RI Baru 'Legalkan' Bitcoin Cs, Apa Masih Menarik Harganya?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 February 2019 20:11
RI Baru 'Legalkan' Bitcoin Cs, Apa Masih Menarik Harganya?
Foto: Bitcoin (REUTERS/Benoit Tessier)
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) baru saja melegalkan transaksi mata uang kripto (cryptocurrency) di Indonesia. Keputusan ini tertuang di dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019.

Melalui landasan hukum tersebut, anggota bursa berjangka bisa menambahkan cryptocurrency ke deretan instrumen keuangan yang ditawarkan kepada nasabahnya.

Saat ini, ada beberapa cryptocurrency yang dikenal oleh masyarakat dunia, termasuk Indonesia, yakni Bitcoin, Litecoin, dan Ethereum. Nama yang pertama disebut bisa dibilang sebagai yang terkenal.

Mulai diperdagangkan pada tahun 2011, Bitcoin baru menjadi sensasi pada tahun 2017. Terhitung sejak awal 2017 hingga titik tertingginya di tanggal 16 Desember, harga Bitcoin di pasar spot meroket hingga 1,886%, dari US$ 966,3/unit menjadi US$ 19.187,8/unit.

Namun selepas itu, harga Bitcoin justru terjun bebas. Kini, 1 unit Bitcoin hanya dihargai senilai US$ 3.570/unit. Kejatuhan harga tak hanya dialami Bitcoin, tapi juga dialami oleh cryptocurrency lainnya.



Lantaran sudah legal di Indonesia, mungkin ada banyak investor ritel yang tertarik untuk mencoba peruntungan di instrumen cryptocurrency, baik itu Bitcoin, Litecoin, Ethereum, maupun cryptocurrency lainnya yang tersedia.

Namun pertanyaannya, masihkah harga cryptocurrency bisa naik?

NEXT >>>




Bank sentral merupakan ancaman nyata bagi Bitcoin. Bank sentral pada umumnya bertugas untuk menjaga stabilitas harga, nilai mata uang, sektor perbankan, dan sistem finansial secara keseluruhan. Guna melakukannya, bank sentral menggunakan berbagai instrumen kebijakan moneter. Suku bunga acuan dan giro wajib minimum merupakan contohnya.

Katakanlah jumlah uang beredar (uang resmi yang diterbitkan oleh bank sentral) terlalu banyak, sehingga menyebabkan inflasi naik tak karuan. Bank sentral biasanya akan mengerek tingkat suku bunga acuan yang pada akhirnya menaikkan suku bunga deposito.

Pada akhirnya, masyarakat akan tertarik untuk menyimpan dana yang dimiliki di sistem perbankan, mengurangi jumlah uang beredar dan menekan tingkat inflasi ke level yang sehat.

Perlu diketahui bahwa cryptocurrency merupakan mata uang digital yang tak diciptakan oleh bank sentral. Lantas, peredarannya juga tak bisa dikendalikan oleh bank sentral.

Di beberapa negara, Bitcoin memang sudah digunakan sebagai alat pembayaran. Namun, pengunaannya tak pernah kelewat populer. Mata uang konvensional masih menjadi raja, termasuk di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang.

Jika cryptocurrency kelewat populer penggunaannya, besar kemungkinan bank sentral di negara bersangkutan akan membuatnya sedekat mungkin dengan mata uang konvensional. Hal ini dilakukan guna membuat masyarakat meninggalkan cryptocurrency dan kembali ke pangkuan mata uang konvensional yang peredarannya bisa dikontrol oleh bank sentral.

Salah satu keunggulan cryptocurrency adalah pengunanya bisa berada di bawah radar (tak terdeteksi/terlacak) ketika melakukan transaksi, berbeda dengan pengunaan sistem perbankan yang bisa dengan mudahnya dilacak. Poin eksklusif inilah yang berpotensi dibabat habis oleh bank sentral. Masalah peretasan (hacking) menjadi faktor kedua yang membuat harga Bitcoin akan sulit naik kedepannya. Pada September 2018, Cointelegraph melaporkan bahwa bursa cryptocurrency asal Jepang, Zaif, mengalami peretasan yang menghasilkan kerugian senilai US$ 59 juta. Para peretas berhasil menggondol sebanyak 5.966 Bitcoin, selain juga Bitcoin Cash dan MonaCoin (MONA).

Berbeda dengan rekening perbankan, rekening di bursa cryptocurrency kebanyakan atau mungkin seluruhnya tidak dijamin oleh otoritas. Kalau sudah diretas, nasabah bisa mengucapkan selamat tinggal kepada dananya.

Tak hanya karena peretasan, dana nasabah bisa ludes hanya karena sebuah hal yang bisa dibilang konyol. Belum lama ini, bursa cryptocurrency asal Kanada, Quadriga CX, tak mampu mengembalikan cryptocurrency senilai US$ 145 juta kepada para nasabahnya, hanya karena sang CEO yakni Gerald Cotton meninggal dunia.

Cotton meninggal pada usia 30 tahun dan merupakan satu-satunya orang yang mengetahui password yang diperlukan guna mengakses cryptocurrency milik nasabahnya.

Short-Sell?
Dengan melihat 2 sentimen negatif utama yakni tekanan dari bank sentral dan rawannya peretasan, besar kemungkinan bahwa arah pergerakan cryptocurrency kedepannya adalah turun.

Tapi jangan lupa, transaksi cryptocurrency tak hanya melulu berbicara mengenai posisi long alias beli. Investor juga bisa meraup keuntungan dari kejatuhan harga cryptocurrency dengan memasang posisi short alias jual.

Jika ingin berkecimpung di dunia cryptocurrency, mungkin memasang posisi jual akan lebih menguntungkan ketimbang posisi beli.


TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular