Di Tengah Kabar UMP & Alarm Amerika, BI Bertaruh Besar Soal Suku Bunga
- Pasar keuangan RI ditutup beragam, IHSG dan SBN menguat sementara rupiah kembali melemah.
- Wall Street ditutup beragam, Dow Jones dan S&P melemah sementara Nasdaq menguat
- Keputusan bunga Indonesia, bats UMP dan juga rilis data AS menjadi penggerak pasar kemarin
Jakarta,CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam, bursa saham menguat sementara rupiah kembali melemah.
Pasar keuangan Indonesia diharapkan kompak menguat pada hari ini. Selengkapnya mengenai proyeksi sentimen hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terapresiasi 36,81 poin atau menguat 0,43% pada penutupan perdagangan kemarin, Selasa (16/12/2025). IHSG parkir di level 8.686,47 setelah sepanjang hari bergerak naik turun di zona hijau dan merah.
Sebanyak 355 saham naik, 296 turun, dan 146 tidak bergerak. Nilai transaksi kemarin tergolong ramai atau mencapai Rp 29,58 triliun, melibatkan 49,75 miliar saham dalam 2,75 juta kali transaksi.
Mayoritas sektor perdagangan berada di zona hijau, dengan penguatan terbesar dicatatkan oleh sektor utilitas, konsumer non primer dan energi. Sementara itu hanya sektor finansial dan kesehatan yang terkoreksi kemarin.
Sejumlah emiten yang menjadi penopang kinerja IHSG kemarin termasuk DSSA, BRPT, GOTO, TLKM dan COIN. Sementara itu emiten yang membebani kinerja IHSG kemarin termasuk BBCA, BBRI, BBNI, ANTM dan BNLI.
Adapun pelaku pasar masih berada pada stance wait and see terhadap kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia yang akan diumumkan Rabu (17/12/2025) yang juga menjadikan pengumuman suku bunga BI terakhir pada tahun ini. Sejumlah data dari Amerika Serikat (AS) juga akan menjadi penggerak pasar kemarin.
Kondisi eksternal yang suram akibat data China tersebut menjadi latar belakang yang berat saat Bank Indonesia (BI) memulai hari pertama Rapat Dewan Gubernur (RDG) kemarin (Selasa, 16/12).
Gubernur BI dan timnya kini dihadapkan pada dilema kebijakan yang pelik. Di satu sisi, perlambatan tajam ekonomi mitra dagang utama menuntut adanya pelonggaran moneter agar ekonomi domestik tidak ikut terseret arus resesi global.
Lanjut ke nilai tukar Rupiah. Mata uang rupiah kembali melanjutkan pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin, Selasa (16/12/2025).
Melansir data Refinitiv, pada penutupan perdagangan kemarin, Selasa (16/12/2025) rupiah ditutup terdepresiasi 0,15% atau terkoreksi ke level Rp16.685/US$. Sepanjang perdagangan kemarin, rupiah bergerak di range level Rp16.660 - Rp16.693/US$.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia, pada pukul 15.00 WIB tengah mengalami pelemahan tipis 0,03% di level 98,281.
Pelemahan rupiah kemarin terjadi di tengah sikap hati-hati pelaku pasar yang menantikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang dimulai kemarin dan akan berlanjut hingga pengumuman keputusan kebijakan moneter pada Rabu (17/12/2025).
Sebagai catatan, pada RDG terakhir yang berlangsung 18-19 November 2025, Bank Indonesia memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI-Rate di level 4,75%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 3,75% dan Lending Facility sebesar 5,50%.
BI menyatakan akan terus mencermati efektivitas transmisi kebijakan moneter yang akomodatif, prospek pertumbuhan ekonomi dan inflasi, serta stabilitas nilai tukar rupiah dalam memanfaatkan ruang kebijakan ke depan.
Dari sisi eksternal, dolar AS bergerak dengan kecenderungan melemah menjelang rilis sejumlah data ekonomi penting Amerika Serikat. Namun sayangnya, di tengah pelemahan dolar AS di pasar global, rupiah belum mampu memanfaatkan momentum tersebut.
Sementara dari sisi Surat Berharga Negara (SBN), imbal hasil obligasi negara 10 tahun tengah melemah ke 6,148% yang sebelumnya bertengger di level 6,162%.
Imbal hasil yang melandai menandai harga SBN tengah menguat karena diburu investor.
(gls/gls)