Terburuk-Terbaik di Asia 2025: Dari Bencana Hingga Booming Labubu!
Jakarta, CNBC Indonesia - Dari tragedi sampai pencapaian terbaik terjadi di Asia pada sepanjang 2025.
Tahun 2025 menjadi potret kontras bagi Asia. Di satu sisi, kawasan ini dilanda krisis kemanusiaan, bencana alam, dan kejahatan lintas negara.
Namun di sisi lain, Asia juga menunjukkan ketahanan ekonomi, kebangkitan generasi muda, serta menguatnya pengaruh budaya dan teknologi yang menembus pasar global.
Terburuk: Korban Kejahatan Siber Asia Tenggara
Gelombang kejahatan siber global sepanjang 2025 banyak bersumber dari jaringan kriminal di Asia Tenggara, terutama Myanmar, Laos, dan Kamboja. Nilai kerugian yang ditimbulkan mencapai miliaran dolar dan menjangkau korban di berbagai belahan dunia.
Ironisnya, banyak pelaku di lapangan merupakan korban perdagangan manusia. Mereka direkrut lewat tawaran kerja palsu, diselundupkan lintas negara, lalu dipaksa bekerja di pusat penipuan daring.
Kasus penculikan aktor asal China, Wang Xing, pada awal 2025 membuka mata publik internasional terhadap skala masalah ini. Lemahnya penegakan hukum dan praktik korupsi membuat industri ilegal ini terus beroperasi, bahkan mulai memanfaatkan kecerdasan buatan dan teknologi manipulasi visual.
Buruk: Bencana Alam dan Tragedi Kemanusiaan
Bencana alam kembali menjadi cerita kelam Asia di 2025. Gempa besar di Myanmar menewaskan ribuan orang dan berdampak lintas negara. Di berbagai wilayah Asia Tenggara dan Asia Selatan, banjir, badai tropis, dan tanah longsor memperburuk kondisi masyarakat yang sudah rentan.
Terkhusus di Asia Tenggara terutama di Indonesia, Vietnam, dan Thailand pada penghujung tahun ini mengalami rangkaian bencana banjir dan longsor. Curah hujan ekstrem yang berlangsung berhari-hari, diperparah oleh kerusakan lingkungan dan tata kelola yang lemah, menyebabkan banjir meluas hingga menelan korban jiwa dalam jumlah besar.
Di Indonesia, terkhusus di wilayah Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara terjadi banjir dan longsor yang menerjang sejumlah wilayah padat penduduk, merendam kawasan permukiman, memutus akses transportasi, serta memaksa ratusan ribu warga mengungsi. Di beberapa daerah, banjir datang berulang dalam waktu berdekatan, memperbesar dampak sosial dan ekonomi.
Vietnam juga mengalami banjir besar akibat badai tropis dan hujan ekstrem, dengan wilayah pesisir dan delta sungai menjadi area paling terdampak. Sementara di Thailand, banjir meluas hingga kawasan perkotaan dan industri, menekan aktivitas ekonomi dan memicu krisis kemanusiaan.
Secara kumulatif, banjir dan bencana hidrometeorologi di ketiga negara tersebut menyebabkan korban jiwa lebih dari 1.000 orang, dengan jutaan lainnya terdampak secara langsung. Selain faktor alam, lemahnya infrastruktur pengendalian banjir, alih fungsi lahan, dan buruknya sistem peringatan dini kerap disebut sebagai penyebab yang memperparah skala kerusakan.
Selain itu, ada tragedi kebakaran apartemen Wang Fuk Court di Hong Kong juga memilukan. Lebih dari 160 orang kehilangan nyawa, dengan dugaan kuat adanya kelalaian standar keselamatan bangunan. Peristiwa ini mempertegas bahwa faktor manusia kerap memperparah dampak bencana.
Campuran: Generasi Z dan Gelombang Protes Digital
Generasi Z tampil sebagai kekuatan sosial yang semakin vokal sepanjang 2025. Dengan dukungan media sosial dan simbol budaya populer, aksi protes merebak di Nepal, Indonesia, Filipina, Maladewa, hingga Timor Leste.
Di Nepal, tekanan publik berujung pada kejatuhan pemerintahan. Di negara lain, perubahan yang terjadi lebih terbatas. Meski hasilnya beragam, 2025 menegaskan peran Generasi Z sebagai aktor politik baru yang masih mencari bentuk gerakan jangka panjang dan berkelanjutan.
Baik: Ketahanan Ekonomi Asia di Tengah Tekanan Global
Meski menghadapi kebijakan tarif Amerika Serikat dan perlambatan ekonomi dunia, Asia menunjukkan daya lenting yang kuat. Pendekatan fleksibel dalam perdagangan dan diplomasi ekonomi memungkinkan negara-negara Asia menyesuaikan diri dengan realitas baru.
Kolaborasi lintas negara di sektor teknologi dan inovasi semakin intensif. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi Asia pada 2025 tetap bertahan di kisaran 5 persen, menjadikan kawasan ini tetap sebagai mesin pertumbuhan global.
Terbaik: Soft Power China dan Fenomena Labubu
Jika teknologi dan industri kreatif menjadi ukuran baru kekuatan lunak global, maka 2025 dapat disebut sebagai tahun kebangkitan soft power China. Sepanjang tahun ini, China tidak hanya tampil sebagai kekuatan manufaktur dan ekonomi, tetapi juga semakin diakui sebagai produsen teknologi, budaya populer, dan merek global yang mampu membentuk selera pasar internasional.
Tahun ini diawali dengan kejutan besar dari sektor teknologi. Pada Januari 2025, China meluncurkan DeepSeek, model kecerdasan buatan berbiaya rendah yang langsung mencuri perhatian dunia. Kehadirannya menantang dominasi narasi teknologi Barat yang selama ini berpusat pada perusahaan Amerika Serikat. DeepSeek memperlihatkan bahwa inovasi AI tidak selalu identik dengan biaya mahal, sekaligus memperkuat posisi China dalam persaingan teknologi strategis global.
Di sisi lain, pengaruh budaya China melonjak signifikan melalui industri kreatif dan hiburan. Produk koleksi Pop Mart, Labubu, menjelma menjadi fenomena global sepanjang 2025. Karakter dengan gaya visual unik yang memadukan kesan imut dan eksentrik ini berhasil menembus pasar Asia, Eropa, hingga Amerika Serikat. Puncaknya, Labubu tampil dalam parade Thanksgiving Macy's di New York, sebuah simbol kuat penerimaan budaya populer China di panggung dunia. Labubu merupakan bagian dari semesta karakter "The Monsters" karya seniman dan penulis asal Hong Kong, Kasing Lung, yang kini mendapat pengakuan internasional.
Penguatan soft power China juga terlihat dari dominasi di sektor otomotif dan hiburan. Produsen kendaraan listrik BYD terus memperluas pasar global dan menantang pemain lama industri otomotif dunia. Sementara itu, film animasi Ne Zha 2 mencetak sejarah sebagai film animasi dengan pendapatan tertinggi di dunia, dengan nilai box office yang dilaporkan melampaui US$2 miliar. Capaian ini menegaskan kemampuan industri film China untuk bersaing, bahkan melampaui Hollywood dan Jepang dalam genre tertentu.
Di bidang gaya hidup dan konsumsi, merek-merek China semakin akrab di ruang publik global. Sepatu olahraga Li Ning mulai terlihat di lapangan NBA, menandai penerimaan merek China di industri olahraga profesional Amerika Serikat. Jaringan kedai kopi Luckin Coffee juga berekspansi agresif di Asia dan Amerika Utara, menantang dominasi merek kopi Barat.
Secara keseluruhan, 2025 menandai pergeseran penting dalam persepsi global terhadap produk dan kreativitas China. Label "Made in China" tidak lagi semata diasosiasikan dengan produksi massal berbiaya murah, tetapi juga dengan inovasi, kreativitas, dan kekuatan narasi budaya. Dengan kombinasi teknologi, hiburan, dan merek gaya hidup yang semakin matang, China layak mendapat predikat sebagai kawasan dengan pencapaian terbaik di Asia sepanjang 2025.
Berikut rekap beberapa hal yang terjadi di Asia dari tragedi sampai pencapaian terbaik :
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)