Cryptocurrency

Kisah Penipuan Investor Uang Digital Melalui Penawaran Koin

Roy Franedya, CNBC Indonesia
12 March 2018 18:05
Kisah Penipuan Investor Uang Digital Melalui Penawaran Koin
Foto: REUTERS/Dado Ruvic
Jakarta, CNBC Indonesia - Sekelompok penipu dunia maya (scammer) telah berhasil mencuri lebih dari US$ 2 juta atau setara Rp 22 miliar. Mereka menipu para investor melalui penawaran koin baru atau initial coin offering (ICO) palsu.

Dalam penelusuran CNBC International, para penipu dunia maya ini melakukannya dalam proyek ICO bernama Giza. Para penipu ini menggunakan profil LinkedIn palsu dengan mengambil gambar dari Instragram pengguna lain. Meraka berhasil menipu lebih dari 1.000 investor.

ICO merupakan aktivitas alternatif pengumpulan dana untuk mendanai sebuah proyek. ICO mengumpulkan dana dari banyak pihak dan menukarnya dengan koin digital. Harapannya harga koin digital sehingga pemegang koin mendapatkan keuntungan dari selisih harga.

CoinSchedule mencatat, tahun 2017 telah terkumpul dana US$3,8 miliar (Rp 51,3 triliun) melalui ICO. Dalam tiga bulan pertama 2018 ini ICO sudah berhasil menggalang dana US$2,8 miliar (Rp 37,8 triliun).


ICO merupakan proses penggalangan dana investor yang tak diatur. Artinya investor tidak memiliki perlindungan yang memadai seperti yang mereka dapatkan ketika berinvestasi di saham.
Beberapa investor yang diwawancara CNBC International menganggap ICO tersebut merupakan protek yang sah. Namun kemudian merasa ada yang tidak beres ketika muncul peringatan, pemasok tunggal perusahaan ternyata tak ada. Kurangnya komunikasi yang dilakukan para pendiri dan gagal mengembalikan dana investor yang hilang.

Penipuan ini nampaknya direncanakan dengan baik oleh seseorang yang misterius bernama Marco Fike yang menduduki posisi chief operating officer (COO) Giza. Dari delapan orang yang diwawancarai CNBC, terdiri dari investor, mitra dan mantan karyawan Giza, semua mengklaim belum pernah melihat wajah Marco Fike.

ICO dari Giza dilakukan pada Januari lalu dan telah berhasil menarik investor dalam beberapa minggu setelahnya. Bahkan ada satu investor yang berinvestasi setara US$10.000 (Rp 135 juta). Pada Februari 2018, Giza telah menerbitkan 2.100 koin bernilai US$2,4 juta (Rp 32,4 miliar). Semua dana ini hilang. Para penipu ini hanya menyisakan dana US$ 16 di dompet digital Giza.

Giza merupakan sebuah perusahaan rintisan (startup) yang mengklaim sedang mengembangkan perangkat super aman untuk mengizinkan masyarakat menyimpan Bitcoin Cs.

"Semuanya baik-baik saja, sampai perusahaan rekanan untuk mengembangkan perangkat Giza keluar dan mengatakn Giza telah memutuskan hubungan dan tampaknya ini merupakan penipuan dan mereka mungkin tidak akan mengembangkan apapun. Kemudian semuanya terlihat mencurigakan," ujar seorang investor bernama Chris melalui sambungan telepon pada CNBC International.

Situs Giza telah dihapus sejak Jumat (9/3/2018).

Tahun lalu, Giza telah menghubungi sebuah perusahaan Rusia yang dikenal dengan nama Third Pin LLC untuk membuar perangkat yang akan dijual. Situs Third Pin menyebutkan mereka membuat hardware untuk sejumlah industri. Pada 30 Januari 2018, CEO Third Pin, Ivan Larionov, dalam sebuah postingannya di forum Bitcoin, menyatakan telah memutuskan hubungan kerja sama dengan Giza. Larionov mengkonfirmasi pada CNBC International bawah postingan tersebut merupakan miliknya.

Larionov menceritakan sebelum tahun baru, perwakilan dari Giza menghubunginya. Mereka diberi desain untuk perangkat yang ingin dibuat Giza tanpa persayaratan teknikal. Para insinyur Thrid Pin berhasil menentukan spesifikasi perangkat dan mengenakan biaya US$ 1 juta (Rp 13,5 miliar) pada Giza dan memandatangani kontrak.


