
Keamanan Siber
Rp 10 kuadriliun, Risiko Kerugian Serangan Siber di ASEAN
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
24 January 2018 06:59

Jakarta, CNBC Indonesia -- Perusahaan di Asia Tenggara (ASEAN) berpotensi mengalami risiko kerugian mencapai US$750 miliar atau senilai Rp 10 kuadriliun dampak dari serangan siber akibat lemahnya keamanan.
Menurut penelitian dari A. T. Kearney, perusahaan konsultan manajemen global, negara-negara di Asean sangat rentan terhadap serangan siber lewat piranti lunak perusak atau malware karena tidak mengalokasikan dana yang cukup besar untuk keamanan siber.
A. T. Kearney memperkirakan negara-negara di Asean saat ini hanya mengalokasikan rata-rata 0,07% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk keamanan siber setiap tahun.
Alhasil, 1.000 perusahaan terbesar di kawasan Asean berisiko mengalami kerugian finansial mencapai Rp 10 kuadrilion dari berkurangnya kapitalisasi pasar akibat serangan malware.
Padahal, serangan malware semakin bertambah dari hari ke hari seiring dengan perkembangan teknologi digital.
Sebagai contoh di Indonesia, Indonesian Security Incident Response Team on the Internet Infrastructure/Coordinator Center (Id-SIRTII/CC) menghitung sebanyak 205.502.159 serangan siber terjadi di Indonesia dalam periode Januari-November 2017. Salah satunya adalah malware WannaCry yang menyerang beberapa institusi di Indonesia pada bulan Mei tahun lalu.
Indonesia bersama dengan Malaysia dan Vietnam dianggap sebagai sumber serangan malware akibat lemahnya sistem keamanan, kebijakan terhadap kejahatan siber, industri keamanan siber serta kesadaran pelaku bisnis terhadap keamanan siber dan kurangnya infrastruktur.
Naveen Menon, presiden Cisco untuk Asean, mengatakan sudah saatnya sektor korporasi memperhitungkan keamanan siber dengan membangun ketahanan menggunakan pendekatan risiko-sentris.
"Di Indonesia, transformasi digital terjadi di berbagai sektor seperti layanan kesehatan, keuangan dan ritel, yang termasuk sektor paling berisiko terkena serangan siber. Lemahnya keamanan siber dapat mempengaruhi kepercayaan konsumen, dampaknya adalah berkurangnya kapitalisasi pasar dan turunnya harga saham," katanya pada acara paparan hasil penelitian A. T. Kearney di Jakarta, Selasa (23/1/2018).
Maka dari itu, pemangku kepentingan di negara-negara Asean perlu berkoordinasi membentuk keamanan siber untuk melawan serangan siber yang sudah menjadi masalah global.
"Anda tidak bisa bertarung di peperangan [siber] ini sendirian," ucap Naveen.
(roy/roy) Next Article Indonesia Perlu Anggaran Lebih untuk Keamanan Siber
Menurut penelitian dari A. T. Kearney, perusahaan konsultan manajemen global, negara-negara di Asean sangat rentan terhadap serangan siber lewat piranti lunak perusak atau malware karena tidak mengalokasikan dana yang cukup besar untuk keamanan siber.
A. T. Kearney memperkirakan negara-negara di Asean saat ini hanya mengalokasikan rata-rata 0,07% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk keamanan siber setiap tahun.
Padahal, serangan malware semakin bertambah dari hari ke hari seiring dengan perkembangan teknologi digital.
Sebagai contoh di Indonesia, Indonesian Security Incident Response Team on the Internet Infrastructure/Coordinator Center (Id-SIRTII/CC) menghitung sebanyak 205.502.159 serangan siber terjadi di Indonesia dalam periode Januari-November 2017. Salah satunya adalah malware WannaCry yang menyerang beberapa institusi di Indonesia pada bulan Mei tahun lalu.
Indonesia bersama dengan Malaysia dan Vietnam dianggap sebagai sumber serangan malware akibat lemahnya sistem keamanan, kebijakan terhadap kejahatan siber, industri keamanan siber serta kesadaran pelaku bisnis terhadap keamanan siber dan kurangnya infrastruktur.
Naveen Menon, presiden Cisco untuk Asean, mengatakan sudah saatnya sektor korporasi memperhitungkan keamanan siber dengan membangun ketahanan menggunakan pendekatan risiko-sentris.
"Di Indonesia, transformasi digital terjadi di berbagai sektor seperti layanan kesehatan, keuangan dan ritel, yang termasuk sektor paling berisiko terkena serangan siber. Lemahnya keamanan siber dapat mempengaruhi kepercayaan konsumen, dampaknya adalah berkurangnya kapitalisasi pasar dan turunnya harga saham," katanya pada acara paparan hasil penelitian A. T. Kearney di Jakarta, Selasa (23/1/2018).
Maka dari itu, pemangku kepentingan di negara-negara Asean perlu berkoordinasi membentuk keamanan siber untuk melawan serangan siber yang sudah menjadi masalah global.
"Anda tidak bisa bertarung di peperangan [siber] ini sendirian," ucap Naveen.
(roy/roy) Next Article Indonesia Perlu Anggaran Lebih untuk Keamanan Siber
Most Popular