UMKM dan Syariah Masih Punya Banyak Ruang untuk Berkembang
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
12 October 2018 16:09

Jimbaran, CNBC Indonesia - Pesatnya perkembangan teknologi menciptakan ruang yang luas bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta keuangan syariah untuk berkembang semakin pesat.
Pasalnya, UMKM di Indonesia saat ini masih memiliki banyak kelemahan yang meliputi infrastruktur digital, pengetahuan tentang sistem keuangan, serta kemampuan sumber daya manusia dalam menjual produknya.
"Mereka tidak tahu cara menjual produk lewat e-commerce atau marketplace. Sistem pembayarannya juga tidak terintegrasi secara penuh," kata Sugeng selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia dalam Seminar Fintech Talk di Jimbaran, Bali, Jumat (12/10/2018).
Di samping kualitas produk yang masih rendah, dia menjelaskan banyak pelaku UMKM yang masih memiliki akses terbatas terhadap bank sehingga penjualan pun tersendat.
Sugeng menilai teknologi finansial (fintech) memberi banyak ruang untuk mengembangkan UMKM, apalagi dengan besarnya jumlah pengguna ponsel dan internet yang masing-masing berjumlah 372 juta dan 132 juta di Indonesia.
"Fintech bisa jadi basis pengembangan UMKM," tuturnya.
Sementara itu dalam hal keuangan syariah, Sugeng berpendapat fintech bisa menyediakan wadah bagi 28.000 pesantren di Indonesia untuk memasarkan produk-produk mereka.
"Fintech bisa jadi pencipta platform pasar untuk pesantren memasarkan produk. Kita sangat yakin bisa kembangkan ini supaya ke depan bisa kurangi impor dari luar negeri, yang mana bagus untuk persempit defisit neraca, dan mudah-mudahan bisa membantu stabilkan nilai tukar," jelasnya.
Melengkapi pernyataan Sugeng, Humayon Dar yang merupakan Direktur Jenderal Islamic Research & Training Institute (IRTI) di Islamic Development Bank (IDB) berkata nilai industri syariah secara global masih sangat kecil jika dibandingkan dengan industri konvensional. Ia menyebut sampai akhir tahun ini nilai industri syariah global tidak akan melebihi US$6,2 triliun (Rp 94.364 triliun).
"Angkanya terlihat mengesankan, tapi dalam konteks global sangat kecil," katanya dalam acara yang sama, seraya menambahkan bahwa pertumbuhan industri keuangan syariah di negara-negara Islam justru tergolong sangat kecil.
Kehadiran fintech, menurut Humayon, akan membawa dana baru ke dalam keuangan syariah sehingga bisa meningkatkan penyimpanan dan pendanaan makro. Teknologi juga bisa digunakan untuk memperoleh tabungan dan investasi mikro yang dalam jangka panjang dapat digunakan untuk pendanaan infrastruktur.
"Keuangan syariah harus relevan untuk infrastruktur," pungkasnya.
(dru) Next Article Pakar Syariah: OJK Harus Cepat Putuskan Nasib Bank Muamalat
Pasalnya, UMKM di Indonesia saat ini masih memiliki banyak kelemahan yang meliputi infrastruktur digital, pengetahuan tentang sistem keuangan, serta kemampuan sumber daya manusia dalam menjual produknya.
"Mereka tidak tahu cara menjual produk lewat e-commerce atau marketplace. Sistem pembayarannya juga tidak terintegrasi secara penuh," kata Sugeng selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia dalam Seminar Fintech Talk di Jimbaran, Bali, Jumat (12/10/2018).
Sugeng menilai teknologi finansial (fintech) memberi banyak ruang untuk mengembangkan UMKM, apalagi dengan besarnya jumlah pengguna ponsel dan internet yang masing-masing berjumlah 372 juta dan 132 juta di Indonesia.
"Fintech bisa jadi basis pengembangan UMKM," tuturnya.
Sementara itu dalam hal keuangan syariah, Sugeng berpendapat fintech bisa menyediakan wadah bagi 28.000 pesantren di Indonesia untuk memasarkan produk-produk mereka.
"Fintech bisa jadi pencipta platform pasar untuk pesantren memasarkan produk. Kita sangat yakin bisa kembangkan ini supaya ke depan bisa kurangi impor dari luar negeri, yang mana bagus untuk persempit defisit neraca, dan mudah-mudahan bisa membantu stabilkan nilai tukar," jelasnya.
Melengkapi pernyataan Sugeng, Humayon Dar yang merupakan Direktur Jenderal Islamic Research & Training Institute (IRTI) di Islamic Development Bank (IDB) berkata nilai industri syariah secara global masih sangat kecil jika dibandingkan dengan industri konvensional. Ia menyebut sampai akhir tahun ini nilai industri syariah global tidak akan melebihi US$6,2 triliun (Rp 94.364 triliun).
"Angkanya terlihat mengesankan, tapi dalam konteks global sangat kecil," katanya dalam acara yang sama, seraya menambahkan bahwa pertumbuhan industri keuangan syariah di negara-negara Islam justru tergolong sangat kecil.
Kehadiran fintech, menurut Humayon, akan membawa dana baru ke dalam keuangan syariah sehingga bisa meningkatkan penyimpanan dan pendanaan makro. Teknologi juga bisa digunakan untuk memperoleh tabungan dan investasi mikro yang dalam jangka panjang dapat digunakan untuk pendanaan infrastruktur.
"Keuangan syariah harus relevan untuk infrastruktur," pungkasnya.
(dru) Next Article Pakar Syariah: OJK Harus Cepat Putuskan Nasib Bank Muamalat
Most Popular