Tok! The Fed Pangkas Suku Bunga 25 Bps, Cuma Sekali Cut Rate di 2026?
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) akhirnya memenuhi harapan dunia dengan memangkas suku bunganya sebesar 25 bps ke level 3,50-3,75%.
The Fed mengumumkan suku bunga pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia (11/12/2025) setelah menggelar pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) selama dua hari. Ini merupakan pemangkasan ketiga sepanjang tahun ini setelah September dan Oktober lalu. Suku bunga saat ini adalah yang terendah sejak September 2022 atau lebih dari tiga tahun terakhir.
Seperti diketahui, The Fed telah mengerek suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 hingga Juli 2023. Mereka baru memangkasnya pada September 2024 dan dilanjutkan pada November serta Desember 2024 dengan total 100 basis poin (bps) di tahun kemarin ke 4,25-4,50%. The Fed kemudian menahan suku bunga hingga Agustus 2025 sebelum memangkasnya pada September dan Oktober 2025.
Pemangkasan suku bunga tahun ini dilakukan sebagai respons terhadap makin banyaknya tanda pelemahan pasar tenaga kerja, termasuk pertumbuhan lapangan kerja yang sangat lambat dan meningkatnya pengangguran di kalangan anak muda serta kelompok minoritas.
Dalam pernyataan resminya, The Fed inflasi meningkat sejak awal tahun dan tetap berada pada level yang relatif tinggi.
"Dalam mempertimbangkan besaran dan waktu penyesuaian tambahan terhadap kisaran target suku bunga, Komite akan menilai secara cermat data yang masuk, perkembangan prospek ekonomi, dan keseimbangan risiko," tulis The Fed dalam pernyataan resminya.
Kata " besaran dan waktu penyesuaian tambahan" baru pertama kali muncul dalam pernyataan The Fed sepanjang tahun ini. Kata-kata ini mengindikasikan sikap hati-hati ke depan.
FOMC tetap terbelah dalam pengambilan keputusan dan rapat kebijakan berlangsung dengan penuh perdebatan. Hasil pemungutan suara 9-3. Beberapa anggota mendukung pemangkasan suku bunga untuk mencegah pelemahan lebih lanjut di pasar tenaga kerja, sementara yang lain menilai pelonggaran kebijakan telah cukup dan berisiko memperburuk inflasi.
Keputusan kemarin adalah pertama kalinya sejak 2019 terdapat dissenting votes sebanyak ini..
Ketua The Fed Jerome Powell berulang kali mengatakan bahwa dissent bukanlah kesalahan, tetapi bagian dari proses penentuan suku bunga, dan ia menyambut adanya keragaman pandangan.
Namun, meningkatnya jumlah dissent membuat arah kebijakan moneter ke depan menjadi semakin sulit diprediksi. Selain itu, tahun depan empat presiden bank regional Fed yang berbeda akan memiliki hak suara dalam keputusan suku bunga, sesuai rotasi dalam struktur komite penetapan suku bunga Fed.
Dalam konferensi pers, Powell menyebut government shutdown sebanyak lima kali, dengan menekankan bahwa tertundanya rilis data ekonomi resmi, termasuk data ketenagakerjaan dan, inflasi telah membuat prospek ekonomi yang dinilai The Fed menjadi kabur.
"Sangat sedikit data inflasi yang dirilis sejak pertemuan kami pada Oktober," ujar Powell, dikutip dari CNN International.
The Fed juga mengandalkan data lain dari pihak ketiga. Meski tidak sehandal data pemerintah, data tersebut tetap mengonfirmasi ekspektasi The Fed mengenai melemahnya pasar tenaga kerja dan meningkatnya inflasi. Kombinasi sulit ini Powell menyebutnya sebagai "situasi yang menantang."
"Meskipun data penting dari pemerintah federal untuk beberapa bulan terakhir belum dirilis, data publik dan swasta yang tersedia menunjukkan bahwa prospek ketenagakerjaan dan inflasi tidak berubah," kata Powell.
Shutdown yang berlangsung hingga 43 hari sejak awal Oktober juga memengaruhi perhitungan The Fed dalam cara lain yakni adanya perlambatan ekonomi. Namun Powell mengatakan bahwa berakhirnya shutdown akan mendorong ekonomi pada Desember dan bulan depan, sehingga secara keseluruhan ekonomi akan menutup ketertinggalan tersebut.
Dengan minimnya data dan situasi ekonomi yang tidak pasti, Powell mengatakan The Fed akan beralih dari tiga kali pemotongan suku bunga berturut-turut menjadi sikap menunggu dan melihat perkembangan (wait and see).
"Ini situasi yang sangat menantang. Saya pikir kita berada di posisi yang tepat untuk, seperti yang saya sebutkan, menunggu dan melihat bagaimana ekonomi berkembang." ujarnya.
The Fed dalam Posisi Sulit
Perekonomian AS menghadapi dua masalah yang terjadi secara bersamaan dan sangat rumit untuk diselesaikan The Fed yakni pasar tenaga kerja memburuk sementara inflasi justru meningkat.
Alat kebijakan terpenting The Fed yakni suku bunga hanya bisa membantu menstimulasi pasar tenaga kerja atau mengendalikan harga, tidak keduanya dalam sekaligus.
Mendorong pertumbuhan lapangan kerja dapat meningkatkan inflasi, dan menjaga inflasi tetap rendah dapat melemahkan pasar tenaga kerja. Itulah sebabnya Powell menyebut situasi ekonomi saat ini sebagai sesuatu yang "menantang."
