Pertama dalam 5 Tahun, Impor Batu Bara Dunia Jeblok: Ada Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara belum juga membaik.
Merujuk data Refinitiv, harga batu bara ditutup di posisi US$ 106 per ton pada perdagangan Selasa (15/12/2025) atau melemah 0,56%. Harga batu bara sudah tidak menguat selama empat hari beruntun.
Harga batu bara terus menerus dalam tekanan karena banyaknya berita negatif.
Reuters melaporkan pengiriman global batu bara termal yang digunakan untuk pembangkit listrik mencatat penurunan tahunan pertama sejak 2020 atau lima tahun terakhir. Pelemahan ini terjadi seiring menurunnya pembangkitan listrik berbasis batu bara di pasar-pasar utama Asia.
Berdasarkan data dari perusahaan intelijen komoditas Kpler, total ekspor batu bara termal melalui jalur laut (seaborne) diperkirakan mencapai sekitar 945 juta ton metrik pada 2025, turun 5% atau sekitar 50 juta ton dibandingkan 2024.
Secara keseluruhan, pengiriman batu bara untuk pembangkit listrik turun 5% atau sekitar 50 juta ton pada 2025, menjadi sekitar 945 juta ton.
Penurunan impor sebesar 7% oleh negara-negara Asia, wilayah dengan konsumsi batu bara terbesar, menjadi pendorong utama pelemahan ini. Kondisi tersebut memunculkan kemungkinan bahwa volume ekspor batu bara global telah mencapai puncaknya dan berpotensi terus menyusut ke depan.
Dominasi Asia
Negara-negara Asia menyumbang 89% dari total impor batu bara termal sepanjang tahun berjalan, menegaskan betapa terkonsentrasinya arus pengiriman batu bara secara global.
Asia mengimpor sekitar 841 juta ton batu bara termal, turun 7% atau sekitar 60 juta ton dibandingkan total impor pada 2024.
China menjadi importir batu bara terbesar tahun ini dengan sekitar 305 juta ton, disusul India (157 juta ton), Jepang (100 juta ton), Korea Selatan (76 juta ton), dan Vietnam (45 juta ton).
Impor batu bara untuk pembangkit listrik turun terutama akibat penurunan 12% impor China, ditambah berkurangnya pembelian oleh India, Jepang, dan Taiwan.
Foto: ReutersPergerakan impor batu bara dunia |
Namun demikian, hanya dua dari lima pasar impor batu bara terbesar yakni Korea Selatan dan Vietnam yang mencatat kenaikan impor tahunan tahun ini. Hal ini menegaskan melemahnya permintaan batu bara, bahkan di kawasan dengan konsumsi tertinggi.
Sementara beberapa importir lain seperti Malaysia, Thailand, dan Turki juga mencatat pertumbuhan impor tahunan, volume gabungan mereka masih jauh lebih kecil dibandingkan China dan India, yang tetap menjadi penentu utama tren impor batu bara global.
Bagaimana India dan China?
Dua importir batu bara terbesar dunia yakni China dan India menyumbang 48% dari total impor batu bara termal global. Keduanya mencatat penurunan impor tahun ini akibat kombinasi kenaikan produksi batu bara domestik dan meningkatnya pasokan listrik dari sumber lain.
China membukukan penurunan impor batu bara termal sebesar 12% atau hampir 43 juta ton pada 2025 dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi sekitar 305 juta ton. Sementara itu, impor India turun 3% atau sekitar 4,3 juta ton menjadi 157 juta ton.
Baik China maupun India memiliki kebijakan pemerintah yang mendukung produksi batu bara domestik untuk menciptakan lapangan kerja. Namun, kedua negara juga menghadapi risiko kelebihan produksi batu bara berkualitas rendah, yang dapat meningkatkan polusi saat dibakar.
Kampanye China untuk menekan kelebihan kapasitas industri diperkirakan akan menyebabkan penyusutan produksi batu bara domestik dalam beberapa tahun ke depan. Pada akhirnya ini dapat membatasi penurunan lebih lanjut pada permintaan impor batu bara dalam jangka pendek hingga menengah.
Meski demikian, ekspansi cepat energi bersih di China termasuk rekor pemasangan pembangkit surya dan angin serta meningkatnya produksi listrik dari reaktor nuklir. Hal ini diperkirakan akan terus menggerus porsi batu bara dalam bauran pembangkit listrik domestik.
Foto: ReutersPerkembangan impor batu bara di negara importir |
Faktanya, porsi batu bara dalam produksi listrik China telah turun ke level terendah sepanjang sejarah, yakni 55,3% sepanjang 2025, dari hampir 59% pada 2024, menurut data lembaga pemikir energi Ember.
Di India, kombinasi produksi tambang batu bara domestik yang mencetak rekor dan penurunan penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik telah memicu penerbitan izin ekspor batu bara. Ini adalah sebuah keputusan yang relatif jarang di India yang selama ini dikenal sebagai importir.
Izin ekspor tersebut berpotensi meningkatkan persaingan antar eksportir mulai awal 2026, dan bisa menjadi hal yang lebih rutin apabila peningkatan produksi tambang berlanjut sementara penggunaan batu bara domestik untuk listrik terus menurun.
Sepanjang 2025, batu bara menyumbang hampir 70% listrik India, turun dari lebih dari 77% dalam dua tahun sebelumnya. Penurunan porsi ini terjadi sebagai dampak langsung dari ekspansi sangat cepat pembangkit surya dan angin, serta produksi listrik tenaga air tertinggi dalam lebih dari enam tahun.
Dengan pembangkitan listrik bersih dari berbagai sumber diperkirakan terus meningkat seiring dorongan ekspansi kapasitas energi bersih India, penurunan lanjutan porsi batu bara dalam bauran listrik maupun total konsumsi batu bara di India berpotensi terjadi.
Kondisi tersebut pada gilirannya dapat mendorong kenaikan ekspor batu bara India dalam jangka pendek, yang berisiko menekan margin keuntungan eksportir batu bara lain seperti Indonesia dan Australia.
Namun dalam jangka panjang, penurunan berkelanjutan penggunaan batu bara di China, India, dan negara-negara lain yang sebelumnya menjadi konsumen utama kemungkinan akan memicu penyusutan bertahap volume ekspor batu bara, sekaligus menyebabkan kontraksi lebih luas pada industri batu bara global.
Sxcoal juga melaporkan pasar batu bara termal domestik China tengah berada dalam kondisi lesu, dipicu oleh cuaca yang relatif hangat serta tingginya level persediaan (stok) di pembangkit listrik dan pelabuhan utama.
Musim dingin yang lebih hangat dari biasanya menekan kebutuhan pemanas, sehingga permintaan listrik berbasis batu bara tidak melonjak signifikan.
Konsumsi batu bara untuk pembangkit listrik tumbuh jauh lebih lambat dibandingkan pola musiman normal.
Di sisi lain, persediaan batu bara di pembangkit listrik besar, pelabuhan, dan stockpile tambang berada di level tinggi. Banyak utilitas listrik telah mengamankan pasokan lebih awal, sehingga tidak terburu-buru membeli batu bara tambahan di pasar spot.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
Foto: Reuters
Foto: Reuters