MARKET DATA

Saham INDY Diramal Terbang ke Rp 3.000, Apa Pendobraknya?

Susi Setiawati,  CNBC Indonesia
11 December 2025 08:25
Direktur Utama Indika Energy, Arsjad Rasyid/Dok INDY
Foto: Direktur Utama Indika Energy, Arsjad Rasyid/Dok INDY

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten terafiliasi konglomerat Arsjad Rasjid, saham PT Indika Energy Tbk (INDY) diramal bisa terbang sampai Rp3000 per lembar. Optimisme ini muncul berkat prospek percepatan pembagunan tambang emas yang diproyeksi mulai produksi tahun depan.

Harga saham INDY terkini sampai perdagangan Rabu (10/12/2025) masih berada di Rp1.935 per lembar, artinya dengan target ke Rp3000 per lembar, ada potential upside lebih dari 50%.

Unlocking New Segments : Tambang Emas INDY

Optimisme kenaikan harga saham INDY datang dari prospek kehadiran segmen baru di pertambangan emas tahun depan.

Direktur Indika Energy, Johanes Ispurnawan, memastikan bahwa proyek tambang emas masih on track, dengan uji coba produksi dijadwalkan mulai kuartal IV/2026 dan operasi komersial penuh ditargetkan berlangsung pada 2027.

"Dengan begitu, pada 2027 seluruh operasional dapat berjalan sesuai rencana dan mulai memberikan kontribusi," ujarnya dalam paparan publik di Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Direktur lain, Retina Rosabai, menambahkan bahwa perusahaan memegang izin pengelolaan untuk tiga area pit, yaitu Awak Mas, Tarra, dan Salu Bulo melalui PT Masmindo Dwi Area, semuanya berlokasi di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.

Total luas konsesi mencapai 14.390 hektare, di mana sekitar 1.444 hektare atau 10% siap dikembangkan. Perseroan memegang Kontrak Karya (CoW) hingga 2050 dan berpotensi memperpanjang statusnya menjadi IUPK sampai 2070.

Retina menjelaskan bahwa proyek Awak Mas kini berada pada fase konstruksi dan menargetkan trial produksi pertama pada Desember 2026. Penambangan akan menggunakan metode open pit, sementara proses pengolahan emas memakai teknologi carbon in leach (CIL).

Berdasarkan estimasi terbaru, Awak Mas memiliki sumber daya 2,55 juta oz, cadangan 1,51 juta oz, dan rencana produksi sekitar 100 ribu oz per tahun dengan kadar emas rata-rata 1,37 gram per ton.

Untuk area pit Awak Mas, perusahaan memperkirakan biaya tunai (cash cost) sebelum royalti berada di sekitar US$1.150 per oz, sementara kebutuhan belanja modal berkelanjutan (sustaining capital cost) dipatok sekitar US$50 per oz. Dengan asumsi harga emas yang menembus level di atas US$3.000 per oz, besaran royalti akan otomatis masuk ke tarif tertinggi yaitu 16%, merujuk pada ketentuan dalam PP No. 19/2025.

Beban Royalti Batu bara Lebih Ringan Tahun Depan

Selain mendapat momentum positif dari prospek tambang emas, INDY akan menikmati keringanan dari beban royalti batu bara. Bisnis inti perseroan sejauh ini masih sangat terkait dengan penjualan batu bara, sehingga penurunan tarif royalti dari 28% menjadi 19% untuk batu bara dengan harga acuan di atas US$120 per ton memberikan ruang margin yang lebih sehat bagi perusahaan.

Di tengah tekanan harga batu bara tahun ini, INDY masih bisa melakukan efisiensi, meskipun profitabilitas-nya mengalami penyusutan.

Sepanjang sembilan bulan pertama 2025, INDY mencatat pendapatan US$1,44 miliar, turun 19,1% YoY. Laba kotor menurun 28,1% menjadi US$193,7 juta dengan margin 13,4%, sedangkan laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk hanya tersisa sekitar US$0,5 juta.

Kontribusi terbesar tetap datang dari anak usaha batu bara, Kideco Jaya Agung, yang menyumbang US$1,15 miliar, turun 18,0% akibat turunnya harga jual rata-rata menjadi US$49,4 per ton. Kideco menjual 22,2 juta ton batubara, termasuk 9,6 juta ton (43%) untuk kebutuhan dalam negeri (DMO), melampaui ketentuan pemerintah.

Di sisi lain, INDY berhasil mencatat efisiensi biaya signifikan. COGS turun 17,5% menjadi US$1.249,2 juta, sementara cash cost Kideco (termasuk royalti) turun 13,0% menjadi US$44,0 per ton. Penurunan tersebut didorong turunnya harga batubara, beban royalti lebih rendah, dan strip ratio lebih rendah menjadi 5,2 kali.

Di sisi efisiensi, COGS turun 17,5% menjadi US$1,25 miliar, sementara cash cost Kideco (termasuk royalti) turun 13,0% menjadi US$44,0 per ton. Penurunan ini didorong turunnya harga batubara, beban royalti yang lebih rendah, dan strip ratio yang menurun menjadi 5,2 kali.

Kesimpulannya, INDY berhasil menjaga efisiensi dan mempertahankan volume penjualan batu bara meskipun harga global menekan pendapatan. Keringanan royalti dan fokus efisiensi memberi ruang bagi margin yang lebih sehat, sementara diversifikasi ke sektor emas dan non-batubara mendukung ketahanan bisnis jangka panjang.

Namun tetap ada catatan juga, kinerja INDY tetap sensitif terhadap fluktuasi harga batu bara global, perubahan regulasi royalti, dan kondisi makro ekonomi.Penurunan harga batubara atau permintaan domestik yang melambat dapat berdampak negatif pada pendapatan dan profitabilitas perseroan.

Selain itu, proyek diversifikasi ke emas dan sektor non-batubara masih menghadapi risiko operasional dan implementasi yang dapat memengaruhi hasil keuangan.


Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)



Most Popular