"Anda hanya punya satu alat. Anda tidak bisa melakukan dua hal sekaligus." Ujar Powell.
Lalu mengapa The Fed begitu fokus pada pasar tenaga kerja dengan memangkas suku bunga ketika sebagian besar masyarakat mengeluhkan kondisi ekonomi akibat mahalnya biaya hidup yang disebabkan inflasi?
Powell sepakat bahwa tingginya biaya hidup adalah kekhawatiran utama konsumen Amerika. Menurutnya sumber masalahnya bukan inflasi saat ini, melainkan harga-harga yang sudah terlanjur naik akibat lonjakan inflasi pada 2022 dan 2023 yang sampai sekarang masyarakat belum sepenuhnya menyesuaikan diri.
Meskipun The Fed berkomitmen menurunkan inflasi, Powell menilai masyarakat juga akan merasa lebih baik secara finansial bila pasar tenaga kerja menguat. Pada akhirnya mendorong kenaikan upah untuk mengimbangi harga yang lebih tinggi tersebut.
"Kita akan membutuhkan beberapa tahun di mana kompensasi riil lebih tinggi ... agar masyarakat mulai merasa lebih baik mengenai masalah keterjangkauan," kata Powell.
"Jadi kami bekerja keras untuk itu. Kami berupaya menjaga inflasi tetap terkendali, namun juga mendukung pasar tenaga kerja dan pertumbuhan upah yang kuat, agar masyarakat memperoleh pendapatan yang cukup dan kembali merasa sehat secara ekonomi." Imbuhnya.
Powell menyalahkan tarif besar-besaran yang diterapkan Presiden Donald Trump sepanjang tahun ini sebagai penyebab utama lonjakan inflasi.
"Cerita mengenai inflasi dan kami sangat menyadari bahwa ini adalah ceritanya saat ini adalah bahwa jika Anda menjauhkan faktor tarif, inflasi berada di kisaran 2% rendah," kata Powell.
Pertumbuhan lapangan kerja telah melambat secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir rata-rata kenaikan hanya 40.000 sejak April. Namun, sangat mungkin bahwa pasar tenaga kerja sebenarnya mendingin lebih dalam daripada yang diperkirakan sebelumnya.
"Kami berpikir bahwa ada overstatement (pelaporan berlebih) dalam angka-angka ini sekitar 60.000 pekerjaan per bulan," ujar Powell.
Jika koreksi tersebut benar, maka kenaikan lapangan kerja dari April hingga September sebenarnya berubah menjadi penurunan sekitar 20.000 pekerjaan per bulan.
Namun, Powell menegaskan bahwa itu bukan berarti data resmi ketenagakerjaan yang ada selama ini salah.
"Estimasi pertumbuhan lapangan kerja secara real-time itu sangat sulit," katanya.
Sekali Pemangkasan Pada 2026?
Proyeksi The Fed sendiri hanya menunjukkan satu kali pemangkasan pada 2026.
"Dot plot" proyeksi suku bunga menunjukkan bahwa median pejabat The Fed memperkirakan penurunan suku bunga sebesar 25 bps pada 2026 dan 25 bps lagi pada 2027, sama seperti proyeksi bulan September.
Foto: The FedDot plot proyeksi The Fed |
Proyeksi terbaru juga menunjukkan pejabat The Fed memiliki pandangan yang lebih optimistis terhadap ekonomi pada tahun mendatang.
Mereka kini memperkirakan Produk Domestik Bruto riil (PDB riil) akan tumbuh 2,3% secara tahunan pada akhir 2026. Pada proyeksi September, mereka hanya memperkirakan pertumbuhan 1,8%.
Proyeksi mereka untuk tingkat pengangguran tidak berubah, tetap di 4,4%, angka yang sama dengan tingkat pengangguran terakhir yang dilaporkan untuk September.
Dalam hal inflasi, para pejabat memperkirakan indeks harga PCE (Personal Consumption Expenditures) akan menunjukkan kenaikan harga sebesar 2,4% secara tahunan pada akhir 2026. Angka ini lebih rendah dibandingkan pembacaan terakhir sebesar 2,8% pada September.
Reaksi Pasar
Saham-saham Amerika Serikat menguat pada Rabu waktu AS ketika trader mencerna pernyataan Powell dalam konferensi pers.
Indeks Dow Jones yang berisi 30 saham unggulan naik 497,46 poin, atau 1,1%, dan ditutup di 48.057,75. S&P 500 menguat 0,7% dan mengakhiri hari di 6.886,68, bahkan sempat diperdagangkan di atas rekor penutupan sebelumnya di 6.890,89. Sementara itu, Nasdaq Composite naik 0,3% menjadi 23.654,16.
Lonjakan saham terjadi setelah Powell mengatakan bahwa ia tidak melihat kenaikan suku bunga sebagai 'skenario dasar siapa pun saat ini'.
Kay Haigh dari Goldman Sachs Asset Management mengatakan bahwa The Fed telah mencapai akhir dari apa yang disebut sebagai insurance cuts.
"Hard dissents' dari anggota yang memiliki hak suara, serta 'soft dissents' yang terlihat di dot plot, menegaskan blok hawkish di dalam The Fed. Kembalinya frasa 'extent and timing' dalam pernyataan kebijakan kemungkinan dimasukkan untuk meredakan kelompok tersebut. Meskipun masih ada peluang pemangkasan tambahan, pelemahan pasar tenaga kerja harus cukup tinggi untuk mendukung pemangkasan" ujarnya dikutip dari Bloomberg.
Foto: The Fed