
Analisis
Hikayat Hape: Barang Durable, Dikonsumsi Laiknya Non-Durable
Arif Gunawan S., CNBC Indonesia
08 February 2019 19:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia adalah pasar terbesar telepon seluler (hape) di Asia Tenggara, dan terbesar ketiga di Asia Pasifik. Di dunia, Indonesia berada di posisi keenam. Perubahan pola konsumsi ponsel menjadi kunci di baliknya.
Selepas perang dunia I pada 1920-an, muncul fenomena baru di negara maju yakni konsumsi barang yang dibeli dalam waktu lama, lewat angsuran. Praktik ini muncul menyusul banjirnya barang tahan lama (durable goods) yang tidak langsung habis sekali pakai (non-durable).
Begitu pentingnya durable goods dalam perekonomian, hingga Amerika Serikat (AS) membuat rilis berkala tentang pemesanan barang tahan lama (durable goods orders), yang dinilai secara kuat mengindikasikan kekuatan daya beli masyarakat dan perekonomian.
Nah, berdasarkan sifat alamiahnya (nature), ponsel terkategori sebagai barang tahan lama karena memiliki usia lebih dari tiga tahun. Kategorisasi 'tiga tahun' ini merupakan rule of thumb (aturan tak baku) yang disepakati, misalnya oleh Ekonom AS Arthur O'Sullivan dalam bukunya Economics: Principles in Action (2003).
Mengutip Investopedia, barang elektronik seperti ponsel telah menjadi pendorong pertumbuhan sektor barang tahan lama beberapa tahun terakhir. Tingkat penjualan ponsel terhitung paling fantastis ketimbang barang tahan lama lain karena keunikan pola konsumsi dan produksinya, yakni mirip barang non-durable.
Bagaimana bisa demikian, dan apa untungnya bagi Indonesia? Berikut ini ulasan Tim Riset CNBC Indonesia.
Pertama-tama, Indonesia adalah pasar terbesar di Asia Tenggara, dan terbesar ketiga di Asia Pasifik setelah China dan AS. Hal ini pun berlaku untuk produk ponsel. Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika R. Niken Widiastuti, misalnya, menyebut angka 400 juta unit.
"Pengguna internet Indonesia 143 juta orang. Tahun lalu 132 juta orang. Tapi yang sangat menakjubkan jumlah handphone di Indonesia mencapai 400 juta," tuturnya sebagaimana dikutip MetroTV di sela pengukuhan pengurus baru Badan Pengurus Pusat (BPP) Perhumas, di Jakarta, Sabtu (24/02/2018).
Data Daily Social Annual Startup Report pada 2015 menyebutkan angka yang relatif lebih konservatif, tapi juga masih besar, yakni 281,9 juta unit atau melampaui jumlah populasi Indonesia sebanyak 261 juta. Artinya, rata-rata setiap orang (termasuk bayi dan anak-anak) di Indonesia telah punya ponsel.
Di sisi lain, The Spectator Index dalam risetnya akhir tahun lalu menempatkan Indonesia di posisi ke-6 dunia (setelah China, India, AS, Brazil dan Rusia) sebagai negara dengan pengguna ponsel terbanyak. Sebanyak 236 juta unit ponsel aktif di Tanah Air, dan diperkirakan terus tumbuh pesat karena tidak ada pembatasan kepemilikan ponsel per individu, maupun pembatasan umur.
Ini menjelaskan mengapa pengiriman ponsel terus bertumbuh. Data IDC menyebutkan bahwa 9,4 juta ponsel baru dikirim ke Indonesia pada kuartal II/2018, atau tumbuh 22% secara triwulanan. Angka tersebut merupakan rekor baru untuk Indonesia.
NEXT
Selepas perang dunia I pada 1920-an, muncul fenomena baru di negara maju yakni konsumsi barang yang dibeli dalam waktu lama, lewat angsuran. Praktik ini muncul menyusul banjirnya barang tahan lama (durable goods) yang tidak langsung habis sekali pakai (non-durable).
Begitu pentingnya durable goods dalam perekonomian, hingga Amerika Serikat (AS) membuat rilis berkala tentang pemesanan barang tahan lama (durable goods orders), yang dinilai secara kuat mengindikasikan kekuatan daya beli masyarakat dan perekonomian.
Mengutip Investopedia, barang elektronik seperti ponsel telah menjadi pendorong pertumbuhan sektor barang tahan lama beberapa tahun terakhir. Tingkat penjualan ponsel terhitung paling fantastis ketimbang barang tahan lama lain karena keunikan pola konsumsi dan produksinya, yakni mirip barang non-durable.
Bagaimana bisa demikian, dan apa untungnya bagi Indonesia? Berikut ini ulasan Tim Riset CNBC Indonesia.
Pertama-tama, Indonesia adalah pasar terbesar di Asia Tenggara, dan terbesar ketiga di Asia Pasifik setelah China dan AS. Hal ini pun berlaku untuk produk ponsel. Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika R. Niken Widiastuti, misalnya, menyebut angka 400 juta unit.
"Pengguna internet Indonesia 143 juta orang. Tahun lalu 132 juta orang. Tapi yang sangat menakjubkan jumlah handphone di Indonesia mencapai 400 juta," tuturnya sebagaimana dikutip MetroTV di sela pengukuhan pengurus baru Badan Pengurus Pusat (BPP) Perhumas, di Jakarta, Sabtu (24/02/2018).
Data Daily Social Annual Startup Report pada 2015 menyebutkan angka yang relatif lebih konservatif, tapi juga masih besar, yakni 281,9 juta unit atau melampaui jumlah populasi Indonesia sebanyak 261 juta. Artinya, rata-rata setiap orang (termasuk bayi dan anak-anak) di Indonesia telah punya ponsel.
Di sisi lain, The Spectator Index dalam risetnya akhir tahun lalu menempatkan Indonesia di posisi ke-6 dunia (setelah China, India, AS, Brazil dan Rusia) sebagai negara dengan pengguna ponsel terbanyak. Sebanyak 236 juta unit ponsel aktif di Tanah Air, dan diperkirakan terus tumbuh pesat karena tidak ada pembatasan kepemilikan ponsel per individu, maupun pembatasan umur.
Ini menjelaskan mengapa pengiriman ponsel terus bertumbuh. Data IDC menyebutkan bahwa 9,4 juta ponsel baru dikirim ke Indonesia pada kuartal II/2018, atau tumbuh 22% secara triwulanan. Angka tersebut merupakan rekor baru untuk Indonesia.
NEXT
![]() |
Pages
Most Popular