10 Tahun Bitcoin

'Uang' Fenomenal Se-Dunia yang Bikin Pusing Bank Sentral!

Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
03 November 2018 11:14
Ketidakpercayaan dengan Bank Sentral
Foto: REUTERS/David Gray
Krisis yang terjadi, sebut saja Krisis Keuangan Asia di 1997-1998, Krisis Subprime Mortgage di Amerika Serikat ini membuat trauma banyak pihak.

Posisi bank sentral yang seharusnya dipercaya untuk menjaga stabilitas, luntur. Karena, pengaswasan terhadap bank yang selama ini dipercaya dan harusnya bisa dipercaya justru tak becus dalam fungsi intermediasinya. Terjadi gelembung kredit, hingga masalah lain seperti biaya-biaya yang secara seenaknya dipungut bank membuat Bitcoin dengan teknologinya kian didekati.
 
Ketidakpercayaan sang Satoshi Nakamoto pada sistem perbankan konvensional pun mendorongnya melahirkan Bitcoin itu pula. Bitcoin di antaranya bisa dikirim ke mana saja melalui teknologi Blockchain (CNBC Indonesia akan menuliskan soal Blockchain di artikel selanjutnya) tanpa melalui bank atau lembaga pengirim. Setiap transaksi Bitcoin juga dilakukan tanpa syarat dan tanpa batasan transfer.

Salah satu kelebihan Bitcoin adalah para penggunanya bisa memantau semua transaksi yang terjadi. Saat ini, ada dua cara mendapat Bitcoin. Pertama, membeli Bitcoin langsung dengan menukarkan mata uang resmi dengan Bitcoin. Kedua, adalah mendapatkan Bitcoin dengan cara memasang aplikasi yang disebut Bitcoin miner atau dikenal juga dengan Bitcoin mining.

Bank Sentral, termasuk BI pun Terusik

Fenomena mata uang virtual yang tiba-tiba hadir rupanya benar-benar mengusik otoritas bank sentral. Terbukti, Bank Indonesia mengakui kehadiran Bitcoin dan aset digital lain dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan nasional.

Onny Widjanarko, Kepala Departemen Sistem Pembayaran BI mengungkapkan, Bitcoin menciptakan risiko stabilitas sistem keuangan jika terjadi ledakan gelembung (bubble burst), karena terdapat interaksi antara mata uang virtual dan ekonomi riil.

"Ada risiko volatilitas harga yang tinggi karena nilainya ditentukan pada ekspektasi penawaran dan permintaan di masa mendatang, spekulatif," ujarnya.

Selain itu, menurutnya terdapat pula risiko arbitrase peraturan karena transaksi dapat dilakukan dari negara lain dengan ketentuan yang lebih akomodatif.

"Kami memperingatkan pengguna untuk berhati-hati. Jangan jual beli karena risiko tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk stabilitas sistem keuangan," tegasnya.

Lebih rinci, dia menjelaskan, faktor yang paling berbahaya adalah proses penciptaan Bitcoin sebagai mata uang atau alat transaksi yang dianggap berlebihan, baik dari sisi nominal maupun nilai harga yang disepakati, terutama dalam gambaran krisis ekonomi.

(dru/dru)

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular