- Pasar keuangan Indonesia berakhir beragam kemarin, IHSG menguat sementara rupiah melemah
- Wall Street kompak menguat
- Data ekonomi dan sentimen liburan akan menjadi penggerak pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan RI bergerak variatif pada perdagangan kemarin Senin (22/12/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat, tetapi rupiah loyo di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) dan obligasi dijual investor.
Pasar keuangan Indonesia diharapkan kompak menguat menjelang libur panjang pekan ini. Selengkapnya mengenai proyeksi sentimen pasar hari ini dan satu pekan ke depan bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada kemarin menguat 0,42% atau 36,29 poin, parkir di 8.645,84. Sebanyak 260 saham naik, 462 turun, dan 236 tidak bergerak. Nilai transaksi mencapai Rp 24,11 triliun, melibatkan 41,51 miliar saham dalam 2,94 juta kali transaksi.
Mengutip Refinitiv, berdasarkan sektor, penguatan IHSG terbelah. Sebagian sektor berada di zona hijau dan sebagian di zona merah. Energi memimpin penguatan dengan kenaikan 1,46%. Lalu diikuti oleh utiltias 1,02% dan bahan baku 0,82%. Sebaliknya, properti merosot 2,8%, teknologi -1,79%, dan kesehatan -1,45%.
Berdasarkan saham, penguatan IHSG kemarin hanya ditopang oleh sejumlah emiten. PT Bumi Resource Tbk (BUMI) yang naik 14,53% mendominasi dengan sumbangsih 12,64 indeks poin. Lalu diikuti oleh PT Bank Central Asia TBk (BBCA) 11,82 indeks poin.
Selain kedua emiten tersebut, sumbangsih saham-saham yang masuk dalam jajaran top movers hanya berkisar 2,14 indeks poin hingga 6,61 indeks poin.
Dari total transaksi kemarin, sebanyak 49,31% di antaranya berasal dari emiten yang berada di grup konglomerasi sama. BUMI, PT Darma Henwa Tbk (DEWA), dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) mencatat total transaksi Rp 11,9 triliun.
Beralih ke pasar nilai tukar, terpantau rupiah loyo di hadapan dolar AS pada kemarin.
Merujuk data Refinitiv, mata uang melemah 0,18% dan ditutup di level Rp16.765/US$ yang sekaligus menjadi posisi penutupan terlemah sejak 28 April 2025 atau hampir delapan bulan terakhir.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia per pukul 15.00 WIB kemarin, terpantau bergerak stabil di level 98,593.
Pelemahan rupiah seiring dengan fokus pasar yang tertuju pada rilis data awal Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat kuartal III yang dijadwalkan pada Kamis mendatang.
Data tersebut dinilai krusial untuk memberikan gambaran ketahanan ekonomi AS sekaligus menjadi acuan dalam mengukur waktu dan arah kebijakan suku bunga Federal Reserve ke depan.
Saat ini, investor memperkirakan The Fed berpotensi memangkas suku bunga sebanyak dua kali, masing-masing 25 basis poin, pada tahun depan, seiring data inflasi AS terbaru yang tercatat lebih rendah dari perkiraan pasar dan membuka ruang pelonggaran kebijakan moneter secara bertahap.
Di tengah sentimen global tersebut, menguatnya dolar AS yang mencerminkan meningkatnya permintaan terhadap aset berdenominasi dolar mengindikasikan potensi kembalinya arus modal ke AS.
Kondisi ini membuka peluang terjadinya pelepasan aset berisiko, termasuk di pasar negara berkembang seperti Indonesia, sehingga memberi tekanan lanjutan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah.
Sejalan dengan kondisi tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada 2026 akan bergerak di kisaran Rp16.678-17.098/US$, lebih lemah dibandingkan proyeksi sepanjang 2025 yang berada di rentang Rp16.150-16.683/US$.
"Kami perkirakan di 2025 ada di angka Rp16.150-16.683, sedangkan 2026 di level Rp16.678-17.098," ujar Peneliti Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan BRIN, Pihri Buhaerah, dalam Economic Outlook 2026, Senin (22/12/2025).
Beralih lagi ke pasar obligasi, terpantau juga masih ikut terkontraksi, seiring dengan kondisi rupiah yang melemah di hadapan dolar AS.
Merujuk data Refinitiv, yield obligasi acuan RI dengan tenor 10 tahun mengalami kenaikan sekitar 1,6 basis poin (bps) dalam sehari ke posisi 6,14% pada penutupan perdagangan kemarin Senin.
Patut dipahami bahwa kenaikan yield itu berbanding terbalik dengan harga, ketika yield naik, maka harga sedang turun yang mengindikasikan investor lebih banyak jualan.
Pasar saham Amerika Serikat (AS) Wall Street kompak menguat berjamaah. Sahm-saham teknologi menjadi penopang kenaikan Wall Street pada perdagangan Senin atau Selasa dini hari waktu Indonesia.
Pada perdagangan Senin (22/12/2025), Dow Jones menguat 0,47% di level 48.362,68, begitu juga dengan S&P 500 naik 0,64% di level 6.878,49, dan Nasdaq terapresiasi 0,52% di level 23.428,83.
Saham AS ditutup lebih tinggi untuk memulai pekan perdagangan yang dipersingkat karena liburan pada hari Senin, sebagian didorong oleh pemulihan berkelanjutan saham teknologi dalam kenaikan luas yang melihat kenaikan di hampir semua dari 11 sektor S&P 500.
Kenaikan pada saham teknologi dimulai akhir pekan lalu dan didorong oleh perkiraan Micron Technology (MU.O) yang luar biasa dan laporan inflasi yang lebih rendah dari perkiraan, yang membuat S&P 500 dan Dow kurang dari 1% dari level penutupan rekor mereka yang ditetapkan pada 11 Desember.
Saham Nvidia (NVDA.O) naik dan memberikan dorongan terbesar pada indeks acuan S&P 500. Reuters melaporkan perusahaan tersebut telah memberi tahu klien China bahwa mereka bertujuan untuk mulai mengirimkan chip AI terkuat kedua mereka ke China sebelum liburan Tahun Baru Imlek pada pertengahan Februari.
Saham Micron naik 4% sementara sebagian besar produsen chip lainnya juga mengalami kenaikan, sehingga indeks semikonduktor (PHLX .SOX) naik 1,1%.
"Saya tidak yakin harganya akan naik lebih tinggi lagi, harga akan terus berfluktuasi. Hari ini kita diperdagangkan lebih tinggi, tetapi saya tidak akan terkejut jika kita turun lagi dan kemudian kembali naik tepat di sekitar posisi kita saat ini," ujar Ken Polcari, mitra dan kepala strategi pasar di Slatestone Wealth di Jupiter, Florida.
Secara historis, Desember merupakan periode yang kuat untuk pasar saham. Sejak 1950, reli Santa Claus tercermin dalam kenaikan S&P 500 rata-rata sebesar 1,3% selama lima hari perdagangan terakhir tahun ini dan dua hari perdagangan pertama di bulan Januari, menurut Stock Trader's Almanac.
Tahun ini, periode tersebut dimulai pada hari Rabu dan berlangsung hingga 5 Januari.
Optimisme tentang AI, tanda-tanda ekonomi AS yang tangguh, dan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter telah mengalahkan kekhawatiran tentang tarif AS, membantu menempatkan tiga indeks utama AS pada jalur untuk tahun ketiga berturut-turut mengalami kenaikan. S&P 500 naik 17% sepanjang tahun ini.
Sebagian besar dari 11 sektor S&P diperdagangkan lebih tinggi. Material (SPLRCM), naik 1,4% dan energi (SPNY), naik 1,1%, termasuk di antara sektor dengan kinerja terbaik karena harga komoditas melonjak. Sektor teknologi (SPLRCT) naik 0,4% sementara sektor keuangan (SPSY) naik 1,3% dan ditutup pada rekor tertinggi.
PERDAGANGAN TIPIS MENJELANG LIBURAN
Indikator ketakutan Wall Street, indeks volatilitas CBOE (VIX), mencatatkan level penutupan terendah sejak 13 Desember 2024, di angka 14,08.
Volume perdagangan rendah dan kemungkinan akan semakin menipis menjelang liburan. Pasar saham AS akan tutup pukul 1 siang ET (1800 GMT) pada hari Rabu dan tutup pada hari Kamis untuk Natal.
Volume di bursa AS adalah 14,57 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata 16,9 miliar untuk sesi penuh selama 20 hari perdagangan terakhir.
Namun, data ekonomi, termasuk pembacaan awal PDB kuartal ketiga, data kepercayaan konsumen Desember, dan klaim pengangguran mingguan, dijadwalkan akan dirilis minggu ini, menawarkan wawasan tentang kesehatan ekonomi AS serta petunjuk tentang jalur kebijakan moneter.
"Angka PDB besok akan menjadi data ekonomi nyata terakhir yang benar-benar dipedulikan siapa pun," ujar Polcari.
Di antara pergerakan lainnya, saham Tesla (TSLA.O) naik 1,6% setelah paket gaji CEO Elon Musk tahun 2018 dipulihkan oleh Mahkamah Agung Delaware.
Warner Bros. Discovery (WBD.O) naik 3,5% setelah salah satu pendiri Oracle, Larry Ellison, setuju untuk memberikan jaminan pribadi sebesar US$40,4 miliar dari pembiayaan ekuitas untuk penawaran Paramount Skydance (PSKY.O) untuk mengakuisisi perusahaan tersebut. Paramount naik 4,3%
Clearwater Analytics Holdings (CWAN.N) melonjak 8,1% setelah sekelompok perusahaan ekuitas swasta yang dipimpin oleh Permira dan Warburg Pincus menyelesaikan kesepakatan untuk mengakuisisi pembuat perangkat lunak investasi dan akuntansi tersebut dengan nilai sekitar US$8,4 miliar, termasuk utang.
Saham yang naik lebih banyak daripada yang turun dengan rasio 2,15 banding 1 di NYSE dan dengan rasio 1,61 banding 1 di Nasdaq.
Indeks S&P 500 mencatat 42 rekor tertinggi baru dalam 52 minggu dan lima rekor terendah baru, sementara Nasdaq Composite mencatat 113 rekor tertinggi baru dan 128 rekor terendah baru.
Pelaku pasar pada Selasa hari ini (23/12/2025) akan cenderung mengalihkan fokus data ekonomi global, terutama datang dari negeri Paman Sam, serta melihat respon lanjutan dari data ekonomi yang rilis kemarin dari China terkait suku bunga dan jumlah uang beredar di RI.
Dari dalam negeri, sentimen bisa datang dari konferensi pers kesepakatan dagang AS-Indonesia yang akan digelar hari ini.
Berikut rincian sentimen yang akan mempengaruhi pasar pada perdagangan hari ini :
Konferensi Pers terkait Perkembangan Kesepakatan Perdagangan Indonesia - AS
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Duta Besar RI untuk AS Dwisuryo Indroyono Soesilo akan menggelar konferensi pers terkait kesepakatan dagang AS- China.
Konferensi pers akan digelar pada pukul 08.30 WIB. Konferensi pers ini diharapkan bisa menjawab isu yang menyebut AS akan menghentikan kesepakatan dagang yang ditandatangani pada Juli 2025.
Kesepakatan dagang ini menjadi kunci bagi kenaikan ataupun penurunan tarif ekspor RI ke Amerika Serikat. Dampak kesepakatan ini sangat besar mulai dari ekspor, lapangan kerja, investasi hingga pertumbuhan ekonomi.
GDP AS Kuartal III: Konfirmasi Skenario 'Soft Landing'
Sorotan utama investor global akan tertuju pada rilis final Pertumbuhan Ekonomi (GDP) AS untuk kuartal III-2025 yang diumumkan hari ini, Selasa (23/12/2025). Konsensus pasar memproyeksikan ekonomi Negeri Paman Sam tumbuh melambat ke level 3,2%, turun dari estimasi sebelumnya yang berada di angka 3,8%.
Dalam konteks normal, perlambatan ekonomi adalah kabar buruk. Namun saat ini, angka 3,2% justru menjadi sinyal yang dinanti pasar.
Perlambatan yang terukur ini dikombinasikan dengan inflasi yang sudah jinak di 2,7%-mengonfirmasi bahwa skenario Soft Landing sedang berjalan mulus.
Ekonomi AS mendingin cukup untuk menekan inflasi, namun tetap tumbuh cukup kuat untuk menghindari resesi.
Ini memberikan karpet merah bagi The Federal Reserve untuk melanjutkan pemangkasan suku bunga secara agresif tanpa keraguan.
Bunga Pinjaman China (LPR): Stimulus Masih 'Ditahan'
Dari kawasan Asia, perhatian tertuju pada keputusan Bank Sentral China (PBoC) terkait suku bunga pinjaman acuannya atau Loan Prime Rate (LPR). Data ini sudah rilis kemarin dengan hasil kembali ditahan.
PBoC pada bulan ini mempertahankan suku bunga pinjaman utama sesuai ekspektasi pasar di level 3% untuk periode satu tahun, ini merupakan level terendah sepanjang sejarah untuk bulan ketujuh berturut-turut.
Keputusan menahan suku bunga diambil setelah bank sentral China juga menahan suku bunga reverse repo tujuh hari di level 1,4% bulan ini, yang kini berfungsi sebagai suku bunga kebijakan utama. Langkah tersebut mencerminkan sinyal bahwa bank sentral belum melihat urgensi untuk memberikan stimulus moneter tambahan, seiring ekonomi China yang masih berada di jalur untuk mencapai target pertumbuhan tahun ini.
Suku bunga Loan Prime Rate (LPR) tenor satu tahun, yang menjadi acuan utama bagi sebagian besar pinjaman korporasi dan rumah tangga, tetap berada di level 3,0%. Sementara itu, LPR tenor lima tahun, yang menjadi patokan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR), juga bertahan di level 3,5%. Kedua suku bunga tersebut terakhir kali diturunkan sebesar 10 basis poin pada Mei lalu.
Keputusan ini diambil setelah data pekan lalu menunjukkan pertumbuhan penjualan ritel dan produksi industri pada November mengalami perlambatan, di tengah masih berlanjutnya krisis di sektor properti.
Di sisi lain, penyaluran kredit baru dalam bentuk pinjaman yuan tercatat lebih rendah dibandingkan Oktober dan juga di bawah ekspektasi pasar, yang menegaskan masih lemahnya permintaan kredit di dalam negeri.
Uang Beredar (M2) RI Melonjak, Kredit Mulai Ekspansif
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) kemarin juga merilis data penting terkait uang beredar dalam arti luas (M2) periode terbaru, yang menjadi salah satu indikator krusial menjelang penutupan tahun.
Pelaku pasar sebelumnya berharap melihat adanya akselerasi pertumbuhan M2 sebagai sinyal bahwa belanja pemerintah dan konsumsi masyarakat mulai mengalir lebih deras menjelang libur Natal dan Tahun Baru.
BI mencatat, pada November 2025, M2 tumbuh 8,3% secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih cepat dibandingkan Oktober 2025 yang tumbuh 7,7% (yoy). Secara nominal, M2 tercatat mencapai Rp9.891,6 triliun.
BI menjelaskan, perkembangan M2 pada November 2025 terutama dipengaruhi oleh meningkatnya tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat serta membaiknya penyaluran kredit perbankan. Tagihan bersih kepada Pempus tercatat tumbuh 8,7% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 5,4% (yoy).
Sejalan dengan meningkatnya likuiditas tersebut, pertumbuhan kredit perbankan pada November 2025 tercatat meningkat menjadi 7,9% (yoy), lebih tinggi dibandingkan Oktober 2025 yang tumbuh 7,0% (yoy).
Secara nominal, penyaluran kredit perbankan tercatat mencapai Rp8.196,4 triliun pada November 2025.
Penguatan pertumbuhan kredit perbankan tersebut juga tidak terlepas dari dukungan kebijakan pemerintah di sisi fiskal, khususnya langkah yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam meningkatkan likuiditas perbankan nasional, terutama pada bank-bank HIMBARA.
Pemerintah sebelumnya telah menyalurkan tambahan likuiditas senilai sekitar Rp200 triliun pada September 2025, yang kemudian kembali diperkuat dengan tambahan likuiditas sekitar Rp76 triliun pada November 2025.
Injeksi likuiditas ini tentunya memberikan ruang pendanaan yang lebih longgar bagi perbankan, sehingga meningkatkan kapasitas bank dalam menyalurkan kredit ke sektor riil.
Akselerasi pertumbuhan kredit perbankan salah satunya ditopang oleh Kredit Investasi (KI) yang tampil sebagai motor utama pertumbuhan.
Kredit investasi tercatat tumbuh 17,8% secara tahunan (yoy), meningkat dibandingkan Oktober 2025 yang sebesar 15,0% (yoy). Laju ini jauh melampaui pertumbuhan kredit secara keseluruhan yang berada di 7,9% (yoy).
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
-
Konferensi Pers terkait Perkembangan Kesepakatan Perdagangan Indonesia - Amerika Serikat via zoom meeting.
-
Penandatanganan Perjanjian Investasi antara Indosat dengan Arsari Group dan Northstar Group yang akan diadakan di MX Center, Kantor Indosat, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
-
Konferensi Pers "Capaian Kinerja Sektor Kelautan dan Perikanan Tahun 2025 (Part 4)" pada unit kerja Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut di Media Center KKP, Gedung Mina Bahari IV, Kota Jakarta Pusat.
-
"Pelepasan Perdana KA Motis Nataru 2025/2026" yang akan di selenggarakan di Stasiun Pasar Senen, Kota Jakarta Pusat.
-
Penandatanganan PKS penyaluran FLPP tahun 2026 terkait pembangunan rumah layak huni bagi MBR tahun 2026 yang akan dilaksanakan di kantor BP Tapera
-
Prasasti Insights: Mewujudkan Ekonomi Kreatif sebagai Mesin Baru Pertumbuhan Ekonomi Nasional
- Pertumbuhan ekonomi (GDP) kuartal III/2025 Amerika Serikat (AS)
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- Ex date dividen AMAR
- Ex date dividen KKGI
- Pembayaran tender offer KEJU
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) : MCOR, WSKT, ASJT, KRAS, CRNA, GIAA
- Public Expose : ASLI, AWAN, DPUM, MDRN, PSAB, VRNA
Berikut untuk indikator ekonomi RI:
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]