Nasib Batu Bara di Ujung Tanduk, Harganya Ditentukan Cuaca!
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara melemah setelah menguat dua hari beruntun.
Merujuk Refinitiv, harga batu bara pada perdagangan Selasa (9/12/2025) ditutup di US$ 109,3 atau melemah 00,55%. Pelemahan ini memutus tren positif harga batu bara yang menguat 1,6% dalam dua hari terakhir.
Harga batu bara melemah di tengah beragamnya sentimen dari pasar India dan China.
Pada November 2025, impor batu bara termal oleh China dan India naik dibanding bulan sebelumnya. China mengimpor sekitar 30,96 juta ton, naik dari 29,18 juta ton di Oktober. India mencatat impor sebesar 13,01 juta ton pada November, naik dari 12,38 juta ton bulan sebelumnya.
Meskipun meningkat dibanding Oktober, impor batu bara China pada November 2025 tetap turun dari November 2024 (yoy, year-on-year). Untuk India, impor batubara termal pada November sedikit lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu .
Namun, meskipun ada lonjakan sementara, analisis dari para pelaku pasar memperingatkan bahwa kenaikan harga batu bara dan stok domestik yang besar, terutama di China, bisa membatasi volume impor lebih lanjut dalam beberapa bulan mendatang.
World Energy Employment Reportmenyebut dorongan baru India untuk meningkatkan penambangan batu bara komersial telah memicu lonjakan tajam dalam lapangan kerja sektor batubara, dengan jumlah tenaga kerja meningkat hampir 74.000 pekerjaan pada 2024.
Momentum ini diperkirakan berlanjut hingga 2025 seiring negara tersebut mencetak rekor baru dalam produksi batubara domestik.
Pertumbuhan di India didorong oleh produksi rekor pada 2024, proyek greenfield baru, ekspansi tambang yang sudah ada, dan bahkan pembukaan kembali lokasi tambang yang pernah ditutup. Dorongan kebijakan berkelanjutan dari Kementerian Batu bara juga bertujuan mengurangi ketergantungan impor dan memperkuat keamanan energi.
Sejak peluncuran lelang batu bara komersial pada 2020, sebanyak 133 blok batu bara telah diberikan melalui 12 putaran, dengan 117 jatuh ke tangan sektor swasta. Tambang-tambang ini memiliki kapasitas produksi gabungan lebih dari 205 juta ton per tahun dan diproyeksikan menciptakan 2,77 lakh (277.000) pekerjaan. Total 133 tambang tersebut diperkirakan dapat mendukung 3,73 lakh (373.000) pekerjaan, menarik lebih dari ₹41.000 crore investasi, dan menghasilkan ₹38.710 crore pendapatan tahunan.
India menetapkan target produksi batu bara yang ambisius sebesar 1.157 juta ton untuk 2026.
India juga berencana meningkatkan kapasitas pembangkit listrik berbasis batubara sebagai bagian dari dorongan untuk memperkuat keamanan energi nasional.
Menurut perencanaan, kapasitas PLTU batubara India bisa diperluas secara signifikan. Pemerintah mempertimbangkan untuk menambah pembangkit baru, bahkan hingga 2047, melampaui target sebelumnya yang berakhir 2035.
Dengan ekspansi ini, kapasitas batubara baru bisa mencapai angka yang jauh lebih tinggi dibanding sekarang. Ekspansi ini mencerminkan bahwa meskipun India juga memperluas energi terbarukan, batubara tetap dianggap penting untuk memenuhi kebutuhan listrik dasar (baseload), terutama di saat permintaan tinggi.
Kapasitas batubara India saat ini akan dinaikkan 46% dari 210 GW (gigawatt).
Bagi negara eksportir batu bara seperti Indonesia, rencana ekspansi batubara di India bisa menjadi sumber permintaan baru meskipun tergantung pada kebijakan internasional dan harga global.
China Beri Kabar Buruk
Sementara itu, Sxcoal melaporkan harga thermal coal "mine-mouth" di berbagai wilayah tambang utama di China menghadapi tekanan signifikan karena permintaan melemah. Pada 4 Desember 2025, pasar domestik batu bara thermal China melanjutkan tren penurunan harga.
Penurunan ini terjadi meski sudah memasuki periode musim dingin, ketika biasanya kebutuhan batu bara untuk utilitas listrik meningkat. Permintaan yang rendah, terutama pembeli besar seperti utilitas listrik dan pembangkit bersikap hati-hati dan menunda pembelian.
Akumulasi persediaan di tambang dan lokasi mine-mouth juga masih melimpah.
Penurunan harga domestik China ini kemungkinan akan memberi tekanan lanjutan pada harga batu bara global karena China sering jadi acuan besar bagi pasar batubara dunia.
Produsen dan eksportir maupun pengekspor batubara, termasuk dari Indonesia dan Australia, perlu berhitung ulang. Daya tarik ekspor yang bisa melemah jika harga portside China tetap rendah.
Jika tren penurunan ini berlanjut hingga musim dingin, bisa mempengaruhi keputusan pembelian uap batu bara dan pasokan listrik dengan potensi menunda pembelian besar hingga ada tanda pemulihan permintaan.
Banyak pabrik baja di China juga kini menahan pembelian karena permintaan terhadap produk baja sedang melemah karena proses produksi baja menurun, sehingga kebutuhan kokas ikut anjlok.
Dengan suplai kokas yang tetap atau meningkat maka terjadi akumulasi stok kokas sehingga meningkatkan tekanan jual dan memaksa pemangkasan harga.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]