Larionov pun menghubungi STMicro, pemasok komponen, guna membantu mendapatkan suku cadang yang dibutuhkan untuk perangkat Giza. Larionov juga berhubungan dengan Marco Fize, yang digambarkannya sebagai sesuatu yang tidak jelas. 

Dalam produksinya, Larionov biaya produksi membengkak menjadi US$ 1,5 juta. Larionov meminta Marco Fike membayar cicilan, tetapi tidak melakukannya. "Pada saat itu dia mengatakan tidak, tidak mungkin. Jadi hal berikutnya yang saya katakan kepada karyawan saya untuk memutus kontraknya," ujarnya.

Sekitar pertengahan Februari, dompet digital penampungan dana untuk proyek Giza, mulai menunjukkan arus keluar dana dalam bentuk mata uang digital Ethereum. Arus pengurasan dompet digital ini berlangsung dalam dua minggu. Aktivitas arus keluar terakhir di akun Giza terjadi pada tanggal 2 Maret lalu. Investor lain, Nicolas, bukan nama sebenarnya, mengirimkan CNBC jejak uangnya - karena transaksinya dalam Ethereum menggunakan blockchain, sehingga bisa dilacak, meskipun orang dibelakangnya tetap anonim.

Dana dari dompet digital Giza dikirimkan ke alamat dompet digital lainnya. Pergerakan dana dalam kasus Giza hampir sama dengan kasus ICO Bee Token pada Februari lalu.
Kisah Penipuan Investor Uang Digital Melalui Penawaran KoinFoto: Doc. CNBC International
Diduga orang yang terlibat dalam penipuan Giza juga berada di belakang pencurian Bee Token. Atau para penipu ini memiliki bungan dengan orang-orang di belakang Giza.

Beberapa mata uang digital Ethereum dari dompet Giza 2 telah digunakan di bursa penukaran ShapeShift. Bursa ini hanya memperbolehkan penukaran uang digital dengan uang digital lainnya. 


ShapeShift mengatakan telah memasukkan dompet digital ke daftar hitam (blacklist). Manajemen tidak bersedia mengungkapkan identitas pemilik dompet atau alamat pemilik dompet. "Kami tidak mengumpulkan data pengguna," ujar ShapeShift.

Sampai sekarang investor belum mengetahui bagaimana mereka akan mendapatkan dana mereka kembali. Beberapa investor sudah mengadu ke aparat hukum di Britania Raya. Setelah Third Pin membuat pengumuman di forum Bitcoin, investor mulai khawatir akan dananya. Mereka membentuk sebuah grup percakapan di Telegram untuk menginvestigasi orang dibalik penipuan tersebut. Investigasi ini dipimpin oleh investor yang menyebut namanya Nicolas.

Beberapa investor termasuk pengembang aplikasi yang disewa Giza, menyebut tokoh sentral penipuan ini adalah COO Giza Marco Fike. Mereka semua belum pernah melihat Marco Fike, mereba biasanya berhubungan via layanan pesan singkat.

Dalam laman LinkedIn-nya Marco Fike mengaku pernah belajar di Universitas Oxford, Inggris namun tidak mencantumkan jurusannya. Oxford mengatakan pada CNBC International pihaknya akan melakukan investigasi atas klaim tersebut.

Marco Fike juga mengklaim pernah bekerja pada Microsoft di Swiss dan wakil CEO sebuah perusahaan bernama United Arab Emirates Agency di Dubai. Namun, Microsoft membantah pernah memiliki karyawan bernama Marco Fike. Perusahan agency di Dubai tak merespon pertanyaan dari CNBC International.


Salah satu anggota grup Telegram malah menemukan foto yang digunakan sebagai profil LinkedIn Marco Fike merupakan foto pengguna Instagram yang tinggal di Dubai. Tidak jelas apakah pengguna Instagram tersebut mengetahui fotonya telah digunakan untuk penipuan. 

CEO Third Pin Larionov menyatakan pernah berhubungan dengan Marco Fike melalui aplikasi Skype, tetapi mereka hanya menggunakan layanan audio. Tidak pernah bertatap muka lewat aplikasi ini. Larionov menggambarkan Marco Fike sebagai orang yang fasih berbahasa Rusia dengan akses tertentu.
(roy/roy) Next Article Jangan Iri, Investor Bitcoin Cuan Rp 34 Juta Dalam Sebulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular