10 Negara Raksasa Lithium Global, Pemegang Kunci Perubahan Dunia
Jakarta, CNBC Indonesia - Perkembangan kendaraan listrik (EV) menjadi titik tolak kebutuhan dunia akan lithium. "Emas putih" baru ini pun kini mengambil peran kunci dalam perkembangan industri ke depan.
Seiring meningkatnya permintaan terutama dari industri EV, produksi lithium global meningkat signifikan dalam satu dekade terakhir. Produksi lithium global telah melampaui 100 ribu ton pada tahun 2021, hampir empat kali lipat produksi satu dekade lalu.
Namun, produksi lithium global didominasi oleh beberapa negara saja. BP Statistical Review of World menunjukkan 90% produksi lithium global pada 2021 berasal dari tiga negara, yaitu Australia, Chili, dan Tiongkok.
Australia sendiri bahkan menyumbang 52% produksi lithium dunia, dengan produksi mencapai 55,4 ribu ton. Produksi lithium Australia meningkat drastis dalam kurun 10 tahun, seiring perluasan tambang untuk memenuhi permintaan global.
Salah satu sumber utama lithium negara tersebut adalah pertambangan Greenbushes, yang telah beroperasi selama 25 tahun.
Chili menyusul di posisi kedua dengan produksi mencapai 26 ribu ton pada 2021, atau sekitar 24,5% produksi dunia. Berbeda dengan beberapa negara pada umumnya, lithium Chili tidak diambil dari batuan keras, melainkan dari air garam bawah tanah yang terperangkap di "salt flats" di dataran tinggi atau padang garam.
Salah satu pasokan terbesar berasal dari Salar de Atacama, yang merupakan dataran garam (salt flat) terbesar di Chili.
Di peringkat ketiga, China menyumbang 13,2% produksi lithium dunia. Produksi lithium China juga berpotensi semakin melonjak setelah penemuan deposit bijih lithium sebesar 540 juta ton di Hunan.
Selain itu, China tidak hanya berperan sebagai produsen terbesar, melainkan juga memainkan peran penting dalam rantai pasok lithium dunia. Penemuan tersebut juga memberi China peluang untuk menutup ketergantungan impor lithium, memperkuat integrasi dari hulu hingga hilir, dari tambang, pemurnian, hingga produksi baterai.
Dengan demikian, China dapat memperkokoh dominasinya dalam seluruh rantai pasok energi, sembari mengerek kapasitas produksi dan keamanannya atas pasokan lithium global.
Di luar tiga produsen utama, negara lainnya hanya menyumbang porsi kecil terhadap produksi lithium global.
Amerika Serikat bahkan hanya berada di kisaran 0,8% atau 0,9 ribu ton pada 2021. Namun, penemuan deposit lithium raksasa di Kaldera McDermitt dapat mengubah kondisi ini secara signifikan, terutama bagi AS.
Dengan perkiraan cadangan 20-40 juta ton yang disebut sebagai salah satu yang terbesar di dunia, AS memiliki peluang untuk melompat dari pemain kecil menjadi calon produsen utama yang dapat mengganggu dominasi Australia, Chile, dan China. Jika eksploitasi deposit ini berhasil, AS berpotensi menggeser peta produksi global.
Sementara itu, negara-negara di luar daftar 8 besar hanya menyumbang sekitar 0,1% produksi lithium dunia.
Meski pasokan global terus meningkat signifikan, permintaan lithium juga akan terus melonjak dalam beberapa tahun ke depan. World Economic Forum memproyeksikan permintaan lithium akan mencapai lebih dari 3 juta ton pada tahun 2030.
Berdasarkan proyeksi permintaan tersebut, produksi perlu meningkat hampir enam kali lipat untuk bisa mengimbangi permintaan. Proyek-proyek lithium juga memerlukan waktu sekitar enam hingga lebih dari lima belas tahun untuk mencapai tahap operasi.
Kondisi ini membuat pasar lithium diperkirakan akan memasuki periode defisit dalam beberapa tahun mendatang.
(luc/luc)