IHSG Ngebut, Rupiah Loyo: Investor Cemas Menanti Kabar dari Amerika
Pelaku pasar akan mencermati sejumlah sentimen hari ini, baik dari dalam ataupun luar negeri. Sentimen terbesar akan datang dari rapat The Fed yang mulai digelar hari ini waktu AS.
Berikut beberapa sentimen pasar hari ini:
Data Perdagangan China Melesat: Surplus Tembus US$111,6 Miliar
Pekan ini dibuka dengan kejutan dari Beijing. Data yang dirilis Senin (8/12/2025) pukul 10.00 WIB menunjukkan surplus dagang China melebar signifikan menjadi US$111,68 miliar pada November, jauh melampaui proyeksi konsensus US$100,2 miliar.
Angka ini bukan hanya lebih tinggi dari capaian bulan sebelumnya, tetapi juga menjadi surplus terbesar sejak Juni, sekaligus mengonfirmasi bahwa tekanan perdagangan eksternal mulai mereda.
Lonjakan surplus didorong oleh ekspor yang tumbuh 5,9% YoY, dua kali lipat dari ekspektasi analis yang memproyeksikan 3,8%. Ini juga menjadi pembalikan tajam dari kontraksi 1,1% pada Oktober.
Pemerintah Beijing disebut memanfaatkan momentum pasca kemenangan Donald Trump pada pemilu AS November lalu, dengan mempercepat diversifikasi pasar keluar dari Amerika Serikat. Akibatnya, pengiriman ke negara-negara non-AS - termasuk ASEAN dan Uni Eropa - melonjak signifikan.
Sebaliknya, ekspor ke Amerika Serikat justru anjlok 28,6% YoY, penurunan dua digit yang terjadi selama delapan bulan beruntun. Meski Beijing dan Washington sempat menyepakati truce sementara terhadap perang dagang pada akhir Oktober, langkah ini belum cukup memulihkan arus perdagangan ke AS.
Dari sisi impor, pertumbuhan 1,9% YoY tercatat masih di bawah ekspektasi 2,8% namun membaik dari kenaikan 1% di Oktober. Lemahnya impor menunjukkan pemulihan permintaan domestik masih tertahan, meski tidak sedalam bulan sebelumnya. Dengan tren ini, surplus China dengan AS menyempit menjadi US$23,74 miliar, turun dari US$24,76 miliar pada Oktober.
Secara kumulatif, data terbaru menegaskan skala ketergantungan global terhadap manufaktur China: surplus perdagangan sepanjang tahun telah menembus US$1,08 triliun, didorong ekspor yang naik 5,4% sementara impor turun 0,6%. Ini merupakan rekor yang berpotensi membentuk ulang persepsi pasar terkait kekuatan industri China di tengah tensi geopolitik yang terus bergerak.
Kinerja ekspor yang solid juga beriringan dengan sinyal positif lain. Caixin Manufacturing PMI mencatat 51,5, menandai ekspansi tiga bulan beruntun. Ini membuat rebound ekspor tampak lebih berkelanjutan, bukan sekadar efek dasar rendah atau fluktuasi pendek.
Dengan data dagang yang melonjak dan rangkaian indikator manufaktur yang membaik, pasar kini membaca peluang bahwa ekonomi China memasuki fase stabilisasi setelah setahun dihantui kekhawatiran perlambatan.
Namun volatilitas tetap tinggi, terutama karena struktur ekspor Beijing kini semakin bergeser dari pasar Amerika menuju kawasan Asia dan Eropa sebuah transisi yang belum tentu mulus.
Kenaikan impor dan ekspor ini tentu saja menjadi kabar baik bagi Indonesia yang menggantungkan sekitar 29% ekspornya ke China.
Data Tenaga Kerja AS Job Openings & Klaim Pengangguran
Amerika Serikat akan merilis data pembukaan lapangan pekerjaan (Job Openings/JOLTs) pada hari ini. Data diperkirakan berada di kisaran 7,2 juta lowongan pada September 2025.
Sebagai catatan,lowongan pekerjaan di Amerika Serikat meningkat sebanyak 19.000 menjadi 7,227 juta pada Agustus 2025, dari revisi naik 7,208 juta pada Juli, sesuai dengan ekspektasi pasar. Jumlah lowongan pekerjaan naik di sektor kesehatan dan bantuan sosial (+81.000), sektor rekreasi dan perhotelan (+97.000), serta perdagangan ritel (+55.000).
Sebaliknya, lowongan menurun pada sektor konstruksi (-115.000) dan pemerintahan federal (-61.000).
Secara regional, lowongan meningkat di wilayah Selatan (+86.000) dan Midwest (+44.000), namun turun di Timur Laut (-66.000) dan Barat (-46.000).
Sementara itu, jumlah perekrutan dan total pemutusan hubungan kerja relatif tidak berubah, berada di angka 5,1 juta. Dalam kategori separasi, baik pengunduran diri (3,1 juta) maupun PHK dan pemecatan (1,7 juta) juga relatif tidak berubah.
Penempatan DHE Wajib Di Bank Himbara
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan, ketentuan baru penempatan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) yang hanya wajib di rekening khusus alias reksus bank-bank Himbara tak akan membuat likuiditas dolar di bank swasta menjadi kering.
Menurutnya, justru penguatan kebijakan penempatan DHE SDA itu akan membuat likuiditas dolar di sistem keuangan domestik menjadi lebih stabil, karena pengawasan penempatan DHE SDA 100% selama 12 bulan di dalam negeri menjadi lebih mudah diawasi, dengan pembatasan konversi yang menjadi hanya 50% dari total DHE SDA yang ditempatkan di reksus Himbara.
"Tujuannya kita menstabilkan supply dolar saja itu dulu. Nanti kalau itu sudah rapi, baru kita pikirkan ke depan seperti apa. Kan lucu kan kalau kita punya kebijakan yang gak jalan terus kita diem aja. Jadi adjustment terhadap apa yang terjadi selama ini," ucap Purbaya di kawasan Gedung DPR, Jakarta, Senin (8/12/2025).
Purbaya sebelumnya telah menegaskan alasan pemerintah akan mengkhususkan penempatan DHE SDA hanya di reksus Himbara per 1 Januari 2026, melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023.
Purbaya mengatakan, alasan utama pengkhususan kewajiban penempatan DHE di Himbara itu ditetapkan atas hasil evaluasi ketentuan DHE SDA sebelumnya yang tak mendefinisikan lembaga jasa keuangan tempat eksportir wajib menempatkan dolar hasil ekspornya.
Kebijakan ini tentu saja akan menguntungkan saham-saham bank Himbara seperti PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), PT Bank Negara Indonesia (BBNI), PT Bank Tabungan Negara (BBTN), dan Bank Mandiri (BBMRI).
Rapat The Fed
The Fed akan menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC) mulai hari ini dan berakhir besok, Selasa dan Rabu waktu AS.
Pertemuan The Fed bulan ini menjadi salah satu agenda paling krusial. Pasar ingin memastikan apakah era Quantitative Tightening (QT) benar-benar berakhir, terutama setelah Ketua The Fed sebelumnya menyebut bahwa cadangan perbankan sudah lebih longgar.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga terus menguat. Berdasarkan CME FedWatch per 6 Desember 2025, peluang penurunan suku bunga pada Desember nyaris mencapai 86,2%. Tingkat optimisme sebesar ini menunjukkan pasar semakin percaya inflasi AS telah terkendali.
Setiap Desember selalu menjadi momen yang paling ditunggu pasar global. Keputusan di penghujung tahun ini kerap menjadi penentu arah kebijakan moneter selama 12 bulan berikutnya, memengaruhi Wall Street, IHSG, rupiah, obligasi, hingga emas. Tak heran Desember dijuluki sebagai "signal-setting meeting".
Pertanyaan terbesar yang dinantikan pasar adalah apakah Desember menjadi momen Fed Pivot-peralihan dari era suku bunga tinggi menuju pelonggaran. Secara historis, pivot Fed selalu menghasilkan pergerakan besar di saham, obligasi, dan aset berisiko.
Sebagai catatan, pada pertemuan Oktober2025, The Fed kembali memangkas suku bunganya sebesar 25 bps ke level 3,75-4,00%. Namun, The Fed belum yakin akan menurunkan suku bunga lagi di Desember.
(emb/emb)