi karena sifatnya hanya menunda sesaat. Selain itu, secara metodologi hitung cepat dinilai bukan model yang sepenuhnya akurat karena masih rentan kesalahan.
![]() |
Ditemui selepas sidang, perwakilan ATVSI yang juga Komisaris Transmedia Ishadi SK memberikan tanggapan terhadap putusan MK.
"Secara prinsip ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia) dan penyiaran televisi menerima putusan tersebut. Namun ada beberapa hal yang mengganjal karena dua kali keputusan seperti ini disahkan MK," ujar Ishadi.
MK diketahui pernah memutus gugatan serupa pada 2009 dan 2014. Saat itu, MK mengabulkan gugatan pemohon dan tak membatasi waktu pengumuman hasil hitung cepat dalam pelaksanaan pemilu.
"Dengan keputusan ini kami akan pertimbangkan. Kami akan bahas terlebih dulu secara internal sebelum menyiapkan langkah-langkah berikutnya," kata Ishadi menjelaskan.
Kuasa hukum AROPI Veri Junaidi mempertanyakan alasan MK menolak gugatan tersebut. Menurut Veri, MK tak memiliki bukti apakah hasil hitung cepat selama ini benar memengaruhi pemilih atau tidak. Padahal alasan tersebut dijelaskan dalam pertimbangan MK.
"MK memang boleh mengubah (putusan) sesuai kondisi. Tapi apakah ada perbedaan kondisi itu tidak dijelaskan. Kemudian memengaruhi pilihan pemilih juga tidak ada riset yang menunjukkan itu," katanya.
Simak video pelaksanaan terkait Pemilu 2019 di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/hps) Next Article MK Gelar Sidang Pilpres, WhatsApp Cs Bakal Down Lagi?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular